14: Playground

16 1 0
                                    

.
Musashi
🧪
.
.

.
Subuh hari sudah mencapai tempatnya, menghangatkan segala hawa dingin disekitar lalu mengubahnya menjadi embun serta kabut dini hari.

Di ruang kerja Julia, Musashi kembali membersihkan segala senjatanya, didampingi oleh Julia seperti biasa yang tampak berbincang dengan seseorang di seberang saluran telpon.

Ada dua kemungkinan. Yang pertama jelas saja Satoshi sang walikota itu, atau yang kedua adalah para pihak redaksi, pimpinan perusahaan penyiaran télévisi, dan lainnya.
Intinya Julia benar-benar ingin membombardir para pemburu iblis dengan fakta yang ada.

Membiarkan sebuah konspirasi menyebar luas ke masyarakat.

Sama seperti dahulu, bagaimana kekaisaran Eropa Timur yaitu Rusia bisa jatuh ke tangan seorang pria.

Seorang pria yang merupakan manifestasi dari paham komunisme itu sendiri.
Ah, sungguh bagaimana jelas ingatan itu, teringat bagaimana ia sedikitnya membantu revolusi Bolshevik dengan membunuh monster milik Tsar Nicholas yang agung.

Rasputin, si pria yang mengaku tak dapat dibunuh itu, akhirnya mati juga di tangannya dahulu, dan kini... namanya sudah terabadikan di pistol emasnya. Diukir dengan aksen tulisan latin tepat di bagian bagan peluru.

"Musashi, apa kau bisa memasak sarapan terlebih dahulu? Aku masih banyak kerjaan,"

Mengangguk dan mengerti, Musashi lalu pergi meninggalkan ruangan sesuai perintah dari Julia.
Guna memasak hidangan sarapan untuk semua orang, termasuk Julia itu sendiri.

Sampai di dapur yang begitu ala kadarnya, dengan keramik pecah, dinding penuh noda jelaga, hingga langit-langit penuh lubang. Tak apa, ini hanya apartment sementara mereka untuk tinggal, setelah semuanya selesai maka Musashi dengan lainnya akan pulang.

Ngomong-ngomong sarapan, Musashi sendiri kembali menerawang sebuah kekurangan diri sendiri dalam hal masakan.

Bukan! Bukan karena kurangnya pengalaman di dapur, melainkan fakta bahwa ia sudah lupa semua resep makanan Jepang.

Lidahnya sudah kadung menjadi pencicip segala. Mengerti banyak rempah-rempah masakan dari belahan Eropa, tanah India, Persia, hingga Turki, tapi lupa akan rempah dari tanah ibu sendiri.

Ia sudah melupakan banyak tradisi Jepang, dan yang tersisa kini hanyalah bahasa ibu dan beberapa hal lain.

Di depan kompor dapur, Musashi akhirnya bergelut dengan pikirannya sendiri.

Mau masak apa hari ini? suara batin penuh kebingungan telah ia keluarkan, baiklah di kulkas sendiri, seingatnya ada beberapa daging dan roti, serta beberapa butir telur.

Apakah makanan penuh daging ala orang Jerman saja untuk dihidangkan?

Baiklah! Daripada bingung, lebih baik memasak apa yang bisa ia masak daripada melamun memikirkan hal tak berguna! Toh, setumpuk daging juga sudah cukup untuk energi yang lainnya kan?

Namun kini, Musashi teringat sebuah kenangan kecil.

Sebuah kenangan tentang keluarga kecilnya dahulu.

...

"Sayang, ayo bangun! Tinggalkan dahulu penelitian dan teorimu itu!"

Suara penuh kasih itu telah membuyarkan semua kefokusan Musashi di depan sebuah lembaran kertas yang diterangi oleh sinar mentari pagi. Musashi yang masih dalam balutan yukata kini menaruh kembali pena celupnya, memenuhi panggilan sang istri tercinta untuk ikut dalam perjamuan sarapan pagi, khas keluarga ini.

Cinta Dan Moral ( Kny Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang