• Prolog

229 26 1
                                    

Hari sudah hampir gelap dan seorang pria terlihat duduk di salah satu anak tangga di dalam puluhan undakan tangga darurat di salah satu rumah sakit swasta jakarta.

Tubuhnya terasa lelah. Bukan, bukan hanya tubuhnya yang lelah, tapi pikiran dan juga hatinya ikut lelah, sangat lelah hingga rasanya ia hampir berada di jurang putus asa.

Matanya menatap kantong kresek putih di tangannya, yang di dalamnya terdapat dua kantong es krim coklat yang baru saja ia beli di kantin rumah sakit.

"Kalo kamu sedih, makan aja es krim."

"Kenapa?"

"Karna es krim itu nanti bakal meleleh di dalam tubuh kamu dan itu juga bakal ngelelehin rasa sedih di dalam tubuh kamu."

"Hahahaha siapa yang bilang?"

"Aku."

"Tapi waktu itu kamu bilang, setiap aku sedih, kamu bakal ngusap kepala aku sampai aku gak sedih lagi. Kenapa sekarang jadi ganti lagi? Sama es krim?"

"Eum, aku bakal ngusap kepala kamu kalo aku ada di deket kamu. Tapi kalo kamu lagi sedih dan aku gak ada di deket kamu, kamu makan aja es krim sebagai gantinya."

Pria itu tersenyum sendu ketika mengingat sebuah percakapan singkat di taman rumah sore itu dengan seorang perempuan yang sampai saat ini selalu menjadi alasannya untuk hidup di dunia ini.

Ya, putus asa itu hanya hampir. Karena nyatanya ia tidak bisa putus asa selelah apapun dirinya dan itu karena dia, alasan kehidupannya.

Pria itu memakan satu es krim coklatnya dengan perlahan, tatapan kosongnya menyendu, rasa rindu akan keberadaannya di sampingnya sedikit menyiksanya.

Ceklek

Suara pintu yang dibuka dari bawah terdengar dan sepertinya seseorang akan melewati tangga ini, ia menggeser sedikit tubuhnya untuk memberi akses jalan yang cukup lebar disana.

Menunggu cukup lama, orang itu tidak terdengar suara langkah kakinya sampai tubuhnya membeku mendengar suara isak tangis seorang perempuan dari bawah.

Ia sedikit mengintip lewat celah pegangan tangga dan matanya menangkap perawakan seorang wanita yang sedang duduk dibawah sana, menyembunyikan wajahnya di kedua kakinya, memakai baju hijau botol yang diketahui selalu digunakan para dokter saat operasi.

Itu dokter wanita tadi.

Ia bergumam setelah memicingkan matanya, memastikan penglihatannya.

Seiring suara tangis itu terdengar, pria itu lebih memilih diam dan melanjutkan memakan es krim nya, membiarkan wanita itu mengeluarkan kesedihannya.

"Anda sudah melakukan yang terbaik, dokter.." Ucapnya setelah lama diam mendengarkan suara tangis sesenggukan di tempat yang cukup sepi ini.

Tangisan itu mereda sebentar, sepertinya terkejut mendengar suara tiba-tibanya.

"S-siapa?"

Sebelah sudut bibirnya terangkat mendapat respon itu, "Tenang aja, saya manusia."

Kemudian hening.

"Pergi aja, saya lagi mau sendiri." Ucap wanita itu pelan tapi masih terdengar karna suasana yang sangat sepi.

"Orang yang bilang mau sendirian itu sebenarnya orang yang paling butuh di temenin."

"Saya enggak"

"Yaudah, berarti jangan nyuruh saya pergi."

"Ck, aneh"

QUERENCIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang