Setelah menyesap beberapa teguk, Nano menaruh kembali gelasnya yang berisi susu di atas meja nakas begitu ia merasakan ranjang yang ia tempati bergoyang, seperti baru saja ada orang yang naik ke sana. Kepalanya menoleh ke sosok di sampingnya —yang ternyata merupakan tubuh Adi— yang mulai bergeser mendekat. Kini Adi sudah berbaring tengkurap di sampingnya dengan sebelah lengan yang bergelayut di pinggang Nano.
"Aku mau nagih yang tadi," ucap Adi dengan mata yang terpejam tapi sambil tersenyum simpul, seolah-olah ia sudah menunggu-nunggu momen itu jauh-jauh hari.
"Yaa," balas Nano ogah-ogahan.
Mendengar hal itu membuat Adi bangkit dengan sumringah.
"Eh? Mau ngapain kamu?!" sergah Nano begitu menyadari bahwa bocah itu sepertinya hendak melepas kaos.
"Mau bugil!"
"Heh! Ogah aku mijitin kalo kamu bugil!"
"Kamu suka liat aku bugil kan?" goda Adi yang sedetik berikutnya langsung mendapatkan satu pukulan di dada kanannya. Dan yang lebih menyebalkannya lagi, bocah itu malah terbahak dengan respon menggemaskan dari Nano.
"Emang aku keliatan semesum dirimu?"
"Mana aku tau! Masih belum kali!"
"Heh!" cowok itu langsung mencubit perut Adi. Tapi bukannya kesakitan, reaksi yang ditampakkan oleh Adi justru membuat bulu kudu Nano merinding sejadi-jadinya.
Ya! Bocah itu malah mengeluarkan suara mirip desisan panjang yang berlanjut dengan lenguhan mirip suara anak sapi. Dengan cepat Nano menarik kembali tangannya lalu meninju lengan bocah itu.
"Nggah usah copot baju! Kamu rebahan aja. Orang aku cuma mau mijitin punggung doang kok pake bugil segala."
Wajah Adi langsung kelihatan memelas. "Lah, kok punggung doang sih? Full-body dong, Cel! Mana puas kalo cuma punggung doang?"
Sambil memijat pelan keningnya sendiri, akhirnya Nano memutuskan untuk memberi bocah itu dua pilihan. "Oke, gini aja! Kamu tinggal pilih, mau aku pijitin atau mau aku langsung tolak pernyataan cinta kamu yang kapan hari itu?"
"Yaelah, Cel! Masak masalah sepele kek gini doang jadi ngungkit-ngungkit yang itu?"
Merasa di atas angin, Nano hanya membalas ucapan bocah itu dengan mengangkat bahu sambil melipat lengan. Karena ia ingat kalau bocah SMP itu tidak mau perasaannya ia tolak begitu saja. "Mau atau enggak?"
"Ya udah. Nggak apa-apa kalo kamu mijitin punggung doang. Tapi minimal aku musti shirtless," tambah Adi langsung.
Nano jadi geregetan mendengar ucapan anak pemilik mansion yang kini ditinggalinya, yang begitu keras kepala dan tetap ingin lepas baju. "Kamu sebenernya mau dipijitin atau cuma mau pamer otot doang ke aku?"
"Dua-duanya!" canda Adi yang mungkin bisa jadi itu niat sesungguhnya.
"Aku nggak tertarik!"
"Nggak tertarik tapi kok tadi pagi lirik-lirik mulu pas aku bugil?" pancing Adi yang semakin menggoda Nano, membuat muka kembaran Mira itu semakin memerah hingga ke telinga karena malu.
Karena tidak ingin berdebat lagi, akhirnya Nano mengalah sambil melenggang beranjak dari ranjang. "Ya udah, sana tengkurap. Aku ambilin minyaknya dulu."
"Nah, gitu dong. Kan kalo gini sama-sama nguntungin. Aku dapet pijatan dari kamu, kamu dapet pemandangan bagus dari tubuh aku. Grepe-grepe juga ngga masalah kok," goda Adi lagi sambil melepas kaosnya dengan cepat, lalu memposisikan tubuhnya tepat di tengah-tengah ranjang dengan posisi tiarap.
"Terserah!" balas Nano tak acuh sambil mengeluarkan sebuah botol minyak dari kabinet yang letaknya tepat di samping meja nakas. Minyak itu milik Nano sendiri, dulu biasa ia gunakan sesekali saja saat dirinya merasakan pegal-pegal setelah menjalani aktivitas padat seharian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Let You Go
Fiksi RemajaSaat Marcelino Akshara menemani adik kembarnya di rumah sakit, bertemulah dia dengan Adinata Andreas, seorang bocah yang masih SMP tapi memiliki perawakan yang tinggi menjulang, bahkan lebih tinggi daripada dirinya. "Kita belum pacaran, Di!" Bukanny...