Mengobati dan Tersakiti

7.6K 190 7
                                    

Imron dan Ikhsan terdiam melihat pak Adhi dalam kondisi telanjang. Begitu juga pak Adhi yang kaget kedua anaknya masuk tiba-tiba serta hanya mengenakan celana pendek. Kontolnya pun terekspos di depan mereka tanpa penghalang apapun.

"Heii... kalian kenapa gak bilang-bilang kalau mau masuk??" Pak Adhi sontak menutup kemaluannya walaupun sebagiannya masih terlihat.

"Eh, itu pak kita pengen ngasih obat dari mamah. Kirain papah belum bangun." Ucap Ikhsan. Dia menaruh obat dan gelas air putih di meja kecil. Sesekali ia melirik ke arah kontol pak Adhi. "Punya papah kok bisa gede banget? Sampe gak muat itu nutupinnya."

"Heh! Udah sana keluar dulu."

"Iya deh iya, ayo bang." Ikhsan menarik keluar abangnya dari kamar kemudian menutup pintu.

Pak Adhi menghembuskan napas lega. Dia pun duduk di kasur dan mengambil obat serta gelasnya. Dia meminum pil itu kemudian meminum air di gelas itu sampai habis. Ia benar-benar haus.

Tiba-tiba ia teringat dengan badan kedua anaknya tadi. Imron dan Ikhsan yang bertelanjang dada memperlihatkan otot perut, dada, dan tangan mereka. Badan pak Adhi terasa panas mengingatnya. Perlahan tangannya mulai menggosok kontolnya sendiri. Dia membayangkan isi dari celana pendek milik mereka masing-masing.

"Ahh... sial, bisa-bisanya aku mikirin itu. Tapi... hmmpphh.." kontol pak Adhi mulai mengembang. Padahal dari hari-hari sebelumnya dia tidak bisa melakukannya. Kontolnya mulai setengah ngaceng.

Sementara itu diluar kamar, Imron dan Ikhsan masih mengintip pak Adhi dari celah pintu yang terbuka. Ikhsan bahkan sudah menggosokkan tangannya ke kemaluan miliknya sendiri. Ia sepertinya terangsang dengan bapaknya sendiri. Aneh emang.

Imron menarik Ikhsan agar berhenti mengintip. Ia membawa Ikhsan agak jauh dari kamar agar suara mereka tak terdengar pak Adhi.

"Abang gak bisa, dek." Ucap Imron.

"Yah... tadi katanya setuju kita main sama papah." Ikhsan memelas.

"Tapi abang gak mau. Lubang adek cuma buat abang seorang. Gak boleh sama yang lain." Imron memeluk Ikhsan erat. "Pokoknya gak boleh dimasukin bahkan sama punya papah sekalipun."

"Yah abang mah..." Ikhsan agak kecewa tapi bagaimana lagi, ia pun tidak mau membuat abangnya sendiri cemburu sama papahnya. Tiba-tiba terlintas pikiran lainnya.

"Ya udah kalau gitu gini aja, bang." Ikhsan mendekatkan bibirnya ke telinga Imron. "Kita yang masukin ke lubang papah."

"Hah?!" Imron kaget dengan ucapan itu. "Ka-kamu serius sama itu?" Agak tidak percaya ucapan itu dari Ikhsan.

"Gimana bang? Kan titit aku juga gak kecil jadi bisa kali gesek-gesek sama punya abang ini." Tangan Ikhsan mengelus gundukan celana Imron yang sudah menggunung keras. "Ih abang ngaceng ternyata."

"Hush kamu ini!"

"Gimana bang? Mau coba gak?"

"Kasian papah atuh."

"Tapi abang mau nyoba kan? Selain aku suka digenjot abang aku juga bisa genjot papah." Ucapan dari mulut Ikhsan ceplas-ceplos tanpa difilter.

Imron diam sejenak. Berpikir. "Asal lubang kamu cuma buat abang. Boleh deh."

Ikhsan tersenyum senang. "Makasih abang. Cium dulu sini. Muahh." Ikhsan mencium pipi abangnya kemudian menariknya mendekat lagi ke kamar. Mengintip kembali.

Terlihat pak Adhi masih mengocok kontolnya. Wajahnya menengadah ke langit-langit sementara tangannya terus bekerja naik turun di kontol jumbonya.

"Sial... ahhh... kenapa anak-anakku terlalu menggodahhh... ngghhhh..."

Penakluk Mahasiswa Akhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang