Dengan langkah santai, Nano —yang sudah berpenampilan rapi dengan seragam kerja yang dibalut oleh jaket kulit cokelat— berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tak lupa ia menenteng plastik berisi makanan untuk Mira yang ia beli dari luar karena hari ini ia malas untuk memasak. Kali ini, Nano tidak sendiri karena ada San bersamanya, walaupun tadi Nano bawa motor sendiri karena ia tidak mau San mengantarnya bekerja.
Beberapa petugas dan penghuni rumah sakit tampak berlalu lalang di sepanjang koridor rumah sakit yang memiliki aroma obat-obatan itu. Mungkin karena hujan sudah reda, mulai banyak pengunjung yang datang untuk menemui sanak saudaranya di sini atau sekedar menjenguk.
Setelah melewati beberapa belokan, mereka berdua pun sampai di kamar rawat inap. Langsung saja kembaran Mira itu meraih gagang pintu dan membukanya dengan lebar.
Belum sempat Nano mengucapkan salam untuk Mira, kedua matanya langsung tertumbuk pada tempat tidur Adi. Di sana ada seorang pria dan wanita berusia baya yang keduanya memiliki penampilan layaknya pebisnis ulung. Sepertinya beliau berdua merupakan orang tua bocah SMP itu.
Cowok yang bernama lengkap Marcelino Akshara itu bisa menduganya dari kemiripan wajah si Adi dengan wajah ayah dan ibunya yang sama-sama memiliki wajah rupawan walaupun mulai tertutupi oleh sedikit kulit keriput.
Pada saat itu, kembaran Mira itu baru sadar bahwa seluruh mata yang ada di dalam kamar itu langsung tertumbuk pada dirinya dan San yang barusan datang, termasuk Adi yang seketika menatap Nano tanpa ekspresi berarti membuat atmosfer canggung di dalam ruangan itu terasa kental dan seolah memojokkan dirinya.
Dengan gugup sekaligus sungkan, Nano cuma bisa tersenyum cepat sambil mengangguk sopan pada orang tua Adi kemudian beranjak ke tempat tidur Mira setelah San menutup pintunya.
"Sorry ya, Mir. Tadi aku lagi males masak jadi aku beliin makanan dari luar," ujarnya sambil meletakkan plastik makanan ke atas meja nakas.
"Nggak apa-apa kok, Mas. Aku udah sarapan kok, masih kenyang juga. Tadi pagi Mas Guntur ke sini nganterin makanan buat aku," balas Mira.
"Hm? Mas Guntur ke sini?" Nano penasaran dengan kening berkerut. Semakin hari, atasannya itu tampak makin perhatian saja sama adik kembarnya.
"Iya, tadi sekitar jam sembilan. Padahal tadi ujan deres banget loh. Mas Guntur orangnya baik ya, Mas?" tambah Mira.
Kepala Nano manggut-manggut pelan, kelopak matanya menyipit sambil mengusap dagunya sendiri. Kalau diperhatikan dari tingkahnya sejauh ini, sepertinya Guntur menyimpan rasa pada adik semata wayangnya. Apalagi semenjak Mira mengalami kecelakaan. Atasannya di minimarket tempatnya bekerja bernama lengkap Guntur Aligraha itu semakin hari semakin dekat saja dengan gadis yang lahir beberapa saat setelah Nano.
Ia harus berbicara dengan Guntur untuk meluruskan masalah ini. Ia tak mau Mira terlalu berharap dulu, takutnya Guntur memberi harapan semu pada Mira. Kalau Guntur memang suka dengan adiknya sih tak masalah. Nano malah senang jika adiknya memiliki kekasih yang baik macam atasannya itu.
"Gimana kabar kamu, Mir? Udah baikan?" tanya San basa-basi.
Setelah itu mereka bertiga mengobrol ringan, membicarakan mengenai bermacam-macam topik. Selain ganteng, Nano akui kalau San juga tipe cowok yang pandai berlisan. Terbukti dengan begitu cepatnya ia bisa melakukan komunikasi yang menyenangkan bersama Mira.
Tapi kenapa San tidak punya pacar? Padahal dia sudah ganteng, baik, pintar, kaya lagi. Cowok seperti San di dunia ini jarang sekali bisa ditemui. Pasti beruntung sekali jika ada gadis yang bisa menyangkut di hati cowok itu. Beruntungnya Nano bisa memiliki San sebagai teman yang hampir selalu bisa diandalkan.
Ngomong-ngomong, saat ini Nano tidak sengaja memandang ke ranjang sebelah, dan pada saat yang sama si Adi juga memandangnya. Refleks, Nano membuang muka ke lain arah dengan menunjukkan raut tak peduli. Tapi setelah itu ia balik lagi memandang ke tempat Adi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Never Let You Go
Teen FictionSaat Marcelino Akshara menemani adik kembarnya di rumah sakit, bertemulah dia dengan Adinata Andreas, seorang bocah yang masih SMP tapi memiliki perawakan yang tinggi menjulang, bahkan lebih tinggi daripada dirinya. "Kita belum pacaran, Di!" Bukanny...