Aluna yang sedari tadi mencari keberadaan sang kekasih masih belum menemukan. Nomernya telah ia hubungi namun, tak diangkat oleh Kevin yang membuatnya mencak-mencak tak jelas.
"Kemana sih Kevin, dihubungin susah banget. Katanya mau janjian di kantin, ini udah mau bel masuk belum ada batang hidungnya" kesal Aluna yang terus berjalan menyusuri lorong sekolah.
Tanpa sadar, langkahan kakinya menuju ke perpustakaan. Saat ingin berbalik, Aluna melihat sepatu yang sangat ia kenali. Itu sepatu Kevin, kekasihnya. Tapi di sebelah sepatu Kevin seperti sepatu mantan sahabatnya.
"Mereka berduaan di perpustakaan?" dengan emosi, Aluna memasuki perpustakaan yang kebetulan penjaganya sedang tidak ada.
Mencari keberadaan mereka, yang akhirnya menemukan mereka yang sedang duduk bersebelahan dengan Kevin yang terus berbicara. Melihat itu, membuat hati Aluna semakin panas. Dengan tidak berperasaan Aluna menjambak rambut Lica dari belakang.
"BENER-BENER NGGAK TAU DIRI YA LO!! KEVIN ITU PACAR GUE, LO MAU NGEREBUT DIA? APA NGGAK CUKUP LO DEKETIN ABRA SAMA ALASKA HAH?!?" mendapat serangan tiba-tiba dari Aluna, membuat Lica hanya mampu menahan sakit.
Kevin pun mencoba melerai Aluna yang terus menjambak rambut Lica "udahh yang, aku bisa jelasin"
"JELASIN APA HAH? KAMU PASTI DIGODAINKAN SAMA CEWE SOK LUGU INI!"
"Ss-sakit Na, lepasin" rintihan Lica tak membuat Aluna melepaskan jambakannya justru ia semakin keras menjambaknya.
"INI NGGAK SEBERAPA SAKITNYA, DIBANDINGIN SAMA HATI GUE!"
"ALUNA, LEPASIN!!" bentakan dari Kevin membuat jambakan Aluna terlepas.
Mendapat kesempatan, Lica segera menjauhkan dirinya dari Aluna.
"Kamu bahkan berani ngebentak aku Vin demi bela cewek naif kayak dia?"
"Daritadi Vin, aku nungguin janji kamu yang katanya ketemuan di kantin. Aku hubungin kamu tapi, nggak kamu angkat. Aku khawatirin kamu Vin, taunya kamu malah enak-enakan selingkuh sama cewek naif itu. Tega kamu Vin!" tangisan Aluna luruh begitu saja bahkan sampai dirinya sesegukan.
Kevin langsung menghampiri dan memeluk Aluna untuk menenangkannya, ia memang salah, ia benar-benar lupa jika memiliki janji dengan kekasihnya. Berduaan dengan Lica membuatnya lupa akan waktu.
Lica yang melihat sepasang kekasih itu berpelukan, memilih pergi untuk menjauh. Ia terus berlari ke arah kamar mandi perempuan. Tubuhnya ia sandarkan pada tembok dingin kamar mandi, tubuhnya merosot ke bawah seiring dengan tangisan yang ia tahan meluncur semakin deras.
Sakit! Setiap ucapan yang dilontarkan Aluna sangat menyakitkan bagi hatinya. Ia tak pernah memiliki pikiran untuk merebut Kevin dari mantan sahabatnya, sama sekali tak pernah terpikirkan.
"K-kenapa hiks sekarang kamu hiks ja-jadi jahat Na?" Lica terus menahan isakannya agar tak didengar oleh siapapun.
Kurang lebih 20 menit ia menghabiskan air matanya kini matanya menjadi bengkak dengan hidung yang merah. Lica yang melihat penampilannya sangat kacau langsung membasuh wajahnya. Kemudian ia memilih untuk pergi ke uks guna mengistirahatkan tubuhnya sejenak.
Dari sudut lorong terdapat seseorang yang sedang melaporkan kejadian ini kepada tuan mudanya 'lapor tuan, nona Lica baru saja keluar dari kamar mandi dengan mata yang sembab dan hidung yang merah kini dia menuju ke uks'
'laporkan segala kegiatannya padaku jangan ada yang terlewat sejengkal pun'
'baik tuan'
Setelah melaporkan itu, seseorang dengan pakaian seperti bapak kebon kembali mengikuti Lica.
Sementara di lain tempat, ruangan yang gelap dengan aura menakutkan kian menyeruak. Tangannya senantiasa mengepal mendengar laporan dari anak buahnya. Gadisnya dibuat terluka oleh perempuan tak tau diri itu.
'Tunggu pembalasanku Aluna, Kevin!'
°°°
Abra yang habis dari kelas Lica berlarian sambil membawa tas Lica menuju ke uks. Bel pulang telah berbunyi membuat keadaan lorong ramai dengan para murid.
Setelah berhasil menerobos ramainya jalan, kaki Abra telah sampai di depan pintu UKS. Ia membuka pintu tersebut perlahan yang menampilkan seorang siswi yang sedang tertidur pulas.
"Matanya bengkak, pasti habis nangis" setelah meneliti tiap inci tubuhnya, Abra mendapati mata Lica yang sembab.
Tak berniat untuk membangunkannya, Abra memilih untuk duduk di sebelah brankar yang Lica tempati. Dengkuran halus dari Lica membuat Abra tertawa kecil, ia pun mengambil potret Lica yang tertidur pulas.
"Lucu banget kalau lagi tidur"
Sangat lama Lica membuka matanya, tepat pukul 17.00 barulah kesadaran Lica mulai terkumpul. Netranya terbuka perlahan, dirinya kaget saat mendapati Abra yang sedang bermain game di sebelahnya.
"Sekarang jam berapa?" tanyanya dengan suara khas orang bangun tidur.
Mendengar pertanyaan dari gadis yang ia tunggu dari alam mimpinya, Abra langsung mengakhiri permainan gamenya.
"Jam 5" jawabnya setelah melihat jam di handphonenya.
"Hah? Jam 5?" reflek Lica langsung mendudukkan dirinya sambil membatin 'lama banget aku tidurnya'
Abra yang melihat ekspresi terkejut Lica, mengacak pelan rambut halus Lica "mau pulang?"
Mendengar pertanyaan itu, Lica langsung mengangguk "mau, ayok"
Mereka pun keluar bersama dari uks menuju parkiran. Sepi. Itu yang dilihat Lica di parkiran sekolah. Tak heran, ini saja sudah jam 5 sore mereka sudah pulang 2 jam yang lalu sedangkan yang ekstra setengah jam yang lalu baru pulang.
Dengan nyawa yang belum cukup terkumpul, Lica hanya menyetujui tawaran Abra untuk mengantarnya pulang. Lagian ini juga sudah mulai malam, takutnya ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Selama di perjalanan, sapuan angin yang membelai wajahnya mengingatkan Lica pada suatu momen yang membuatnya terkagum dengan tempat yang disuguhkan oleh orang itu. Hati kecilnya merindukan sosok tersebut dengan segala kerandomannya dalam setiap kata.
"Kak Alas lagi ngapain ya?" monolognya pelan namun, sayangnya indera pendengaran Abra cukup tajam.
Hatinya bertanya-tanya dirinya tak salah dengarkan jika Lica menanyakan Alaska?
'Apa dia udah berhasil lebih dulu meluluhkan hati kamu Ca?' batin Abra terus bertanya sendiri.
Siapa yang rindu juga sama Alaska? Acungkan jempol kaki!!
🦶🦶