Akhirnya hari ini datang juga...
Hari dimana Nano dan Mira akan tinggal di rumah Adi selama dua minggu ke depan. Dua minggu penuh cobaan yang akan dilewati oleh Nano.
Setelah turun dari mobil, Adi berjalan duluan diikuti Nano yang mendorong Mira yang duduk di atas kursi roda karena masih belum mampu berjalan sendiri. Barang-barang milik Nano dan Mira yang sudah dikemas rapi dalam dua buah koper sudah dikeluarkan dan dibawa duluan oleh sopir keluarga Adi.
Mereka melangkah di bawah langit siang yang cerah, melewati halaman rumah keluarga Adi yang luas dan hijau itu, menuju mansion indah yang dilihat dari tampilan luar saja tak henti-hentinya membuat Nano dan Mira takjub.
"I-ini rumah kamu keluarga kamu, Di?" tanya Nano setengah terbata karena terkesan dengan mansion milik keluarga Adi yang memiliki dua lantai. Karena jujur saja, Nano belum pernah sekali pun melihat tempat tinggal bak istana dengan mata kepalanya sendiri. Ia hanya pernah lihat yang seperti itu beberapa kali di sinetron-sinetron sore yang sering nongol di layar kaca.
"Yep," jawab Adi sekenanya. Ia tak ingin banyak omong tentang tempat tinggalnya, karena baginya tak ada yang perlu ia sombongkan.
Setelah berjalan memutari kolam air mancur, mereka bertiga tiba di depan pintu utama. Di sana sudah berdiri seorang pria tua berkacamata yang memakai setelan jas hitam dan dasi kupu-kupu.
"Pagi, Den Adi, Den Marcel, Non Mira," sapanya sopan sedikit membungkuk. Nano dan Mira cuma cengar-cengir karena sungkan. Lalu pria tua itu membukakan pintu utama.
"Pak Tris, kamar buat Mira udah disiapin kan?" tanya Adi sambil berjalan masuk, diikuti Nano dan Mira yang berjalan lambat di belakang. Mereka berdua terpukau melihat isi mansion Adi yang amazing. Benar-benar indah, banyak sekali perabotan interior yang dipajang pada setiap dinding dan sudut-sudut ruangan.
"Sudah, Den. Mari, saya antar ke sana," balas pria tua yang dipanggil 'Pak Tris' itu. Nano tak paham apa jabatan Pak Tris di rumah ini. Tapi dengan pakaiannya yang bagus dan ucapaannya yang sopan, mungkin bisa jadi dia adalah kepala asisten rumah tangga.
"Mas, kita beneran mau tinggal disini?" celetuk Mira pada kakak kembarnya pelan setengah berbisik.
"Iya, Mir. Aku tau kok isi pikiranmu. Aku aja juga masih kerasa kayak lagi mimpi. Tapi selama dua minggu ke depan kita emang bener-bener bakal tinggal disini."
"Kok cuma dua minggu sih? Kenapa ga dua tahun sekalian?"
Nano berdecak gemas sambil menoyor kepala adik kembarnya itu dari belakang. Mira cuma nyengir sambil mengelus kepalanya.
"Itu sih mau kamu aja. Dasar!" desis Nano.
Setelah berjalan melewati beberapa lorong dan ruangan yang mirip dengan ruangan lainnya, akhirnya mereka tiba di sebuah kamar yang luas. Dindingnya dicat warna krem polos, dengan jam dinding besar yang letaknya berlawanan dengan letak jendela kamar. Ranjangnya lebar, dengan sprei warna merah muda yang bercorak polkadot putih. di bahkan sisi kiri dan kanannya masih ada space alias tak langsung bertemu dengan dinding atau jendela. Di sudut ruangan sudah ada meja rias kecil lengkap dengam cermin yang berbentuk segi enam. Lihatlah! Bahkan sudah ada televisi LCD! Sepertinya kamar ini memang sudah disiapkan betul-betul.
"Gila! Luas banget!" gumam Mira tanpa sadar, membuat Pak Tris terkekeh geli.
Sekali lagi, kepala gadis itu mendapat pukulan pelan dari kakak kembarnya. "Jangan kayak gitu, ah! Kamu ini!"
"Udah, Cel, ga apa-apa. Sekarang biarin adek kamu istirahat dulu. Biar nanti barang-barangnya Mira biar Pak Tris yang urus," sela Adi menengahi, sedangkan Pak Tris tiba-tiba menyelonong pergi dari ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Let You Go
Teen FictionSaat Marcelino Akshara menemani adik kembarnya di rumah sakit, bertemulah dia dengan Adinata Andreas, seorang bocah yang masih SMP tapi memiliki perawakan yang tinggi menjulang, bahkan lebih tinggi daripada dirinya. "Kita belum pacaran, Di!" Bukanny...