11: Hampir Buntu

15 1 3
                                    

.
Julia
.
.
🥀
.

Faktor X dan Y sudah di khatamkan Julia semasa remaja dahulu.

Ia tahu, kini hanya kepada keberuntungan lah ia berharap. Jalan raya yang mendadak menjadi amat mencekam, Carla yang mulai kewalahan untuk menghadapi para pemburu yang dibelakang.

Tak lupa juga beberapa dering suara alarm peringatan di seluruh penjuru kota. Andaikan kaca mobil ini tampak transparan dari luar, sudah pasti mereka berdua akan lebih cepat lagi untuk ditangkap.

Tiba di satu perempatan besar, Carla hanya bisa menelan ludahnya sendiri, begitu pula dengan Julia yang hanya bisa memandang kaku.
Mereka dikepung dari berbagi sisi, menyisakan bagian tengah jalan yang dikosongkan sebagai tempat untuk mereka berdua menyerahkan diri sambil berlutut.

Puluhan pemburu mulia memadati pemandangan depan mereka dengan senjata pembasmi iblis mereka, sementara di belakang sana tak kalah pula menegangkan nya.

Memutar otak pun rasa-rasanya di saat seperti ini pun juga tidak benar-benar membantu.
Mencari celah terkecil dari pengepungan ternyata jauh lebih menantang bahkan hampir mendekati titik mustahil.

Sudut mata hijau limau itu kemudian memandang ke arah Carla yang sudah sedikit ketakutan. Diraihnya pergelangan tangan yang masih mencengkram kuat setir mobil, mengelus perlahan seraya berkata, "kita tidak boleh takut."

"Tapi Nyonya, mereka bisa saja menghabisi kita di tempat!"

"Ya, aku tahu hal itu, tapi. Kita bukanlah pemburu kita berada diatasnya."

Rancangan paling menyesakkan dada tergambar begitu jelas. Membantai mereka semua dengan alat seadanya, membangkitkan keseluruhan kekuatan Muzan yang ada di dalam tubuh, menarget semua kepala yang ada, dan jika darah sudah tak mencukupi barangkali jika harus ditangkap hari ini itu bukan masalah besar.

Baru saja pintu akan terbuka mobil secara tiba-tiba jatuh ke dalam tanah, menampilkan kegelapan tiada berujung dari lubang yang tiba-tiba saja muncul tepat di bawah mobil.


Panik memang sudah pasti, akan tetapi semua itu sirna manakala sebuah pistol dengan tiba-tiba saja melayang tepat di jendela depan mobil, menarik satu kesimpulan bahwa ruangan gelap atau mungkin saja dimensi lain ini, tidak lain dan tidak bukan merupakan teknik darah iblis.

Dan Julia paham, siapa pemilik dari teknik darah ini, yaitu Maki.

"Tampaknya, kita akan menjadi salah satu barang koleksi si maniak bodoh itu." ujar Carla dengan nada jenaka lagi lega.

"Berharap juga, jika kita tidak terperangkap di sini dalam waktu yang lama."

...

Suara geraman sontak terdengar ke penjuru ruangan kecil pengungsian sementara Julia beserta yang lain.

Gubuk pengap lagi lembab terpilih menjadi rumah pengungsian mereka setelah secara mengejutkan langkah mereka terendus oleh pemburu iblis, padahal menurut perhitungan, mereka tak seharusnya memiliki langkah secepatnya ini, tapi mau bagaimana lagi?

Cepat atau lambat mereka pasti akan tertangkap jika tidak segera keluar.

"Ada saran yang gila di sini?" tanya Maki yang sudah gatel untuk cepat-cepat pergi dari tempat mereka berlindung.

"Tidak. Mereka punya mata di manapun untuk saat ini, melakukan gerakan tentu akan sangat beresiko." timpal Carla.

"Lalu, rencana macam apa yang bisa kita lakukan sekarang?"

Hening. Julia hanya kini hanya bisa memandangi ujung pegangan tongkat gagaknya, mencoba mencari solusi seperti ini memang cukup menyita waktu.
Sumber daya yang bahkan tidak begitu banyak benar-benar membikin Julia mengingat-ingat betul, hal macam apa yang bisa mereka lakukan untuk keluar dari genggaman para pemburu.

Memaksa kabur lewat jalur yang sudah direncanakan? Bukankah itu juga beresiko? Apalagi dengan teknologi yang mereka punya tak sebanding dengan teknologi korps pemburu iblis! Menawarkan kegiatan damai? Apaan itu! Tapi membuat kerusuhan pun juga belum tentu kuat.

Meja kayu tempat mereka menumpahkan segala pendapat lalu digebrak paksa oleh Maki, memaksa segala mata untuk melihat ke arah sang pemilik.
Musashi terlebih dahulu berdiri, dan dengan santainya bertanya.

"Ada apa, Maki?"

"Kita harus menciptakan teror, agar mereka menyudahi penangkapan kita,"

Teror katanya? Julia mencoba untuk meluruskan si bodoh berambut hitam bergradasi merah itu, sebelum akhirnya Hiruzen dengan postur memprihatinkan memprovokasi Maki.

"Ya teror! Dan tentu saja sambil merusak semua senjata yang ada!"

"Apa maksudmu Hiruzen!?" geram sang pemilik ide.

"Pake nanya! Bukankah sudah jelas? Idemu itu payah kawan!"

"Hentikan semua perdebatan aneh ini!" teriak Julia menengahi.

Berdiri, lalu memberikan tatapan tajam ke segala penjuru, Julia benar-benar ingin segalanya berjalan lancar, tapi ya... mau bagaimana lagi? Kini, ia harus mengambil gerakan cepat!

Malam ini, dengan semua suara yang ia harus tanggung jua.

"Kita akan tunda semua rencana kabur kita, mencari celah agar bisa kabur dan mulai mempersiapkan serangan ancaman jika memang mereka menginginkan perang." ucap Julia dingin tiada emosi.

Maki mengangkat tangannya, mengkode sang bibi untuk mengizinkannya untuk berbicara sebentar, yang kemudian dijawab ya dengan anggukan kecil Julia.

"Ancaman macam apa yang akan kita berikan? Anda tahu kan? Jika mereka punya segalanya di atas kekuasaan mereka."

Senyum seketika merekah, Musashi dari salah sudut meja hanya menghela nafas panjang.

Satu ingatan masa lalu berputar dalam kepala Julia, dan kini mungkin memang sudah saatnya untuk memberikan mereka sebuah senjata ampuh.

Senjata yang mungkin saja, tidak akan mengancam para pemburu tapi juga, menghancurkan mereka semua menjadi sesuatu yang tidak akan bisa dibayangkan.

Dan di titik ini, Julia kembali menemukan jalan terangnya.
.
.
.
TBC

Ada yang bisa tebak Julia bakal ngapain? :v

Cinta Dan Moral ( Kny Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang