Di Bawah Cahaya Bulan

6.7K 164 6
                                    

"PERGI KAU HANTU!! PERGIIII!!" Teriak pak Ari yang masih ketakutan melihat sosok pak Eka di depannya.

Pak Eka menoleh ke arah Rian dan Arga di belakangnya. "Kalian tunggu disini. Jangan bergerak. Pegang benda itu kuat-kuat."

Arga dan Rian mengangguk. Arga berusaha membenarkan posisi berdirinya dengan tongkat di samping Rian. Sedangkan Rian mengeluarkan sebuah kalung dengan liontin berbentuk permata. Mereka berdua memegangnya. Itu jimat pelindung pemberian pak Eka.

Mata Arga menatap ke arah teman-temannya yang masih berada dalam posisi berdiri tanpa celana. Kontol mereka menggantung lemas. Mata Nudin dan mata Arga bertemu. Nudin hanya tersenyum kecil. Senyuman yang seakan mengatakan, maaf kami gagal.

Sementara itu pak Ari berjalan mundur ketika melihat pak Eka menghampirinya. Wajahnya ketakutan.

"MUNDUR!!" Perintah pak Ari. Tangan-tangan gaib pun menahan pergerakan pak Eka. Namun dengan satu jentikan, semua itu hilang. Pak Ari pun mengeluarkan tuyulnya lagi untuk menyerang pak Eka. Percuma, tuyul itu pun ketakutan bahkan lari mundur lalu menghilang.

"Sia-sia saja kau melakukan itu padaku, Ari." Pak Eka mencengkram kerah pak Ari lalu memukulnya sekali di wajahnya. Membuat pak Ari oleng. Pak Eka pun membawa pak Ari ke dekat Arga dan Rian lalu membantingkannya ke bawah. Membuat pak Ari kesakitan.

"ARGH!!" Punggungnya terasa sangat sakit bahkan untuk bangun pun serasa tak mungkin.

"Lepaskan!" Perintah pak Eka. Lingkaran sihir yang menahan teman-teman Arga pun hilang. Semua remaja itu terkapar di tanah sambil terengah-engah karena lelah. Rian dan Arga langsung berjalan cepat ke arah mereka.

"Kalian kenapa nekat gini sih?!!" Arga menarik tubuh Nudin agar bisa duduk. Ia sudah menyimpan tongkatnya di lantai. Nudin hanya tersenyum. Kepalanya mengelus halus kepala Arga. Seakan berusaha menenangkan walaupun itu terasa tak mungkin.

"Maaf ya kita jadi ngerepotin kalian." Ucap Nudin.

Arga pun menoleh ke pak Tegar. Melihat ayahnya itu tersenyum kecil membuat hati Arga teriris. Ia langsung bangkit dan mendekati ayahnya dan memeluknya.

"AYAHHH!! KENAPA AYAH BISA KETANGKEP JUGAAA?!!!" Tangis Arga. Pak Tegar mengecup kening Arga. Sementara ikatan tangannya sedang dilepas anak semata wayangnya.

"Maafin ayah ya, Ga."

Rian mengepalkan tangannya. Ia sangat ingin memukul pak Ari. Ia menatap teman-temannya yang terlihat lelah dan putus asa karena nasib mereka sekarang. Terutama Chandra yang saat ini sedang menangis dalam pelukan Alvin. Ia tidak bisa menerima ini semua.

"Biar gue yang wakilin kalian semua." Rian berdiri sambil membawa tas ranselnya. Berjalan mendekati pak Ari yang sedang dipukul oleh pak Eka.

"Masih saja kau mengincar anak muda dasar bedebah!" Bentak pak Eka sambil memukul pak Ari.

"Tidak pernah sadar kalau itu perbuatan salah! Bahkan sekarang kau mengunci jalur reproduksi mereka!" Pukulan lainnya menghantam wajah pak Ari.

"Pak Eka, biar saya yang menyelesaikan ini." Rian menepuk pundak pak Eka. Pak Eka menoleh sejenak lalu mengangguk.

"Iya, dia perlu diberi pelajaran oleh kalian." Pak Eka bangkit dan membiarkan Rian mengurusnya.

Pak Ari yang melihat kesempatan itu langsung menggerakan tangannya. Tetapi tangan-tangan gaib itu tidak bisa menyentuh Rian. Ada aura perlindungan dari jimat kalung yang ia kenakan.

"Percuma aja lo, pak Ari!"

Tendangan Rian menghantam pinggang pak Ari. Sangat sakit. Dilanjutkan dengan pukulan ke arah ulu hati, perut, dada, dan muka. Berkali-kali tanpa henti dan tanpa mengurangi kekuatannya. Pak Ari berusaha menahan namun pak Eka memegangi kedua tangannya. Ia benar-benar menjadi samsak pukulan Rian.

Penakluk Mahasiswa Akhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang