Setelah membeli beberapa bahan makanan dari minimarket dekat rumahnya untuk memasak, Nano berjalan santai menuju rumah melewati trotoar sambil menenteng kantong belanjanya di tangan kiri yang tak terlalu banyak. Hari ini ia ingin memasakkan sesuatu untuk adiknya yang kemarin mengeluh dengan makanan dari rumah sakit yang menurut Mira tidak enak. Setelah mengantongi ijin dari dr. Jaka, akhirnya Nano memutuskan untuk membuat makanan sendiri daripada beli jadi di luar.
Hari masih pagi, masih pukul sembilan lebih beberapa menit, namun matahari sudah begitu terik dan menyengat, hingga memaksa Nano untuk mulai mempercepat langkahnya agar lekas sampai di rumah.
Begitu Nano menginjakkan kaki di depan pintu rumah, mendadak ponsel di saku celananya berbunyi. Cepat-cepat ia keluarkan benda yang makin berisik itu setelah memasuki ruang tamu rumahnya.
+62856××××6969 memanggil....
Hm?
Nomor siapa ini?
Seingatnya, kembaran Mira itu sudah menyimpan seluruh nomor kenalan-kenalan yang ia anggap penting. Baik itu nomor dosen, nomor rekan-rekan kerja, nomor ketua kelas, serta beberapa teman SMA-nya dulu.
Tapi kok ini.... nomor asing ini tiba-tiba menelpon? Apa mungkin ini nomor salah satu teman kuliahnya ya? Soalnya Nano tidak menyimpan semua nomor teman-teman kuliahnya, kecuali si ketua kelas.
"Iya, Halo?" sapa Nano pada akhirnya setelah menyerah pada perdebatan yang dilakukan oleh dirinya sendiri.
"Lagi apa?"
Sesaat, Nano menjauhkan ponsel untuk memastikan kembali kalau ia benar-benar tidak kenal nomor itu. Apalagi suara cowok dari seberang yang tampaknya belum pernah dia dengar sama sekali lewat panggilan telpon, membuat Nano mengernyit makin bingung.
"Maaf, ini siapa ya?"
Tut... Tut... Tut...
Sambungan terputus.
Nano menautkan kedua alisnya sambil menatap layar ponsel. Mungkin itu cuma nomor yang salah sambung.
Tapi hari gini masih jaman ya salah sambung? Aneh.
Tak mau repot-repot memikirkan hal itu lagi, Nano beranjak ke dapur, meletakkan ponsel dan kantong belanjanya di atas meja untuk siap-siap memasak menu yang telah ia pikirkan sebelum ke minimarket tadi.
Belum juga Nano selesai mengecek bahan masakan yang sudah dibeli, ponselnya kembali berdering nyaring, meneriakkan lirik lagu 'I've been here all night... I've been here all day...' itu.
Nomor berakhiran 6969 itu kembali menelpon.
"Halo?" sapa Nano lagi.
"Kamu dimana? Lagi ngapain?" balas suara cowok itu lagi.
Sumpah! Ingatan Nano buruk jika disuruh mengingat suara orang lewat telpon. Tapi ia yakin seyakin-yakinnya kalau suara cowok itu belum bernah ia dengar lewat panggilan telpon.
"Ini siapa ya?"
Tut... Tut... Tut...
Sambungan kembali terputus.
Oke, ini mulai tidak lucu. Bahkan kembaran Mira itu sekarang jadi sedikit merinding membayangkan kalau suara cowok di seberang telpon tadi kemungkinan bisa penculik, pembunuh, penguntit, perampok, atau hal semacamnya yang berhubungan dengan kriminal.
"Hiii.... Mungkin cuma orang gila yang baru nyolong hape seseorang," elak Nano pada akhirnya yang tak mau ambil pusing.
.
* * *
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Let You Go
Подростковая литератураSaat Marcelino Akshara menemani adik kembarnya di rumah sakit, bertemulah dia dengan Adinata Andreas, seorang bocah yang masih SMP tapi memiliki perawakan yang tinggi menjulang, bahkan lebih tinggi daripada dirinya. "Kita belum pacaran, Di!" Bukanny...