pemakaman (end)

91 4 0
                                    

08.00 WIB

Cuaca pagi hari ini tidak cerah dan tidak mendung, diantara tengah-tengah dengan suasana syahdu. Sirine ambulan bergema di sebuah pemakaman kota diikuti dengan berjajar motor dan mobil dibelakangnya.

Setelah sampai di tempat pemakaman, jenazah digotong oleh sebagian anggota keluarga dan warga menuju ke liang lahat. Jenazah mulai diturunkan lalu tanah coklat mulai dijatuhkan untuk menutupi.

"Li-Lica hiks kenapa secepat ini?" jatuhnya tanah coklat diiringi dengan suara tangis dari manusia yang menyaksikan.

Kepala sekolah, guru, karyawan, serta teman-teman sekolah dari SMA Pancasila masih belum bergeming dari tempatnya. Mereka masih merasakan suasana hati masing-masing.

"Gue belum sempet minta maaf ke Lica yang udah nuduh dia yang enggak-enggak" penyesalan memang selalu datang belakangan namun, percuma jika penyesalan itu hanya disesali dengan perasaan yang mendalam tanpa mengambil sebuah pelajaran.

Tanah coklat telah menutupi jenazah dengan sempurna yang kini menjadi sebuah gundukan yang mulai ditaburi bunga dari manusia yang menyaksikan dengan segala kepiluan.

"Saya sebagai kepala sekolah mewakili seluruh warga SMA Pancasila mengucapkan turut berduka cita sedalam-dalamnya serta kami meminta maaf jika ada kesalahan yang kami perbuat secara sengaja ataupun tidak disengaja. Dan saya sebagai penanggungjawab SMA Pancasila berjanji akan menyelesaikan kasus ini hingga pelaku mendapat hukuman yang setimpal" ucap kepala sekolah yang menjabat tangan Bagaskara dengan segala perasaan yang bercampur.

Bagaskara mengangguk, ia hanya bisa berharap apa yang dijanjikan kepala sekolah dapat dibuktikan segera "saya sebagai perwakilan keluarga dari almarhumah hanya bisa berdoa semoga almarhumah sudah memaafkan segala kesalahan siapa saja yang membuat hatinya sakit. Dan saya tentu berharap banyak dengan janji yang anda ucapkan"

Kepala sekolah, guru serta murid lainnya pun mulai pulang satu per satu. Namun, tak mengurangi suara isak tangis yang masih terdengar di penjuru pemakaman. Dewi senantiasa memeluk tanah kubur dengan taburan bunga. Tangisnya terus berderai hingga matanya semakin menyipit dan membengkak.

"C-ca, hiks k-kenapa kamu pergi? Hiks ka-kamu jahat Ca, ka-kalau aku hiks kangen kamu gi-gimana meluknya?" tangisan serta lontaran kata terus bergema di pemakaman ini.

Awan seakan ikut merasakan kesedihan yang mendera, langit berubah menjadi gelap gulita yang diakhiri dengan tetes demi tetes yang mulai membasahi bumi. Bagaskara dan Amelia memilih untuk bergegas masuk mobil karena hujan yang semakin deras, begitupun dengan Abra yang membawa Dewi ke pelukannya untuk dibawa juga ke dalam mobil.

Tinggal seorang diri yang terus berdiri tegap dilengkapi kacamata hitam yang bertengger manis di hidung mancungnya. Tubuhnya telah basah dengan air hujan, perlahan kakinya melangkah mendekati gundukan tanah dengan taburan bunga di atasnya.

Bugh

Tubuhnya meluruh dengan berlutut, pertahanan yang ia jaga sedari tadi kini luruh. Air mata ikut mengalir dengan samaran air mata bumi. Kacamata yang bertengger manis, ia letakkan di sampingnya. Pakaian yang telah basah kuyup menjadi kotor saat ia memeluk erat gundukan tanah tersebut.

"A-aku nggak b-bisa Ca, aku hiks ng-nggak sekuat itu, aku kangen kamu hiks, aku pengen peluk kamu, a-aku hiks"

Alaska, lelaki yang sedari tadi berusaha tegar ditengah badai menerpa. Nyatanya tubuh tegap ini tak sekuat benteng yang kokoh. Dirinya bahkan mudah hancur, bahkan sangat hancur ketika dunianya, impiannya serta kehidupannya meninggalkannya seorang diri.

