"Sakit bar!"
Aneska terhempas kuat saat Barra menariknya masuk keapartemen dan mendorongnya kuat di ruang keluarga.
"Tugas lo sekarang turutin apa mau gue!" Tutur Barra.
Aneska masih menangis dengan memegangi tangannya yang terasa perih itu.
"Kenapa lo jahat sama Hakim? Padahal dia gak salah!" ucap Aneska dengan berani.
Barra berkacak pinggang dengan menghela nafasnya kasar. "Gue tadi udah bilang, adik lo itu pengganggu."
"Dia bukan pengganggu!"
"Terus lo mau liat dia menyaksikan kakaknya mati ditangan gue? Lo tega?" Tegas Barra membuat Aneska terdiam dengan menangis.
"Dia lebih aman di panti asuhan." ucap Barra sangat percaya itu.
Aneska menutup wajahnya dengan telapak tangannya kembali terisak. Entah mengapa hatinya terasa sakit dipisahkan dengan adiknya itu.
Barra mendesis kesal melihat gadis itu yang menangis terus menerus.
"Gue laper. Sekarang lo masakin gue makanan." suruh Barra seenaknya.
Aneska masih menangis enggan menuruti perkataan Barra itu. Hingga Barra menarik tangan Aneska kasar.
"Lo denger gue gak sih? Gue laper!"
Aneska menatap nanar Barra. "Gue bukan babu lo. Kalo lo laper, lo bisa masak sendiri!"
"Woy!" Dengan kasar Barra menarik tangan Aneska yang ingin pergi itu.
"Berani lo bantah gue?" Tegur Barra.
Aneska menarik tangannya dengan kuat. "Bisa gak sih lo gak usah pake kekerasan!" Kesal Aneska.
"Gue gak akan kasar kalo lo nurut apa kata gue!" balas Barra menatap Aneska tajam.
Aneska dengan kesal berjalan kearah dapur. Mau tidak mau dia harus menuruti keingin Barra. Jika tidak, mungkin Aneska akan mati saat ini juga karena siksaan Barra.
Barra menghela nafasnya mencoba menurunkan kemarahannya. Dia duduk di sofa dengan santai seraya memejamkan matanya sejenak. Selang beberapa menit Barra akhirnya ketiduran.
"Barra?" Panggil seorang perempuan seraya tersenyum.
Mimpi, ya mungkin Barra lagi merasakan itu sekarang.
"Sayang? Ini aku Mazoya."
"Aku disini baik-baik saja. Aku bahagia Barra, disini buat aku nyaman." Ucapnya seraya tersenyum.
"Barra aku melihat kamu sudah menikah. Perempuan itu sangat cantik sekali, dia sangat cocok denganmu, Barra. Perempuan itu terlihat baik, tolong jangan sakiti dia."
Barra tidak bisa berkata apapun bahkan untuk membuka suara saja rasanya susah. Didalam mimpinya Mazoya terlihat bercahaya dan cantik menggunakan gaun berwarna putih. Barra ingin berlari memeluknya tapi rasanya kakinya seperti diikat kuat sehingga dirinya tidak bisa apapun.
"MAZOYA!"
Barra sontak terbangun dari tidurnya dengan nafas naik-turun dan keringat dingin membasahi wajahnya.
"Lo kenapa?" Tegur Aneska berdiri didekat Barra.
Barra melihat Aneska sejenak, lalu beranjak bangkit untuk ke kamar mandinya. Di dalam kamar mandi Barra mencuci wajahnya dengan kasar. Dia merasa mimpi itu seperti nyata, bahkan dia bisa melihat Mazoya tersenyum dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO BARRA : MY BAD HUSBAND [Sudah Terbit]
De TodoPetaka datang saat kedua pasang kekasih tidak menuruti apa kata orang tua... Hubungan yang sudah berjalan selama tiga tahun, akhirnya kandas begitu saja saat kecelakaan maut tiba-tiba datang membunuh satu orang. Awalnya mereka melawan takdir karena...