BAB 9-JOEL

21 3 0
                                    

Semakin hari semakin banyak roh dalam diri gue, roh kepedulian, tanggung jawab, dan sekarang roh detektif Conan. Di mana letak kesalahan gue? Kematian sudah ditakdirkan oleh yang Maha Kuasa. Dan kenapa gue harus memikirkan hal yang tidak benar. Gue berteriak sepuasnya mengacak-acak rambut.

"Kenapa gue terlibat!" Lemari yang tidak bersalah pun jadi sasaran amukan gue.

Lo penyebab kematian nyokap gue, ucapan Melody ini membuat tidur gue terganggu. Selalu saja terbangun tepat pukul 3 subuh, jantung gue berdetak kencang, dan selalu terbayang wajah Melody yang sedang menangis. Waktu itu waktu meninggal mama Melody.

"Gue harus menyelesaikan masalah ini." Gue memutuskan ke rumah Melody walaupun tidak bertemu setidaknya gue harus pastikan dia baik-baik saja. Itu yang akan gue lakukan sama seperti malam-malam kemarin.

Gue menuju rumah Melody.

Keuntungan berkelana di malam hari yaitu jalan yang tidak ada hambatan, kurang lebih tiga puluh menit gue tiba di kediaman Melody. Seperti biasa gue hanya bertemu dengan satpam rumah. Wajahnya tampak ramah, selalu tersenyum, dengan badan yang berotot.

"Pak, Melody udah ada di rumah?" tanya gue.

"Ada mas, mau saya sampaikan kalau ada tamu?" jawaban yang selalu gue dengar setiap kali bertanya. Mungkin karena pertanyaan gue juga sama.

"Di dalam ada siapa saja, Pak?"

"Cuman kami bertiga mas," jawabnya menunduk.

"Kalau papanya Melody sering pulang?" pertanyaan baru dari gue.

"Sudah satu minggu sejak ibu meninggal, hanya ada kami bertiga."

Gue mendengar itu merasa lega, tenang, dan Melody aman. "Terima kasih pak," ucap gue sebelum pamit. "Pak, tolong nggak usah bilang ke Melody kalau saya berkunjung," lanjut gue memutar balik badan. "Eh pak, simpan nomor saya. Kalau ada sesuatu yang terjadi bisa langsung hubungi." Gue memang sudah gila.

"Baik mas Joel." Tentu saja pak satpam sudah tahu nama gue. Setiap malam datang menanyakan tentang Melody.

Kali ini gue benar pergi, bukan pulang ke rumah melainkan menuju rumah sakit-rencana dadakan yang terlintas di benak gue. Setidaknya gue harus tahu apa penyebab kematian mama Melody. Tunggu dulu! Kenapa gue tidak menanyakan hal ini ke pak satpam. Joel tolol, bego, gue memutar balik mobil ke rumah Melody lagi. Syukur belum jauh.

Harapan gue semoga pak satpam masih ada di gerbang. Jaraknya sangat dekat dan gue bernapas lega setelah melihatnya masih stand by dibalik pagar, duduk mengisap rokok. Mobil tetap menyala.

Gue turun dari mobil.

"Pak, saya lupa satu. Dan hal ini sangat penting," ucap gue dengan terburu-buru dan tanpa basa-basi.

"Maaf mas bilang apa?"

"Saya lupa satu hal penting yang harus saya tanyakan," gue mengatakannya sekali lagi dengan tempo yang lambat. "Mama Melody meninggal karena apa?" tanya gue hati-hati.

"Oh itu toh mas. Serangan jantung." Caranya menjawab begitu santai tapi tidak dengan matanya, berbinar-binar- menahan tangis.

Kedua sudut bibir gue melengkung, "Terima kasih pak," ucap gue dan menuju ke mobil lalu pergi meninggalkan kediaman Melody. Mendengar jawaban dari pak satpam membuat gue begitu bahagia. Namun tidak berlangsung lama, ucapan Melody yang menganggap gue penyebab kematian itu membuyarkan semuanya.

Serangan jantung, kapan saja bisa menjadi ancaman serius jadi hal ini memang bukan kesalahan gue. Berkali-kali gue ucapkan dalam perjalanan pulang ke rumah. Sekaligus gue meyakinkan diri bahwa memang benar bukan gue penyebabnya. Lega.

Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang