Terbongkar

6.1K 188 11
                                    

"Gue gak bisa."

Rian menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. Pandangannya menatap langit-langit. Pandangan kosong. "Padahal gue gak sampai diperah habis. Tapi gue juga gak tahu kapan si bapak ngelakuinnya dan... gue susah ngaceng. Gue pun baru sadar akhir-akhir ini."

Nudin mendekatinya kemudian memeluknya. Ia pernah merasakan posisi ini jadi ia sangat tahu bagaimana rasanya. Diikuti oleh teman-temannya yang juga ikut merangkulnya. Hanya Chandra yang diam dan terharu melihat persahabatan mereka.

"Kalian napa jadi melow gini sih? Hahaha..." Rian memeluk mereka sambil tertawa.

"Gak usah nutupin rasa sakit lo pakai ketawa bisa kan? Kita bakal bantu lo biar sembuh." Ucap Imron.

"Gue tahu sih caranya." Jawab Nudin. Dia pun membisikkan sesuatu ke Rian. Seketika matanya Rian membulat.

"Gak gak gak! Gila amat!" Rian tidak percaya. "Masa gue disuruh ngewe?!"

"HEH!!" Semua rekannya terkejut seketika.

Ucapan itu cukup membuat para pengunjung kafe hingga barista dan pelayan menatap ke meja mereka. Tangan Nudin pun menutup mulut Rian sambil tersenyum seakan meminta maaf atas yang baru saja diomongkan Rian.

"Tuh mulut filter napa?" Ucap Ikhsan.

"Kek lo difilter aja." Sahut Imron. Ikhsan hanya terkekeh.

"Ya habisnya dia nyaraninnya itu. Kaget lah gue." Jawab Rian.

"Tapi... emang beneran ampuh. Nudin bisa lepas dari mantra itu ya dia harus bisa dipaksa keluar." Jelas Pandu.

Rian menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Gimana ya... udah lah nanti aja urusan gue mah. Fokus ke pak Ari lagi aja."

"Gak bis-"

"Udah, gue gak akan terlalu permasalahin ini. Yang penting solusi udah ada. Gue gak mau ada orang lain lagi yang ngalamin nasib kayak gue. Harus dibasmi sampe ke akar yaitu pak Ari." Rian menyuruh teman-temannya duduk lagi ke tempat mereka.

"Beneran?" Tanya Nudin.

"Iya, Nudinn... lanjut aja, kalau udah selesai semua baru."

"Emangnya si Arga gak bakal minta jatah ke lo gitu?" Tanya Ikhsan.

"Orangnya lagi sakit bukannya didoain malah dianggap cabul." Imron menjewer telinga Ikhsan.

"Gak, gue udah bilang gue baru mau kayak gitu asal dia udah sembuh total." Jawab Rian.

Nudin yang mendengar itu hanya tersenyum kecil. Memori kenangannya bersama Arga terulang dan... kebanyakan Nudin lah yang melukai Arga. Perbedaan dengan Rian sangat jelas kalau Rian sangat peduli dengan Arga saat ini walau dirinya sendiri sedang mengalami salah satu titik terberat berat seorang laki-laki. Impoten karena mantra.

"Gimana? Ayo dah lanjut pembahasan. Sampai mana tadi?"

***

Pak Ari mengelus kepala tentara yang kini sedang mengulum kontolnya. Pandangan mata tentara itu sudah kosong seakan pasrah dengan apapun yang terjadi. Kontol coklat miliknya hanya tegang tanpa disentuh sama sekali. Ia hanya bisa berbaring di atas meja tanpa celana lorengnya.

"Kau sangat mudah terpengaruh sihirku sayang. Kontolmu ini sekarang tak akan kumainkan dulu. Lebih baik terus saja mengulum yang benar... ahhh..." pak Ari mendorong pinggulnya sehingga seluruh kontolnya masuk ke mulut tentara. Seketika ia terbatuk karena tersedak kontol jumbo itu.

"Nikmat banget... tapi..." pak Ari menoleh ke arah salah satu orang. Pak Tegar yang kini hanya menatapnya tajam. Mulutnya dilakban dan terus meronta agar dilepaskan.

Penakluk Mahasiswa Akhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang