2. Kedua

116 19 1
                                    


Hari sudah gelap dan sebuah vespa putih berhenti tepat didepan rumah dua tingkat yang dari luar sudah terlihat nyala lampu didalam.

Pria itu turun dari vespa miliknya dan menatap rumah itu cukup lama, dalam matanya banyak sekali rasa lelah yang terlihat dan di pundaknya banyak sekali beban yang ia pikul.

Ini adalah sebuah panti asuhan, tempat yang sudah menjadi rumahnya sejak ia kecil, dan tempat yang sudah ia urus sejak pengurus rumah ini pergi untuk selamanya.

Ya, ibu panti atau orang yang mengurus sekaligus wali di panti asuhan ini sudah pergi beberapa tahun yang lalu hingga membuat dia sebagai yang paling tua harus menggantikannya.

Dia adalah Abinaya, pengurus serta wali dari sebuah panti asuhan kecil disini.

Ia sudah hidup dan besar disini, bersama anak-anak lain saling berbagi kasih sayang bersama yang bernasib sama, tidak mengetahui sosok orangtua.

Mengurus mereka adalah hal yang paling sulit sekaligus menyenangkan, jika dipikir lagi, tiba-tiba saja takdir membuat dirinya menjadi orangtua tanpa menikah.

Semuanya lancar, mereka hidup dengan baik, mereka makan makanan yang sehat tiga kali sehari, mereka sekolah dengan baik, Abi telah berhasil mengurus mereka dengan baik.

Panti asuhan ini berdiri dibawah yayasan yang menyokong penuh semua keperluan anak-anak disini hingga mereka selesai kuliah, termasuk biaya kesehatan mereka.

Tapi hari ini, secara tiba-tiba saja tanggung jawab penuh yayasan resmi dialihkan atas namanya yang artinya tidak ada jaminan apapun untuk anak-anak disini baik untuk pendidikannya atau kesehatannya.

Abi sendiri sebenarnya tidak masalah, karna Abi juga bekerja dan memberi mereka makan tiga kali sehari dari gaji nya dan keperluan pribadi mereka masing-masing dari pekerjaannya menjadi kepala cafe, tapi yang jadi masalah adalah pendidikan mereka yang tidak terjamin sampai masuk universitas.

Yayasan mencopot sokongannya karna Abi kemarin telah mengajukan biaya operasi ganti jantung buatan untuk seseorang yang nominalnya sangat tinggi sekali, mungkin itu sebabnya sokongan yayasan dicopot untuk panti ini.

Abi tidak bisa membuat mereka harus berkorban, mereka harus bersekolah setinggi mungkin dan satu-satunya yang harus berkorban adalah dirinya.

"Kak Abi!"

Abi sedikit terlonjak dan menoleh ke belakang hingga mendapati seorang anak laki-laki berusia 18 tahun berjalan kearahnya, sepertinya baru pulang.

"Haidar? Baru pulang?"

Anak laki-laki itu, Haidar sedikit berlari kearahnya dengan senyuman yang terlihat sangat berbeda hari ini.

"Hari ini kan pengumuman seleksi pertama ptn kak!" Ucapnya penuh semangat.

Abi membulatkan matanya, "Oh iya! Gimana hasilnya kamu lulus gak?"

"Menurut kakak aku lulus gak?"

Abi terkekeh dan memperlihatkan raut berpikirnya,

"Diliat dari senyum kamu kayaknya lulus deh"

"Alhamdulillah aku lulus seleksi pertama kak!!"

Mata Abi berbinar bangga, "Alhamdulillah! Selamat Haidar! Selamat! Sebenernya gak terlalu kaget karna kamu emang anak pinter!"

Abi memeluk Haidar dan menepuk-nepuk punggungnya, merasa bangga sekali.

Haidar adalah anak asuhnya yang paling tua diantara anak-anak yang lain karna ia sudah mau masuk perguruan tinggi.

"Belajar yang rajin, belajar yang semangat dan capai cita-cita kamu, kakak yakin kamu bakal jadi orang hebat di masa depan. Kakak janji bakal ngelakuin apa aja buat kalian semua."

QUERENCIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang