07. Hadiah dan Hujan

160 64 2
                                    

Decitan pintu terdengar, membuat Amel yang tengah membaca majalah mengalihkan fokusnya, dan menatap tajam ke arah pintu, menampilkan sosok Kiara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Decitan pintu terdengar, membuat Amel yang tengah membaca majalah mengalihkan fokusnya, dan menatap tajam ke arah pintu, menampilkan sosok Kiara.

Bola mata Amel mengedar, menunjukkan mimik wajah malas. Kiara berjalan mendekat ke arah sang Bunda, lalu Ia mendudukan dirinya tepat di samping sang Bunda, tanpa jarak.

Tapi Amel sedikit menjauh dari Kiara, Kiara terus memangkas jarak di antara keduanya, tapi Amel juga terus menjauh "Gausah terlalu deket." Kiara mengangguk, lalu Ia mengeluarkan hadiah untuk sang bunda yaitu berupa syal, kedua tangannya tergerak menyodorkan hadiah itu kepada sang bunda.

Amel mengerutkan jidatnya, terlihat menampilkan wajah bingung "Ini hadiah buat bunda," ucap Kiara masih dengan posisi tangannya menyodorkan. Amel tak langsung mengambil hadiah itu, Ia hanya menatap syal itu ntahlah ekspresi yang terukir di wajahnya sulit untuk di artikan.

Tak lama kemudian Amel mengambil syal itu dari tangan Kiara "Ini sebagai hadiah dari gaji pertama Kiara, semoga bunda suka," tuturnya sembari tersenyum sumberingah. Amel membolak-balikan syal itu "Gaji pertama kamu Cuma mampu beli ini?!"

KIara mengangguk keras "Bukan gitu bun, aku memang sengaja beliin bunda ini, karena aku mau hadiah buat bunda ngga pasaran, dan orang lain ga punya," jelas Kiara.

Amel menjinjing syal itu "Ya iya beda sama yang lain orang syal murahan gini siapa yang mau beli," celetuk Amel.

Senyum sumberingah Kiara seketika meredup, Ia bahkan tercenung, tatapan tidak percaya dengan reaksi sang Bunda tidak bisa Ia sembunyikan. Ia berpikir bundanya akan senang mendapatkan hadiah tapi malah sebaliknya, walaupun Ia selalu di perlakukan tak baik, Ia masih memikirkan bundanya tapi apa yang Ia dapat hanya sakit hati.

Kiara tersenyum getir, matanya berkaca-kaca "Walaupun ini ga semahal barang-barang branded milik bunda, tapi ini aku beli dengan kerja keras," lirih Kiara lalu Ia melangkah pergi meninggalkan sang Bunda ketika Ia tak mampu lagi menahan air matanya yang sudah tertahan di pelupuk mata.

Kiara menaiki anak tangga dengan buliran bening yang mulai menetes dari netranya,Kiara membuka knop pintu kamarnya, Ia masuk lalu menutup dan menguncinya. Kiara membanting tubuhnya ke kasur, dagunya menopang di guling berwarna biru miliknya.

"Kenapa yang gua lakuin selalu salah."

"Kenapa yang gua lakuin ga pernah di hargain, kenapa, kenapa," gumam Kiara. Bantal guling itu basah kuyup oleh air mata yang terus mengalir deras, sembari Ia memukul-mukul guling itu.

:):):):):):):):):):)

Jarum pendek jam beker sudah berada di pukul 12 malam. Kendati Kiara masih tak bisa memejamkan netranya, padahal matanya terasa berat dan sembab. Ia masih terbayang dengan perkataan sang Bunda, yang mampu mengoyakkan rongga dadanya, Kiara merasa terus sedih seolah Ia tidak bisa menghentikan cairan bening yang terus mengalir.

Kiara Anatta {Last memories In Beijing China}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang