***
Akhyar dibuat bingung dengan ketiga pemuda yang biasanya ribut dikelas menjadi pendiam. Azlan, Afnan dan Sandy sejak tadi diam membisu, tak urung saling melempar tatapan membunuh jika netra mereka bertemu.
Sang ustadz muda mendekat pada dua saudara Atharauf. "Ada masalah, yaa?"
Azlan yang lebih dulu mengangkat pandangan. Sejenak ia melirik adiknya yang tengah berkutak dengan benda pipih ditangannya.
"Nggak kok, stadz." Azlan tersenyum lebar, upaya meyakinkan Akhyar.
Randi yang selesai menyalin tugas dari buku Akhyar langsung berbalik kebelakang.
"Aneh kalau sehari aja kalian nggak ngereog." Tutur bocah itu.
"Yaelah, gue juga mau kalem kali!" Sanggah Azlan.
Fitrah datang membawa batagor di mangkuk plastik. Hasil minta-minta traktiran pada siswi sekelas.
"Siapa yang mau kalem?" tanya Fitrah sembari mengunyah batagor dengan khidmat.
"Gue." Azlan menunjuk dirinya sendiri.
Fitrah manggut-manggut, "nggak cocok!"
Sulung Atharauf mendelik sinis, "jingan, gue ini sebenarnya kalem bin cuek, cuma terpengaruh kalian yang bobrok."
Akhyar menggeleng pelan. Azlan tidak berubah, masih cerewet seperti biasa.
Randi mendengus, "lo yang nggak kalem, kok yang salah kita-kita?!!"
"Kan pengaruh orang sekitar." Terang Azlan.
Afnan mematikan layar ponsel kemudian mendongak pelan. "Gue laper..."
Fitrah menyodorkan mangkuk batagor yang sisa bumbunya saja. "Nih, makan!"
Afnan langsung emosi, "batagornya udah abis, jingan!!"
Fitrah yang masih mengunyah langsung tersedak. Ia terbatuk-batuk nyaris kehabisan nafas.
"Mati aja lo, jingan!" Sembur Afnan pedas.
***
Agung terus membuntuti sahabatnya yang tidak pernah mengeluarkan suara sejak tadi pagi. Sandy terus mengeraskan rahang seakan siap menghantam siapa saja yang ada di depannya.
Agung bergidik ngeri, "mukanya di lembutin dikit dong, San!"
Lirikan tajam dari Sandy membuat Agung langsung kicep.
"Etdah, ngeri-ngeri!!" lirih Agung mencebikkan bibir.
Mereka sampai di depan ruang kepala sekolah. Sandy langsung mendudukkan diri di teras depan ruangan itu, bersedekap dada memandang tajam pintu didepan.
Agung ikut duduk disampingnya. "Tuh pintu bentar lagi berlubang."
"Agung Muazzam." Panggil Sandy menyebutkan nama lengkap orang di sampingnya.
"Naon?"
"Bunuh adek sendiri dosa nggak?"
Agung meneguk ludah susah payah. "Bukan adek doang, bunuh orang lain pun dosa."
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Surat Takdir Dari Tuhan
Подростковая литература[TAHAP REVISI] Setelah merasa bebas karena berhenti mondok dan melanjutkan pendidikan di bangku MA, Azlan pikir hidupnya akan seperti cerita-cerita kebanyakan, mewah dan tak tertekan. Tetapi justru, semakin tersiksa saja! Tentang saudara yang mampu...