Melihat Mira yang sudah terpejam di atas tempat tidur dengan hembusan napas yang teratur, Nano merapikan kembali selimut yang membungkus tubuh adiknya itu hingga ke leher supaya Mira tidak merasa kedinginan. Ia begitu menyayangi adik semata wayangnya yang memiliki rupa hampir mirip dengannya. Mungkin kalau Nano memiliki rambut panjang, pasti orang-orang bakalan agak sulit untuk membedakan saudara kembar itu.
Pada saat yang sama, mulut kakak dari Mira itu terbuka lebar, menguap dan menghirup udara di sekitarnya, lalu mengucek matanya sendiri. Jarum pendek jam dinding ruangan itu sudah mengarah ke angka dua belas, dan jarum panjangnya berada di antara angka dua dan tiga. Sudah pasti ia mengantuk, apalagi dirinya juga baru pulang dari kerjanya sekitar dua jam yang lalu. Ingin rasanya ia membaringkan tubuh letihnya ke atas sofa kecil di pojokan dan terlelap di sana seperti malam-malam sebelumnya.
Tapi ia tidak bisa. Lebih tepatnya, Nano belum boleh tidur, karena ia ada janji untuk ngobrol dengan si Bayi Tua di atap gedung rumah sakit jam 12. Nano sendiri yang memintanya lewat pesan singkat, karena setelah kejadian tadi siang, ada banyak hal yang harus dibicarakan dan diluruskan.
Ngomong-ngomong, ini sudah lewat dari waktu yang mereka sepakati sih, tapi Nano tidak peduli jika dirinya terlambat. Toh bocah itu juga tidak ada di kamar ini sejak dirinya tiba di sini sepulang kerja. Bocah nakal itu pasti sedang menikmati beberapa batang rokok di atap gedung ini, seperti beberapa waktu yang lalu.
Karena tubuhnya merasa tidak nyaman, sebelum naik ke atap Nano memutuskan untuk melepas seragam kerjanya yang sudah terasa agak lengket karena keringat. Tadi sore ada pengiriman barang dari gudang utama perusahaan, dan Nano yang bertugas untuk mengangkutinya ke dalam gudang minimarket. Walaupun ia dibantu oleh rekan-rekan kerjanya, tapi tetap saja melelahkan, karena kali ini barang yang datang jumlahnya cukup banyak. Dan Nano tetap merasa bersyukur karena ia masih dapat merasakan letih hari ini, yang tandanya kalau ia benar-benar bekerja keras.
Setelah menggantung seragamnya pada gantungan di dekat pintu kamar mandi, Nano kembali tanpa memakai atasan. Kulitnya tampak putih dan mulus walaupun tak begitu berotot seperti badan Adi.
Kembaran Mira itu menghampiri lemari kecil di bawah meja. Sambil berjongkok, Nano mengambil satu potong kaos berwarna kuning dari beberapa pakaian yang sudah lama ia siapkan di sana.
"Marcel...," panggil seseorang dari arah pintu. Dari suaranya terdengar berat dan familiar di telinga, dan cuma satu orang yang memanggilnya dengan nama 'Marcel'. Pasti itu Adi.
Nano memutuskan untuk pura-pua tuli. Dia tak menggubris panggilan Adi dan memilih untuk membentangkan kaos yang akan ia kenakan. Ia tahu kok dirinya terlambat menemui Adi di atap gedung sampai-sampai cowok itu turun lagi ke kamar. Tapi tetap saja, kekesalannya terhadap Adi mengenai kejadian tadi siang masih mengganjal di pikirannya.
Dari sudut pelupuk matanya, Nano diam-diam memerhatikan sosok bocah itu yang kini mulai melangkah perlahan mendekati tempat dimana dirinya berdiri. Hingga bocah SMP itu berhenti tepat di samping kanannya.
Belum sempat memasangkan kaos di badannya, kakak kembar Mira itu terkejut saat tangan dingin Adi menyentuh pundak kanannya, lalu membalikkan tubuh Nano hanya dengan satu gerakan lembut.
Sekarang mereka berdua berhadapan, saling mengadu pandang walaupun Nano harus sedikit mendongakkan kepala untuk dapat melihat wajah rupawan yang dimiliki bocah itu. Sorot mata Adi yang sayu, entah kenapa membuat mulut Nano yang hendak mengomel jadi mengurungkan niatnya. Bibirnya terbuka sedikit, tapi tak mampu berbicara. Padahal semua omelan yang ada di dalam benaknya sudah berada di ujung bibir dan siap untuk ia lontarkan.
Namun ada sesuatu di mata cokelat bocah SMP bertubuh jangkung itu yang tak bisa diartikan olehnya. Sesuatu yang sepertinya berkaitan dengan dirinya, tapi tak bisa ia tebak sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Let You Go
Ficção AdolescenteSaat Marcelino Akshara menemani adik kembarnya di rumah sakit, bertemulah dia dengan Adinata Andreas, seorang bocah yang masih SMP tapi memiliki perawakan yang tinggi menjulang, bahkan lebih tinggi daripada dirinya. "Kita belum pacaran, Di!" Bukanny...