Tangisnya terus keluar hingga sesenggukan namun, yang mendengar hanya dirinya dan Tuhan. Hatinya sakit, netranya ingin terus mengeluarkan segala kesakitan itu. Langit pun seakan ikut merasakan dengan mengirimkan hujan yang semakin deras turun ke bumi.

"Li-Lica, ke-kenapa harus kamu hiks? Ki-kita bahkan belum hiks sempat m-membuat cerita hiks Ca. A-apa cara Tuhan hiks ini adil b-buat kita?"

Cipratan tanah coklat terus mengenai pakaian Alaska yang membuat dirinya kini penuh dengan lumpur. Namun, Alaska tak peduli, yang ia pedulikan hanya Lica, kekasih hatinya.

Bagaskara dan Amelia yang terus mengamati putra mereka dari dalam mobil ikut merasakan kesedihan yang mendalam. Hatinya sungguh pilu melihat putranya terus dijatuhi oleh derasnya air yang turun, tak hanya sampai di situ tubuh putranya juga terus dihantam oleh tanah coklat sekitarnya hingga mengotori pakaiannya.

"Abra tolong kamu suruh bodyguard lain untuk menghampiri Alaska dan menyuruhnya untuk segera memasuki mobil" perintah Bagaskara akhirnya.

Abra yang sedang menenangkan Dewi dipelukannya, memperbaiki alat ditelinganya khusus untuk para bodyguard keluarga Ocean. Ia pun langsung menyuruh Antio, bodyguard yang sedang di kursi pengemudinya.

"Tio tolong kamu susul tuan muda sekalian bawa payung dan suruh dia untuk memasuki mobil tuan dan nyonya" yang langsung diangguki oleh Tio.

Tio pun berlari dengan payung yang ia gunakan menuju tuan mudanya.

Tubuhnya yang tidak terkena jatuhan air dari langit membuat Alaska melirik sebentar ke sampingnya.

"Tuan muda disuruh tuan dan nyonya untuk segera memasuki mobil karena hujan semakin deras" jelas Tio.

Alaska menatap lama nisan yang bertuliskan nama gadisnya dengan rasa tak rela untuk meninggalkan. Setelah penuh pertimbangan akhirnya Alaska pun menganggukkan kepala sambil menghembuskan nafasnya.

"Duluan" ucapan itu langsung dipatuhi oleh Tio.

Melihat bodyguardnya semakin menjauh, tubuh Alaska semakin mendekati nisan gadisnya. Ia mencium lama nisan tersebut seraya memejamkan mata "aku pulang dulu ya, besok aku janji bakal dateng ke sini lagi sambil bawa sesuatu buat kamu. Alaska sayang Lica selamanya"

Tubuh tegap Alaska mulai berdiri, netranya terus mengamati gundukan tanah di depannya. Perlahan, kakinya mulai melangkah dengan tatapan yang lurus ke depan disertai aura dingin yang menguar.

Canda serta segala tawanya kini lenyap tanpa bertahap. Tujuan Alaska sekarang hanya ingin fokus ke kehidupannya tanpa berniat mencari sandaran kesedihannya. Serta cinta pertama dan terakhirnya hanya untuk Lica Lorenso.



END
Akhirnya bisa namatin cerita ini dengan segala kebingungan alur dan kata-katanya😭
Maaf kalau nggak sesuai ekspektasi kalian.
Tapi, rencananya bakal ada extra part tentang penangkapan Aluna di tempat persembunyian dan kehidupan Alaska yang semakin dingin!!!

Menurut kalian, Alaska boleh dapetin tambatan hati baru atau nggak bolehh??
Komenn yaa🤗

Buat kalian yang udah sempetin mampir ke cerita april, aku ucapin terimakasih. Dan buat kalian yang udah support april, aku ucapin banyak terimakasih. Semangat terus buat kalian di luaran sana!!

Jangan lupa baca cerita dari awal, vote dan komen setiap kalimatnya!!!!

SEE YOU MWAH😘

LICATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang