08: Simalakama

13 2 0
                                    

Douma
.
❄️
.


Tak bisa lagi Douma berbicara panjang lebar. Di dalam gerbong kereta yang tak nyaman lagi gelap inilah ia menjadikan diri sebagai bantalan tidur bagi kedua pujaan hatinya.

Inosuke masih terlelap dalam buaian mimpi dibalik balutan selimut, sementara Kotoha masihlah tidur pulas di atas pahanya.
Perjalanan penuh perjuangan telah terlewati dengan lancar.

Suara kicau burung-burung pagi menyambut tanda pagi telah menyingsing, hawa dingin serta embun di mulut pintu gerbong, sebuah pertanda penuh kebaikan sekaligus rasa lega tersendiri bagi Douma.

Ia masih mengingat betul kejadian tadi malam.

Ketika mereka mencoba untuk kabur, berlari menuju stasiun kereta guna masuk ke dalam gerbong kereta yang akan berangkat.
Semua perjalanan itu tak ayal mendapatkan perlawanan penuh aksi.

Mereka, para pemburu terus-terusan mengejar mereka tanpa ampun, mengacungkan pedang-pedang mereka. Menembaki bahkan beberapa sempat menggores kulit Kotoha tanpa seizinnya, menggangu Inosuke kecil hingga hampir saja memisahkannya dengan Kotoha.

Beruntung saja, jika bukan karena bantuan sang mantan Pillar... barangkali skenario terburuk bisa saja akan terjadi.

Setidaknya, sekarang adalah menentukan titik lokasi yang akan dituju.

Toh, pagi baru saja menyingsing jadi inilah waktu terbaik untuk merenung...namun, sebuah aroma tak sedap tiba-tiba saja tercium oleh Douma.

Segera ia mengecek Inosuke kecil yang sedari tadi tidur dalam pangkuannya.

Sempat terpikir jika Inosuke kencing kembali, tapi spekulasi itu terpatahkan setelah ia merasakan sendiri jika tidak adanya cairan hangat yang merembes dari selimut.

Dan...

Sayang seribu sayang, dugaan paling ia hindari justru terjadi.

"Aduh, dia pup lagi,"

...

Butuh lebih dari 40 menit untuk mencari air yang bisa digunakan sebagai pembasuh buat Inosuke kecil, dan butuh tak kurangnya 20 menit untuk mencari pengganti popok bayi buat sang buah hati.

Jika saja kereta ini bukanlah kereta pengangkut kebutuhan logistik, mungkin akan lebih sulit lagi Douma untuk mencari popok bayi untuk Inosuke.

Udara pagi telah menghidupi jiwa, di depan pintu gerbong yang terbuka, Kotoha duduk bersama Inosuke guna berjemur ria sembari menikmati pemandangan alam berupa persawahan yang sedang menguning tanda siap panen.
Sementara Douma hanya bisa berlindung dibalik kokohnya dinding gerbong, sembari memperhatikan pujaan hati.

"Tampaknya kau senang sekali menikmati cahaya pagi, kenapa bisa seperti itu?" tanya Douma yang tengah bersandar pada dinding gerbong.

"Hmmm? Pertanyaan konyol macam apa itu? Bukankah kau juga pernah merasakan cahaya mentari, Douma?"

"Hmmm iya kah? Aku sudah lupa bagaimana rasanya cahaya matahari itu, yang sekarang aku rasakan tidak lebih dari rasa perih nan terbakar. Cahayanya benar-benar membuat kulit beserta daging kami terbakar,"

"Salah siapa jadi iblis, sekarang...kau tak bisa berjemur bersamaku di sini," ejek Kotoha sembari tersenyum memandangi Douma.

Semburat merah jambu menghiasi pipi Douma, jantung (itupun kalau memang ada) mulai berdegup kencang seolah-olah ingin copot dari tempat, lalu nafas...eh, barangkali ia butuh tabung oksigen untuk saat ini.

Cinta Dan Moral ( Kny Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang