18. Obsesi

549 51 12
                                    

Pagi itu setelah Adi memarkirkan motornya di garasi, dia melangkah masuk ke dalam rumahnya sendiri sambil mengucek matanya yang mulai berkantung kehitaman akibat kurang tidur akhir-akhir ini. Bahkan semalaman ia tak mampu memejamkan kedua matanya di tempat ia menyendiri.

Dia memilih untuk menyendiri di beberapa tempat secara acak dari pada mampir ke rumah teman sekolahnya, teman klub basketnya, apalagi teman-teman klub balapan liarnya yang dulu. Tidak mau dan tidak akan. Kini Adi lebih suka merenung sendirian karena pada dasarnya dia memang tak punya kawan yang cukup dekat untuk sekadar diajak berbicara mengenai masalah pribadinya yang cukup pelik.

Karena semalam Adi memutuskan untuk tidak ingin minum, kini kepalanya terasa sangat sadar, tapi kedua matanya amat mengantuk seperti ada cairan perekat yang membuatnya kesusahan untuk terjaga lebih lama lagi.

Lagipula setiap ia meninggalkan rumah, Adi pasti selalu rindu dengan Nano, makanya setiap pagi ia akan pulang hanya untuk sekadar melihat wajah cowok yang disukainya itu. Meski sekarang keadaan mereka berdua sedang tidak baik, Adi tak pernah benci dengan Nano sekalipun. Ia selalu meminta Pak Tris untuk mengawasi Nano secara diam-diam untuk selalu tahu kabarnya.

Adi menjauhi kembaran Mira itu karena sejujurnya dirinya malu sudah mengakui perasaannya pada Nano di saat yang belum tepat. Selain malu, Adi juga tidak suka dengan penolakan. Jadi daripada ditolak Nano, lebih baik Adi menjauhinya saja mengingat cowok yang lebih tua enam tahun dari dirinya itu pasti hatinya bakalan luluh cepat atau lambat.

Tak hanya luluh, Adi menginginkan cowok itu untuk tunduk padanya. Adi ingin Nano hanya memberikan hati untuk dirinya. Adi ingin Nano mengisi hari-harinya kelak hingga tua nanti. Bahkan jika kemungkinan terburuknya terjadi yaitu ia mendapatkan penolakan, maka ia akan memaksa Nano dengan cara apapun supaya cowok itu mau jadi pacarnya.

Sesuatu yang awalnya ia kira hanya perasaan suka pada Nano lambat laun berubah menjadi peduli, lalu jadi sayang, lalu beneran cinta. Dan kini rasa cintanya pada Nano sudah diracuni oleh perasaan obsesi yang tak terbendung.

Tak pernah sekali pun selama hidupnya menginginkan seseorang hingga segila ini. Apalagi orang yang ia ingin miliki adalah seorang laki-laki, yaitu Marcelino Akshara.

Memikirkan wajahnya saja membuat Adi tersenyum sendirian. Ia segera melangkah lebar memasuki rumah untuk segera menemui Nano di kamar. Hatinya sudah sangat rindu. Meski ia harus berpura-pura bersikap dingin, itu bukan masalah untuknya. Yang terpenting Adi masih bisa memenjarakan Nano di rumahnya.

Begitu tangannya memutar knop pintu kamar dan membukanya, matanya terbelalak mendapati kembaran Mira itu tengah mengemasi pakaiannya ke dalam koper. Mereka sempat beradu pandang sebelum akhirnya Nano kembali fokus dengan aktivitasnya.

Tidak! Ini benar-benar di luar rencana awal Adi!

.

***

.

Sambil menunggu suara deru motor Adi berhenti, Nano memilih beberapa kaos-kaos kecil miliknya, mengambilnya dari lemari pakaian untuk dimasukkan ke dalam koper. Untuk pakaian yang agak berat seperti celana jeans atau jaket tak disentuhnya sama sekali. Karena Nano tak benar-benar berniat untuk pergi.

Selama dua hari dua malam ia sudah memikirkan berbagai ide untuk dilakukan supaya bocah itu mau buka mulut lagi padanya, dan ini adalah ide yang dirasa paling tepat untuk memancing bocah itu.

Yaitu dengan berpura-pura angkat kaki dari mansion orang tua Nano itu. Meski ia tak yakin apakah bocah itu akan menahan dirinya, tapi kemungkinan besar Adi akan duluan membuka suara padanya.

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang