Pertama kali aku melihatnya, aku yakin bahwa Jungwon hanya menatapku tak lebih dari lima detik.
Sorot matanya ramah. Sorot mata yang terasa sama persis dengan tatapan yang ia berikan pada banyak manusia di sekelilingnya.
Tidak ada perbedaan dalam caranya menatapku. Ia tak meneliti dan tak bertahan lama pula.
Kesimpulannya.. Yang Jungwon tidak tertarik padaku dan aku tahu betul akan hal itu.
"Ingin menambahkan catatan surat di buket bunganya, Tuan?" tanya Jungwon dengan nada bicara yang begitu lembut.
Aku jamin, pria-pria terlena dalam tenangnya pria manis ini bersuara. Persis seperti yang ku rasakan sekarang.
"Ya, tolong." jawabku dengan senyuma terbaikku yang bisa ku berikan padanya.
Jungwon mengangguk yakin. Lalu, ia sibuk mengambilkan secarik kertas berwarna biru muda dan sebuah bolpoin hitam.
"Apa yang bisa saya bantu tuliskan?" tanya Jungwon, ia sedikit memiringkan kepalanya, bermaksud agar tak salah mendengar ucapanku, barangkali.
"Dari Jay. Untuk Jungwon." balasku.
Demi Tuhan aku melihat Jungwon berhenti bernapas untuk beberapa detik. Tubuhnya tak bergerak seinci pun. Alisnya menaik sedikit dan senyumannya luntur.
Untuk sejenak aku pun tertegun. Ah, jadi seperti ini bentuk bibir mungil itu ketika kehilangan senyumannya?
"Dari Jay.. Untuk Jungwon.. Lalu apa lagi, Tuan?"
Jungwon kembali dalam sadarnya, menatapku sejenak dan untuk pertama kalinya dia meneliti wajahku. Ia mengulang kalimatku dengan perlahan sembari menuliskan apa yang ku katakan.
"Apa kamu ada saran kalimat yang dirasa indah untuk dibaca seseorang yang spesial bagi pengirim bunganya?" tanyaku lagi.
Jungwon lagi-lagi menatapku dengan mata cantiknya.
"Apakah ada tujuan khusus dari bunga ini, Tuan?"
"Ya, tentu. Aku ingin dia menerima hadiah bunga ini dan membuatnya semangat sehari-hari."
"Baik. Apakah Semangat dalam menjalani harimu, Jungwon! cukup untukmu, Tuan?"
Aku menatapnya dengan senyuman, "Apa menurutmu itu sudah cukup membuat seseorang ini menjadi semangat?"
Aku melihat Jungwon mengangguk. Ia tersenyum lagi.
"Tentu saja." balasnya.
Aku menyodorkan biaya yang harus ku bayarkan, "Kalau begitu tulis seperti itu tidak apa-apa." ucapku.
Jungwon pun menuliskan pesan tersebut pada kertas yang tadi ia siapkan, lalu menyelipkannya pada buket bunga pesananku.
Ia menerima uang yang ku berikan. Namun sebelum ia beranjak pergi untuk mengambil kembalian, aku mengingat satu hal yang cukup penting.
"Oh! Tunggu! Bisakah kamu menambahkan sesuatu di catatan itu?" pintaku tergesa.
Jungwon mengangkat alisnya. Lagi-lagi bibir mungilnya kehilangan senyuman.
Ah, mungkin ketika ia terkejut, maka senyumannya pun meluntur?
"Ya, silahkan. Apa yang harus saya tambahkan, Tuan?"
"Nomor ponselku."
Jungwon kembali tersenyum, "Baik." balasnya.
Aku menyebutkan beberapa digit angka nomor kontakku. Ia menuliskannya satu persatu dengan rapi.
"Ini untuk bunganya dan juga kembalian pembayaranmu, Tuan.." ucap Jungwon dengan senyuman khasnya.
Aku membalas senyuman itu. Tanganku mengambil kembalian uang yang ia sodorkan, namun aku meninggalkan buket bunga itu tetap di tangannya.
Aku dan Jungwon saling menatap, lebih lama dari biasanya.
"Semoga harimu menyenangkan." ucapku sebelum berbalik arah menjauhi toko bunga milik Jungwon.
Aku dapat merasakan tatapannya yang terus mengawalku hingga menuju mobil. Saat aku akan membuka pintu mobilku, ku sempatkan untuk memandangnya.
Benar dugaan, Jungwon menjaga pandangannya untukku kali ini. Kali pertama.
Dan sekali lagi, aku menjadi saksi hilangnya senyuman manis Jungwon yang selalu ia berikan pada orang lain.
tbc.
tw! angst
KAMU SEDANG MEMBACA
short story : jaywon [✓]
Fanfictionkumpulan ide-ide kilat tentang jaywon. was 3rd in #jaywon