Rindu yang Menyakitkan

223 21 2
                                    

Davian melirik ke arah teman-temannya, dia tersenyum tak kala ke-empat temannya melakukan hal yang konyol. Ke-empat temannya itu selalu saja membuat keributan, dimanapun dan kapanpun.

“ARSENO FARESNA!!!!” teriak nyaring salah seorang perempuan di kelas mereka, panggil saja Safa, bendahara kelas.

Seno meringis dan mengusap telinganya, “naon sih? Cik ulah ngajorowok, gandeng.”

Safa mendengus kesal. “Ya elo gue tagihin duit kas gak bayar-bayar mulu. Dikira gue sekaya apa sampai nalangin duit kas lo sebulan?”

“Idih, gaya doang elit, bayar duit kas sulit lo Sen,” ucap Jarga.

Ck, berapa sih emang?”

“Seminggu goceng. Lo nunggak sebulan berarti dua puluh rebu.”

Satya mengernyit bingung, “gue juga nunggak kok gak ditagis Saf?”

Safa tersentak lalu segera membuka buku kasnya, mencari nama Satya Angkasa. Dan benar saja, lelaki itu tidak membayar uang kas selama dua bulan. “SA—“

Satya membuat gestur diam sebelum Safa berteriak. “Tau, 40 rebu.”

“SATYA 40 REBU GAK LO TAGIH, GILIRAN GUE YANG SETENGAHNYA UDAH KAYA GUE GAK BAYAR SATU TAHUN AJA,” teriak Seno tak terima.

Azka tertawa pelan, mendekatkan diri pada Davian lalu berbisik. “Si Seno kagak peka, heran.”

Davian tertawa pelan lalu mengangguk setuju. “Anaknya kan emang bodo amatan sama masalah cinta-cintaan. Main ML aja kadang gak peka rotasi, ini malah di kodein dengan cara begini.”

“Coba laen kali elitan dikit kalau mau deketin cowok Saf. Atau minimal liat situasi,” ucap Satya mengejek membuat Safa menatapnya dengan tajam.

Jarga yang mendengar tertawa pelan karena Satya dengan mudahnya mengatakan itu disaat Seno masih berada di antara mereka. “Bego, dia cewek Sat. Entar malu, kesian.”

“Lupa nagih tuh emang kadang bikin malu Saf, gak papa. Beruntung Satya masih sadar diri,” ucap Seno tenang sambil memberikan uang 20 ribunya pada Safa.

Satya berdecak kesal, “goblok banget anjir, greget gue.”

“Satu kelas hampir udah ngeh padahal, dia doang lemot,” gumam Safa kesal.

“Hah? Kenapa Saf?” tanya Seno.

“Satya mirip monyet.”

“Oh, emang.”

“IH BANGSAT, KENAPA GUA?”

Safa tidak memperdulikannya dan langsung meninggalkan kelima lelaki itu. Membiarkan Seno dan Satya yang sedang beradu mulut.

Safa mendengus, sangat kesal kenapa hatinya berlabuh pada orang seperti Arseno Faresna yang tidak peka sama sekali. Padahal Safa sudah menurunkan gengsinya untuk mendekati lelaki itu lebih dulu.

Jarga menatap Safa yang duduk di bangkunya dengan wajah yang sendu lalu melirik Seno yang sedang beradu mulut dengan Satya. Dia sendiri kesal dengan Seno, temannya benar-benar tidak peka.

“Gue mau jedotin pala Seno, udah di caperin sejelas itu bahkan di sepet Satya masih aja bego,” gumam Azka yang diangguki Jarga.

Davian menghela napas pelan, “kadang kita sebagai cowok tuh bukan gak peka, tapi pura-pura gak peka demi gak nyakitin si cewek. Percuma kan kita peka kalau perasaan si cewek gak bisa kita bales?”

Seno seketika menghentikan aksinya yang akan melempar Satya dengan buku. Melirik Davian dan menunduk pelan. “Sorry,” gumamnya.

“Sen, serius?” tanya Jarga terkejut yang tentu diangguki Seno pelan.

DaviRaviTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang