05. Adi dan Ke-kepo-annya

6.7K 590 59
                                    

"Ergh.... Ma... as....," erang seseorang saat Nano sedang membantu Adi memasang kembali penyangga untuk lengan kiri cowok itu. Dia menoleh dan menemukan adik kembarnya, Mira, yang sekarang tampak sudah siuman, dengan mata yang terbuka lalu terpejam kembali sambil mengerutkan kening menahan rasa perih di bahunya yang memiliki luka jahit.

Nano mendekatinya, berusaha mencegah adiknya itu untuk bergerak terlalu banyak.

"Mas... Akhu... khena.. pha?" lirih Mira yang suaranya hampir tak terdengar.

"Jangan banyak gerak dulu. Kamu lagi sakit, Mir. Bentar, aku panggilin dokter dulu."

Begitu Nano berjalan menghampiri pintu, pintu itu mendadak terbuka, dengan tubuh Guntur yang berdiri tegak di sana. Nano kaget, tentu saja. Namun Guntur lebih kaget lagi begitu melihat riak muka Nano yang tampak cemas dan kebingungan.

"No? Ada apa?" tanya Guntur.

"Mas, itu.... Mira udah sadar. Aku mau manggil dokter buat meriksa kondisi dia lagi."

"Biar aku aja yang panggilin dokternya. Kamu disini aja, jagain Mira," balas Guntur lalu melesat pergi setelah mendapat anggukan dari Nano lalu menutup pintu dari luar.

Nano kembali menuju tempat tidur Mira sambil mengelus lembut rambut Mira dengan jemari tangannya. "Bentar ya. Dokternya masih dipanggilin sama Mas Guntur. Kamu jangan banyak gerak, bahumu ada luka jahitannya."

Gadis itu tak memberi balasan pada kakak kembarnya secara gestur maupun verbal. Wajahnya masih mengisyaratkan kesakitan.

Di sisi lain, Adi menatap kedua saudara kembar itu dengan seksama. Melihat tingkah Nano, ia makin yakin kalau cowok itu memang cowok yang baik dan perhatian.

Bukan hanya pada orang-orang yang ia kenal, namun juga pada orang yang tak dikenalnya sekalipun. Contohnya yaitu seperti perhatian yang diberikan Nano pada dirinya.

Cowok itu, menurut Adi, merupakan jenis cowok yang jarang bisa dijumpai. Mengingat kalau Nano memiliki perhatian, kepedulian, dan sifat-sifat baik lainnya yang cenderung sering dimiliki oleh cewek daripada cowok pada umumnya.

Mungkin kalau Nano itu cewek, Adi bisa jatuh cinta saat itu juga, tepat pada saat Nano menyelamatkannya.

Eh? Kenapa memikirkan Nano jadi malah mikirin soal jatuh cinta?

Cowok yang duduk di bangku kelas 3 SMP itu segera menggelengkan kepalanya, menepis segala pemikiran aneh yang sejak tadi membuatnya terganggu.

Beberapa saat berlalu, Guntur pun kembali masuk ke dalam kamar, didampingi oleh seorang dokter pria yang biasanya memeriksa keadaan kedua pasien di kamar itu.

Dokter itu memeriksa keadaan Mira dengan seksama.

"Gimana keadaannya?" tanya seseorang.

Well, itu bukan suara Nano, bukan juga Guntur. Melainkan suara Adi yang kini sudah berdiri kepayahan di sisi lain tempat Mira berbaring.

Secara bergantian, Nano menoleh pada Adi dan dokter itu. Tentu saja ia kebingungan.

"Gimana keadaannya, Om?" tanya Adi sekali lagi yang kini memanggil dokter tersebut dengan embel-embel 'Om'. Nano semakin bingung.

Dokter itu mengernyit. "Adi? Kamu kenal pasien ini?"

"Dia adiknya Nano. Adiknya temenku. Jadi gimana keadaannya?"

Kompak, Nano dan Guntur menaikkan kedua alisnya sambil bertatapan satu sama lain. Nano tak pernah menganggap Adi teman. Hanya kenalan saja, tidak lebih.

"Keadaan saudari Mira udah membaik. Luka jahitnya udah lebih menutup rapat. Tapi usahakan jangan dibiarin banyak gerak dulu selama beberapa jam ke depan. Jika pasien ingin buang air, bisa panggil suster yang ada disini," balas dokter itu pada Nano, bukan pada si penanya.

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang