SR-7

72 7 0
                                    

Arsyila menggosok matanya yang merah dan menyeka ingusnya dengan sapu tangan merah yang diberikan nyonya Derin padanya. Sebenarnya Arsyila sempat meminta perpanjangan waktu pada Reyga. Berharap suaminya memberikan ijin untuk tinggal sehari lagi di rumah orang tuanya. Sayangnya keinginan itu ditolak mentah-mentah oleh Reyga.

"Maafkan aku. Tapi aku benar-benar tak memiliki waktu lagi untuk diberikan. Aku memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan." Begitulah yang diucapkan pria itu dengan wajah yang penuh sesal. Sebenarnya Arsyila kesal saat permintaannya ditolak. Tapi memikirkan posisi Reyga, Arsyila memakluminya. Bagaimana pun juga jarak antara Aston dan dan Oswald lumayan jauh. Perlu perjalanan selama hampir tujuh jam jika menggunakan bus. Reyga pasti akan membuang banyak waktunya jika dia harus menunggu satu hari lagi untuk Arsyila. Apalagi Reyga adalah seorang pengusaha. Bagi mereka sudah pasti waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Arsyila tak memiliki pilihan lain selain menelan bulat-bulat rasa kecewanya.

Arsyila memeluk kedua orang tuanya erat sebelum pergi bersama suami barunya. Arsyila pikir dirinya bisa kuat untuk tidak menangis di depan orang tuanya saat berpamitan. Sayangnya dia tidak bisa. Air mata membanjiri wajahnya tanpa bisa ditahan. Jika saja Reyga tidak menyela acara perpisahan mereka, mungkin saja Arsyila akan terus menempel pada nyonya Derin sambil menangis sampai malam.

"Sampai kapanpun kau tetaplah putri kami. Mainlah kemari kapanpun kau mau," pesan nyonya Derin mengusap air mata Arsyila. Wanita paruh baya itu memeluk Arsyila untuk terakhir kalinya sebelum Arsyila memantapkan dirinya memasuki mobil warna hitam yang terparkir di depan rumahnya.

"Kami akan pergi sekarang," pamit Reyga sopan setelah memasukkan barang-barang Arsyila ke dalam bagasi mobilnya. Arsyila menempelkan wajahnya di jendela mobil Reyga yang terbuka. Gadis itu tak lepas menatap orang tuanya dan rumah yang telah membesarkannya lekat-lekat dengan sepasang mata yang berkaca-kaca. Arsyila tidak pernah sekalipun membayangkan jika dirinya suatu hari akan meninggalkan rumah dan juga ibunya. Apalagi meninggalkan kota Aston, kota kelahirannya.

Mobil melaju pelan, melewati jalan-jalan kecil nan kumuh. Kota Aston memang terkenal sebagai kota kecil yang miskin. Disini banyak gang-gang sempit dimana para gangster bersembunyi. Angka kriminalitas di kota Aston juga cukup tinggi. Itulah kenapa tuan Derin selalu berpesan pada para anak gadisnya untuk menghindari jalan-jalan sepi dan pulang sebelum petang. Aston memang bukan kota yang indah dan menyenangkan. Tapi bagaimanapun Arsyila mencintai kota Aston karena disinilah dia tinggal dan dibesarkan. Karena itulah Arsyila merasa sedih saat harus meninggalkannya.

"Perjalanan kita masih panjang. Kamu bisa tidur selama perjalanan. Aku akan membangunkanmu saat kita sudah memasuki kota Oswald," ucap Reyga yang sedang mengemudi. Sepasang matanya menatap Arsyila yang duduk di kursi belakang melalui kaca spion depan.

Arsyila menganggukkan kepalanya. Tak begitu peduli apakah Reyga bisa melihatnya atau tidak. Arsyila menyandarkan punggungnya dengan nyaman di kursi penumpang. Sekarang mobil mereka sudah keluar dari kota Aston. Tak ada obrolan. Hanya ada suara radio yang mengisi keheningan diantara mereka. Suasana ini terasa sedikit canggung. Namun Arsyila tak berminat mengatasi kecanggungan diantara mereka. Saat ini banyak hal yang berkumpul dalam kepalanya. Alasan kematian Syakila masih belum sedikitpun menemui titik terang. Lalu tentang Zhou, pria yang mengaku sebagai teman kakaknya. Arsyila yakin pria itu salah satu kunci yang akan membantu Arsyila. Tapi, bagaimana sekarang? Arsyila tak tau alamat Zhou atau apapun tentang pria itu. Bahkan Arsyila sudah meninggalkan kota Aston sekarang. Lalu, bagaimana caranya Arsyila bisa bertemu dengan Zhou? Memikirkannya membuat pening kepala Arsyila. Gadis itu akhirnya memilih memejamkan matanya. Dan tak butuh waktu lama untuknya terlelap.

Guncangan yang lumayan keras membuat Arsyila langsung membuka matanya lebar. Dengan panik Arsyla segera berpegangan pada apapun yang dekat dapat diraihnya. Sedetik kemudian Arsyila sadar dirinya masih berada di dalam mobil Reyga.

Sad Reality [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang