Kejadian yang harus disyukuri karena Melody semakin dekat dengan gue walaupun hal itu membuatnya takut dan terluka. Tentang Rana, rasa kecewa, sedih, dan marah gue perlahan-lahan hilang. Pikiran gue semuanya tersita oleh perempuan gila, yang membenci gue lalu meminta gue berada di sampingnya. Mungkin ini yang seharusnya disyukuri.
Sekarang gue di depan rumah Melody, "Pak Help, mana Melody?" Sepertinya ia sudah terbiasa dengan nama panggilan dari gue.
"Eh mas pacar, neng Melody masih di dalam. Turun dulu aja."
"Bukan pacar, Pak."
"Calon." Terserah pak Help saja.
Gue turun dari mobil, merenggangkan badan. Tiba-tiba ada mobil di samping gue. Membuka jendela, "Ngapain lo di sini?" Bentak Joana. Gue meliriknya tanpa menjawab. "Gue tanya lo ngapain ke sini?" tanyanya lagi. Gue masih diam. Joana turun dari mobil lalu mendorong gue, "Lo nggak bisa ngomong?"
"Eh neng Joana, sabar, tenang, jangan berteriak takut tetangga dengar." Pak Help menarik pelan Joana.
Joana melotot ke gue, "Lo ngapain ke sini?"
"Jemput Melody." Joana terdiam. Gue tertawa dalam hati.
"Jemput?" tanyanya mengangkat satu alis.
Gue mendekat, memegang kedua lengan Joana, "Teman lo bakalan gue jagain," gue sedikit meledek. Joana mendorong gue.
"Awas aja lo macam-macam."
Gue tertawa, "Nggak kok, aman. Lo sih kelamaan di Singapore."
"Apa yang gue lewatkan?" Joana bertanya dengan suara pelan.
"Papa Melody ngamuk," singkat gue. Tapi melihat ekspresi Joana yang sangat terkejut sepertinya ia belum tahu. Pelan-pelan gue jelaskan ke Joana tentang semua hal yang terjadi. Gue pikir Melody sudah menceritakannya.
"Nggak ada yang gue tambah bahkan kurangi semua kejadian yang terjadi." Gue bersumpah.
"Serius? Lo nggak ngarang, Kan?"
"Kalau lo nggak percaya boleh tanya ke Pak Help, bibi atau Melody langsung," ujar gue menunjuk pak Help.
"Tapi Melody aman, kan?"
"Itu neng Melody sudah siap," kata pak Help yang membuat gue tidak menjawab pertanyaan Joana lagi.
Joana berlari, ia begitu khawatir. Memutar badan dan memegang kedua pipi Melody. Mulutnya komat-kamit, entah apa yang sedang ia tanyakan. Lalu ia memeluk erat. Gue yang melihatnya di luar pagar hanya bisa tersenyum.
Joana melihat gue sinis. "Joel lo pulang aja, biar Melody sama gue," pinta Joana menggenggam tangan Melody.
"Eh nggak apa kok, kita berangkat sama Joel aja, nanti malam lo nginap di rumah aja," kata Melody tersenyum. "Nanti gue cerita."
"Nggak usah, gue udah jelasin ke Joana juga kok." Gue menimbrung.
"Yah suka-suka gue lah, mau nginap atau nggak!"
Kadang baik, kadang judes, kadang galak, itulah dia Joana. Gue mengelus rambut Melody, "Gimana tidurnya? Nyenyak?"
"Heeeeeee? Apa ini?" Joana terkejut dengan perlakuan gue ke Melody. "Kalian pacaran?"
"Nggak," jawab gue serentak dengan Melody.
"Terus apa itu tadi?"
"Roh kepedulian gue." Canda gue.
Joana yang enggan naik ke mobil gue akhirnya luluh juga. Kami bertiga berangkat ke kampus walaupun hari ini gue tidak ada jadwal kelas pagi tapi demi Melody begitulah. Suasana di mobil hening, ini bukan kali pertama gue bersama mereka tapi ada sesuatu yang mencekam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You
RomanceKeputusan konyol yang berdampak panjang, seandainya, coba saja malam itu Melody menurunkan egonya. Sesalnya begitu dalam. Sekarang ia menyalahkan diri sendiri atas semua hal buruk yang terjadi. "Lo salah satu penyabab mama gue meninggal!" bentak M...