Terbaring di kasur rumah sakit selama tiga hari, yang gue tahu cuman keluarga dan Joana yang merawat gue. Siapa yang gue harap? Papa? Tidak mungkin. Tapi pagi ini gue terkejut melihat sosok laki-laki yang gue benci tidur dengan posisi setengah badan duduk dan kepalanya di ranjang gue. Siapa yang mengizinkannya masuk? Yang jelas bukan Joana.
"Ana," panggil gue yang membuatnya terbangun.
"Hei, udah enakkan?" Joel mengusap matanya.
"Telat banget si bangunnya," ucap Joana muncul dari balik pintu membawa kertas. "Oh, tiap malam memang Joel yang jagaain lo," jelasnya tanpa gue tanya.
Sebelum gue tidur orang yang gue lihat adalah Joana kalau bukan keluarga gue, itu saja. Bangun tidur juga seperti itu.
"Joel lo cuci muka aja dulu terus sarapan, hari ini Melody udah bisa pulang."
Gue menatap Joana, "Apa yang terjadi?"
"Keadaan yang buat jadi gini. Biar lo aman juga. Joel yang menawarkan diri untuk jaga lo. Dan yang bawa lo ke rumah sakit dengan panik, dia juga."
"Tapi..," ucap gue yang dihentikan oleh Joana.
"Sudah, Joel juga nggak ada masalah. Gue izinin dia untuk keamanan lo aja," jelas Joana meyakinkan gue.
Apapun yang direncanakan Joel, baik atau buruk gue tidak mau terlibat dengannya lagi. "Ana, tolong suruh Joel pulang aja."
"Biar gue yang antar Melody pulang." Joel meminta izin pada Joana setelah kembali dari kamar mandi. Mata gue melotot. Sepertinya dia mendengar apa yang gue bilang.
"Maaf om, saya Joel temanya Melody," sapanya terkejut melihat seseorang selain Joana.
Gue pikir Joel memiliki kepribadian ganda, bisa jadi jahat dan baik dalam waktu yang tidak diketahui. Sekarang dia sedang dalam pribadi yang baik. Dan membantu gue turun dari tempat tidur rumah sakit. "Melody biar saya saja yang antar pulang, kalau ada sesuatu yang terjadi saya akan bertanggung jawab. Rumah dan orang tua saya bisa ditanyakan sama Joana om," ucapnya minta izin pada om gue, kakak tertua mama.
Om gue cuman mengangguk menatap wajah serius dari Joel.
"Joana, semuanya udah beres?"
"Sudah om."
"Jam berapa kamu berangkat ke bandara?"
"Jam 12.00 om."
Seberapa banyak yang gue lewatkan? Gue tidak berhibernasi cuman beristirahat selama tiga hari, gue bangun makan, minum, sikat gigi, cuci muka, tidur, bercerita bersama orang yang merawat gue, Joana atau om dan tante tapi tidak sekalipun Joana mengatakan hal ini ke gue.
"Lo mau ke mana? Kok nggak ngomong," kesal gue.
"Biasa lah, Singapore," ucapnya memainkan kedua alisnya.
"Ah terserah," jawab gue singkat, kesal.
Di sepanjang perjalanan menujuh mobil, Joel selalu berdiri di sisi gue, begitu dekat. "Eh hati-hati turunnya." Joel membantu gue keluar dari lift. "Biar gue bantu." Terserahlah dengan apa yang terjadi, tenaga gue belum kembali sepenuhnya untuk menolak dan berdebat dengan Joel. "Masih pusing?" Gue tidak akan menjawab pertanyaannya, gue tetap benci.
"Lo duduk di sini dulu, biar gue yang ambil mobil di parkiran," pinta Joel menarik kursi dari meja satpam.
Semua mata tertuju ke gue, om, tante yang ternyata menunggu di lobby rumah sakit menatap gue tajam. Siapa dia? Pertanyaan ini terlontar dari kakak mama gue. Jelas saja kejadian ini menjadi teka-teki besar bagi mereka dan gue sendiri. Gue menyipitkan mata, "Nggak ada hubungan apa-apa dengan Joel," jelas gue menatap Joana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You
RomanceKeputusan konyol yang berdampak panjang, seandainya, coba saja malam itu Melody menurunkan egonya. Sesalnya begitu dalam. Sekarang ia menyalahkan diri sendiri atas semua hal buruk yang terjadi. "Lo salah satu penyabab mama gue meninggal!" bentak M...