Pertemuan itu Terkadang Menyakitkan

170 22 1
                                    

Davian tersenyum kala kakinya memasuki ruang ujian. Selain hari ini merupakan ujian hari terakhir, Davian juga merasa senang karena tadi Ravian mengatakan bahwa mereka akan bertemu di restoran yang sering mereka datangi. Jaraknya memang cukup jauh, tapi Davian tidak masalah dengan itu.

“Seneng banget, kenapa dah? Baru jadian lo?” tanya Jarga yang menghampiri bangku Davian.

Davian mendesis kala matanya tak sengaja melihat pergerakan tidak mengenakan dari Tiara yang duduk di depannya. Dia lalu melirik sinis pada Jarga dan membuat Jarga tersenyum canggung.

“Gak ada yang jadian, gue cuma seneng aja ini hari terakhir ujian,” jawab Davian sambil menyimpan handphonenya pada keranjang yang di bawa temannya.

Jarga menatap Davian tajam, “gak biasanya. Tapi bodo amat lah.  Ngomong-ngomong beres ujian nanti mau gak pada ke resto kakak gue? Sama anak kelas juga, ajak ya Ra,” ucap Jarga pada Tiara.

“Iya nanti gue kabarin anak kelas yang lain,” respon Tiara.

Davian menggeleng pelan. “Gue kayaknya gak bisa deh. Udah ada janji sama Abang gue.”

Jarga yang mendengar itu tersentak lalu menatap Davian tak percaya. “Serius?”

“Iya. Sekalian mau ngobrol aja. Oh iya gue lupa, kayaknya nanti gue mau minjem motor Seno aja. Jadi kalau masih ada waktu, gue nanti mampir ke kumpul kalian sekalian balikin motor Seno.”

“Nanti aja ngobrol ke Seno langsung. Gue balik bangku dulu, udah mau masuk.”

Davian hanya mengangguk untuk menanggapi. Dia kembali tersenyum dan benar-benar merasa sangat bahagia. Bahkan Davian ingin ujiannya ini langsung selesai saja agar dia dapat bertemu dengan Ravian secepatnya.

“Masukkan semua yang ada di meja kalian. Ibu hanya mau di meja kalian terdapat pulpen saja. Dan simpan tas kalian di depan, sekarang.”

Davian menyimpan pulpennya di meja lalu segera membawa tasnya ke depan kelas. Setelah menyimpannya dia kembali ke bangkunya. Masih dengan senyum yang terpatri di wajahnya.

“Gue seneng kalau lo udah bisa sebahagia ini Dav,” gumam Jarga.

Selesai ujian, Davian langsung menghampiri ruangan ketiga temannya yang lain bersama Jarga dengan bahagia.

Sedangkan Jarga beberapa kali berdecak kesal karena langkah Davian yang sulit untuk dirinya sesuaikan. Bahkan Jarga tak sekali saja kehilangan Davian karena terhalang oleh murid-murid yang lain.

Sampai di ruangan temannya itu, Davian langsung menghampiri ketiganya sambil tersenyum cerah.

“Kesambet lo?” tanya Satya.

Davian mendengus kesal. “Enak aja. Eh iya Sen,” panggil Davian dan Arseno membalas dengan dehaman. “Gue minjem motor lo boleh gak? Mau ketemu sama bang Ravi di resto deket perempatan itu.”

“Boleh. Tapi lo jadinya gak akan ikut kumpul kelas?” tanya Arseno sambil menyerahkan kunci motornya.

Davian menggeleng pelan. “Mungkin nanti gue nyusul sekalian balikin motor lo. Oh iya, gue pinjem helmnya juga ya?”

“Iya, jangan sampe lecet tapi lo. Awas!”

“Enggak akan elah, santai.”

“Yang lo patut peringatin mah kalau Satya minjem motor lo Sen. Dibawa nya rasa main balapan sama dia mah,” komentar Jarga yang baru saja datang membuat Satya yang sejak tadi diam langsung mendengus kesal.

Satya melempar bukunya dan tepat mengenai perut Jarga membuat lelaki itu mengaduh. “Asal ceplos aja lo.”

“Dav, emang bang Ravi gak jemput lo?” tanya Azka.

DaviRaviTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang