Intro

14K 279 13
                                    

Pak Eka menurunkan para mahasiswa di stasiun kota setelah 5 jam perjalanan. Sebenarnya perjalanannya termasuk cepat hanya saja pak Eka sempat lelah di tengah jalan sehingga beristirahat.

Kondisi para mahasiswa terlihat lega karena berhasil kabur dari desa bejat itu. Kondisi kontol Pandu pun sudah kembali semula. Dia seakan merindukan kontolnya sendiri ketika ukurannya sudah kembali normal. Hanya saja itu membuat Rian kelelahan bahkan sangat mengantuk karena Pandu memaksanya crot 5 kali di perjalanan tanpa henti. Beruntung dia masih kuat berdiri dan menahan kantuknya sekarang.

"Oleng banget muka lu, Yan," ujar Pandu ketika melihat Rian hanya bersandar di tiang stasiun dengan tatapan kosong ke lantai.

"Ini gara-gara lo juga ya, anjir!" balas Rian tanpa mengangkat pandangannya. Ia menutup wajahnya yang mengantuk dengan topi hitamnya serta memakai tutup hoodie dari jaket abu-abunya. Rian hanya ingin segera duduk di kereta lalu tidur.

"Hehe, tapi makasih ya."

"Hmm.." gumam Rian yang tidak ingin mengobrol lagi.

"Ini buat kalian." Pak Eka memberikan sebuah amplop tebal kepada Arga.

Ketua kelompok kkn itu menerima karena penasaran dengan isinya. Saat dibuka itu adalah segepok uang berwarna merah. Matanya seketika membulat. Begitu juga dengan teman-temannya. Rian pun yang tadinya mengantuk pun kaget melihatnya.

"Eh... bapak gak us-"

"Kalian yang gak usah nolak. Itu permintaan maaf dari bapak karena terlambat memberitahu kalian. Saya kira pak Doni dan yang lainnya hanya akan mencari orang desa saja, ternyata kalian pun korban," jelas pak Eka.

"Tapi ini banyak banget, pak." Arga benar-benar tidak memperkirakan mereka akan mendapatkan uang ini.

"Sstt... udah ambil aja. Pakai uangnya buat beli tiket. Bapak tahu perjalanan kalian jauh. Ambil kereta termahal pun sepertinya uang itu masih akan tersisa. Nah gunakan saja untuk jajan kalian nanti. Bapak pulang dulu ya."

Arga pun langsung menyalami pak Eka sebelum pria itu pergi.

"Makasih banyak ya, Pak!" ucap Arga. Teman-temannya itu pun ikut menyalami pak Eka.

"Makasih ya, Pak!" Ucap Nudin

"Maaf udah ngerepotin bapak!" Kata Alvin.

"Kami juga pamit pulang ya, pak." Lirih Rian.

"Hati-hati di jalan, pak!" Ucap Pandu.

"Sehat terus ya, pak!" Ucap Imron.

"Cepetan selesaiin tugas di desa biar bisa pergi dengan tenang, pak!" Kata Ikhsan.

"Ikhsan!" Bentak Imron pelan.

"Apa? Kan bener biar gak diganggu pak Doni." Bantah Ikhsan.

"Tapi gak usah pake kalimat bisa pergi dengan tenang juga, Oneng!" Imron menjitak kepalanya. Ikhsan mengaduh. Semua orang di sekitarnya tertawa kecuali Rian yang hanya tersenyum. Matanya sudah sangat berat.

"Ya udah, kalian juga hati-hati ya di jalan. Tidur aja di kereta biar tahu-tahu udah sampai tujuan."

"Iya pak." Sahut Arga.

Mereka pun berpisah. Pak Eka pergi dengan mobilnya, sedangkan para mahasiswa membeli tiket yang ternyata kereta tersebut sudah ada di peron dan siap berangkat dalam 15 menit ke depan.

Setelah sampai di dalam kereta mereka langsung menyimpan barang-barang mereka dan duduk di kursi kereta. Lagi-lagi hanya Alvin yang sendirian, tapi ia senang karena bisa menguasai 2 kursi sekaligus.

"Curang lu, Vin. Tukeran!" Pinta Ikhsan yang sudah berdiri di sampingnya.

"Mbung!" Alvin menutup satu kursi dengan tasnya sendiri sambil memeletkan lidahnya.

"Anjing! Aww!!" Mulut Ikhsan disentil Imron.

"Mulut lo filter napa! Udah duduk sini!" Imron menarik badan Ikhsan agar duduk di kursinya.

Rian sudah berada di kursi dekat jendela. Kepalanya disenderkan di kaca dan ia menarik kupluk hoodienya agar tertidur. Tapi Pandu di sebelahnya mulai mengganggunya.

"Yan, kayaknya seru kalo main di kere-"

"GAK!" Rian mengambil ranselnya lalu menaruhnya di pangkuan kakinya. Memeluk tas itu seperti bantal. Antisipasi dari kenakalan Pandu.

"Yahh..."

Arga dan Nudin duduk bersebelahan. Arga mengambil makanan ringan dan membukanya. Ia mulai merasa lapar.

"Mau?" tawarnya pada Nudin.

"Suapin hehe," jawab Nudin sambil terkekeh. Arga menggelengkan kepalanya tapi tetap saja menyuapi cemilan itu pada mulut Nudin. Nudin tersenyum senang padanya.

"Ada-ada aja lo," gerutu Arga yang kemudian memakan cemilan itu juga.

Tidak lama terdengar suara peluit panjang. Pertanda kereta diperbolehkan berjalan. Kereta pun mulai melaju. Bersamaan dengan itu, lampu gerbong mati. Rian langsung tertidur satu menit setelahnya, benar-benar mengantuk. Pandu yang bosan hanya menatap pemandangan luar kereta walau tidak duduk di sebelah jendela. Ikhsan dan Imron masih saja berdebat, entah tentang apa. Alvin pun sudah tertidur seperti Rian. Sedangkan Arga dan Nudin masih saja mengemil makanan.

"Ga, mau cemilan yang lain gak?" Bisik Nudin tiba-tiba.

"Hah? Apaan?" Tanya Arga bingung. Nudin mengambil tangan Arga dan menaruhnya di atas gundukan celananya.

"Yang ini."

"Din! Jangan-"

"Plis bantuin..." Nudin melepas jaketnya . Sekilas Arga melihat otot perut Nudin karena kaosnya sedikit ikut terangkat. Nudin menaruh jaketnya di pangkuannya. Sementara retsleting celananya sudah dibuka dibaliknya. Membebaskan kontolnya yang sudah setengah tegang.

Tangan kiri Arga ditarik untuk masuk ke dalam jaket. Menggenggam batang jumbo itu dan diarahkan untuk mengocoknya.

"Jangan sekarang, Din." Arga menarik kembali tangannya.

Nudin pun menaruh kepalanya di bahu Arga. Matanya menatap jaketnya yang kini bergerak-gerak sendiri karena ia menaik turunkan batangnya sendiri.

"Lihat, Ga. Ada ular." Ucap Nudin asal.

"Tolol!" Balas Arga yang kembali memakan makanannya lalu menyuapi Nudin. Nudin terkekeh.

Mereka pun akhirnya menikmati malam di kereta hanya dengan makan cemilan bersama lalu tidur. Nudin membiarkan kontolnya lemas sendiri dibalik jaket tanpa memasukkannya ke dalam celana lagi.

***

Di sisi lain pak Ari baru saja keluar kamar mandi. Ia mandi lagi karena badannya kembali kotor oleh pejuhnya sendiri setelah mengingat lekuk tubuh mahasiswa kkn yang ia kirimkan ke desa Cibudan. Ia membuka lemarinya dengan raut wajah senang.

"Bapak makin gak sabar menunggu kalian kembali."

***

Penakluk Mahasiswa Akhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang