Tangisan yang terdengar begitu menjerit berharap ada keajaiban yang akan membuat tangisnya menjadi bahagia, sepertinya akan menjadi tempat kesukaan gue. Ada banyak orang yang sering berkunjung setiap harinya, senyum mereka begitu indah begitu dengan mata yang sembab. Rumah baru, gue lebih suka dengan menyebut seperti ini dibandingkan kuburan.
Gue iri melihat keluarga kecil yang melayat, mereka saling menguatkan, memeluk, dan mengusap air mata satu sama lain sampai berfoto dengan senyum termanis mereka. Sedangkan gue cuman sendiri, mengusap air mata sendiri, tersenyum? Ya, tentu saja tapi dengan air mata yang terus mengalir. Seandainya mama bisa hidup kembali, harap gue menatap mereka lalu beranjak ke rumah baru mama.
Di depan rumah baru mama.
"Papa?" panggil gue. Papa menoleh. Gue tidak tahu kenapa dan alasan apa yang membawa papa ke tempat ini, waktu pemakaman mama saja ia tidak hadir. "Ngapain ke sini?" tanya gue judes.
"Mau minta petunjuk di mana harta mama kamu," papa tertawa, raut wajahnya tampak ada penyesalan-buktinya ada air mata di ujung matanya, sangat jelas.
"Gila!"
"Beruntung papa bertemu kamu, jadi papa tidak perlu lama-lama di sini hanya minta petunjuk kepada orang yang tidak berguna." Lagi-lagi gue salah besar. Penyesalan? Kosa kata itu tidak ada di dalam otak papa.
Gue tidak membalas apa yang dikatakan papa, tidak penting.
"Bagaimana dengan sugar daddy mu? Sepertinya kalian bersenang-senang, berapa banyak uang yang diberikan? Bisakah berbagi dengan papa mu ini?" ucap papa menggoyangkan badannya, mengolok.
"Apa? Jangan pernah mengatakan hal yang nggak benar, pengecut," teriak gue dengan mata yang berkaca-kaca.
"Tidak usah sok suci! Sudah berapa banyak laki-laki tidur bersama mu? Jujur saja, mama mu sudah tidak ada." Papa tertawa terbahak-bahak memegang perutnya.
Gue jambak rambutnya, "Dasar sialan!" teriak gue. "Kalau bukan karena lo mama gue nggak bakalan meninggal! Semua ini karena lo, bajingan." Sekuat tenaga gue memukul, memaki papa. "Lo nggak pantas datang ke sini, pergi." Gue berteriak, kesal!
"Dasar perempuan murahan," teriak papa mendorong gue.
Dorongan yang keras membuat gue terjatuh, tangan gue yang menahan badan terkena batu kecil tajam. Gue mengeluh pelan, menahan rasa sakitnya.
"Kamu pikir bisa melawan papa? Kamu pikir ini semua berakhir? Ini adalah awal penderitaan mu, Nak. Tanpa uang kamu bisa hidup berapa lama? Papa akan ambil semua harta mama," ucapnya tegas memegang rahang gue.
"Coba saja kalau bisa, dasar pecundang!" gue balas dengan menghempaskan tangan papa. "Lo tuh pecundang, camkan itu." Gue tatap papa walaupun gue takut.
Posisi gue yang masih duduk di tanah, kesempatan yang sangat bagus untuk papa menindas gue. Menjambak rambut, menginjak kaki gue tanpa ampun. Gue hanya bisa berteriak. Sakit sekali.
"Dasar perampok." Penderitaan gue akhirnya berakhir, teriakan yang gue kenal itu menendang papa sampai terjatuh.
"Oh waktu yang sangat tepat." Papa bangkit berdiri. "Kamu masih ada utang sama saya, cepat lunasi atau perempuan murahan ini akan berakhir seperti mamanya," ujar papa mengelus pipi menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh gue.
"Don't touch my girlfriend." Joel menghempaskan tangan papa.
Papa tertawa mendengar Joel mengatakan itu, dan gue entahlah bagaimana. Perasaan mau marah, menolak apa yang dikatakannya tapi waktunya tidak tepat. "Cepat berikan sebelum perempuan pemuas ini berakhir seperti orang yang ada di dalam," ujar papa menunjuk rumah baru mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You
RomanceKeputusan konyol yang berdampak panjang, seandainya, coba saja malam itu Melody menurunkan egonya. Sesalnya begitu dalam. Sekarang ia menyalahkan diri sendiri atas semua hal buruk yang terjadi. "Lo salah satu penyabab mama gue meninggal!" bentak M...