She's cheer captain, and I'm on the bleachers. Dengan suara seadanya, tidak bagus dan tidak buruk juga, gue menyanyi begitu bahagia dan menghayati setiap lirik yang terucap sampai notifikasi ponsel gue berbunyi. Dari semua kontak yang ada hanya ada satu nada dering khusus, pak Bambang dosen yang kami juluki killer.
Selamat malam Melody, bapak mau menyampaikan kalau besok tidak ada kelas, hanya tugas saja yang dikumpulkan. Besok ada rapat bersama ketua prodi jadi pukul 12.00 tugas sudah ada di meja. Tanpa terkecuali. Pesan yang begitu menggembirakan.
Hore, teriak gue penuh semangat, melompat girang.
Gue lanjutlah konser tunggal di kamar sambil mengetik informasi yang sangat menggembirakan ini. Selamat malam teman-teman, gue baru dapat kabar dari pak Bambang kalau, pesan singkat yang tidak lengkap ini terkirim di grup kelas.
Mama mengetok pintu kamar, ini alasan gue mengirim infomasi yang belum lengkap.
"Melody," panggil mama menggetok pintu kamar. Ini alasan gue mengirim pesan itu secara terburu-buru.
"Iya, Ma?"
Mama membawakan susu cokelat hangat, kesukaan gue. "Ma, makasih. Melody bisa kok buat sendiri," gue mengambil gelas dari tangan mama.
"Kamu bisa tapi rasanya pasti berbeda." Mama menyentuh hidung gue dengan jari telunjuknya. "Sudah sana minum, cuci muka, sikat gigi, dan tidur, oke? Mama turun dulu," ucap mama mengecup jidat, pipi kiri dan kanan gue.
Melody sialan, di mana lo? Pak Bambang bilang apa?, ada kuis?, Melody gue kesel banget!, woi Melody kalau lo ngasih info jangan nanggung, Melody gue jambak lo, Gue baca nama pak Bambang aja udah ketar-ketir, Melodyyyyy muncul nggak lo.
Gue tertawa terbahak-bahak membaca isi grup. Bukan maksud buat penasaran tapi apa yang gue ketik memang belum selesai lalu terkirim. Besok pak Bambang tidak masuk kelas sebagai ganti presensi, tugas yang harusnya dikumpulkan minggu depan jadi besok. Gue tunggu di kampus paling telat jam 10.00. Sesuai dugaan gue setelah menjelaskan di grup, semuanya senang. Hore, kata itu yang paling banyak.
Hal yang paling lucu lagi, seisi grup serentak mengirimkan tugasnya malam ini ke rumah, menggunakan ojek online maupun yang mengantarnya sendiri. Dua jam lebih ponsel gue berdering dalam selang waktu beberapa menit, mbak saya sudah di titik pengantaran, mbak rumahnya warna apa?, mbak, saya taruh di kursi.
"Tolong taruh saja di kursi depan rumah pak, komplek A no.7, rumah berwarna cream." Gue jawab saja lengkap walaupun pertanyaannya cuman satu.
Satu, dua, tiga, dan dua puluh enam, di grup kelas ada dua puluh tujuh mahasiswa yang artinya satu orang lagi belum mengirimkan tugasnya. Gue coba mencocokkan dengan anggota dalam grup dan akhirnya ketemu, no name dengan profil hitam. Siapa dia? Tanpa pikir panjang lagi, akhirnya gue chat personal, takutnya no name ini bukan tipikal orang yang suka memperhatikan grup kelas. Kan, bisa gawat, yang kena omelan pak Bambang pasti gue.
Halo ini gue Melody, ketua kelas pak Bambang. gue cuman mau ingetin kalau besok paling telat jam 10.00 tugas harus dikumpulkan ke gue, terima kasih. Wahai manusia yang ada di dunia, di mana letak kesalahan kalimat gue ini?
"Lo nggak usah pusing." Gue baca dengan suara pelan namun begitu kesal.
"Yah gue cuman mau infoin aja, takutnya lo nggak lihat grup. Kalau pak Bambang nggak bilang ke gue semua mahasiswa harus kumpul, yah gue juga bodoh amat!" Saking kesalnya gue mengetik sambil komat-kamit. Makhluk apa ini? Di kasih hati malah minta jantung.
Apa? Teriak gue membanting ponsel ke tempat tidur. Perempuan nggak tahu diri? Kesabaran gue setipis tisu dibagi empat. Gue berasa sedang menghadapi manusia aneh dari planet lain. Harusnya dia bersyukur ada yang mengingatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You
RomanceKeputusan konyol yang berdampak panjang, seandainya, coba saja malam itu Melody menurunkan egonya. Sesalnya begitu dalam. Sekarang ia menyalahkan diri sendiri atas semua hal buruk yang terjadi. "Lo salah satu penyabab mama gue meninggal!" bentak M...