"Nabi Ibrahim tidak pernah tahu bahwa
api yang membakarnya akan terasa dingin.
Nabi Musa tidak pernah tahu bahwa
lautan di depannya akan terbelah.
Dan akupun tidak pernah menyangka
Allah akan menaruhmu di hatiku."***
"Capek gue kecil kek gini, sering dibilang bocil." Keluh Randi sembari menyandarkan diri di sandaran kursi.
"Sudah takdir mu seperti itu, nak." Balas Fitrah cengengesan.
"Emang mau apa? Dewasa?" tanya Akhyar.
Agung menggeleng keras. "Dewasa itu nggak enak, gue kasi tau ama lu." Katanya serius. "Yang enak itu pacaran ama anak konglomerat, tapi orang tuanya nggak restuin jadi dikasi uang 10 miliar biar jauhin anaknya."
"Korban indosiar sih, kata gue." Timpal Azlan.
Afnan mendekat dan berbisik pada kakaknya. "Pakai cadar 'kan buat nutup kecantikan, yaa? Nadhif mah malah tambah cantik padahal yang keliatan matanya doang, kok bisa?!"
"Karna yang pake cadar tuh punya kecantikan tersendiri. Auranya bersinar, ciri-ciri orang beriman tuh." Jawab Azlan ikut berbisik.
Afnan terlihat merenung. "Gue insinyur banget, Zul. Dia paham agama, lah gue fakir ilmu."
Sulung Atharauf tidak membalas apapun. Ia menjilat bibir yang terasa kering.
"Hari ini gue mau nemenin Maura ke mall." Kata Azlan.
Afnan langsung merubah ekspresi wajahnya menjadi datar.
"Oh, selamat berbahagia."
Azlan mengulum bibir, bukan hal yang sulit untuk ia menebak nada sarkas dari adiknya.
Sandy yang sejak tadi terdiam mengeluarkan suara keras nan cemprengnya.
"Besti-besti!"
Yang lain berbalik menatapnya, sedangkan Agung hanya menoleh sebab Sandy memang sejak tadi ada di samping kirinya.
"Gue mau tanya neh."
"Tanya aja." Akhyar mempersilakan.
"Tinggi gue cuma 152, menurut kalian, cowo kek gue cocoknya masuk iklan apa?" tanya Sandy serius.
Afnan membalas dengan wajah tak kalah serius. "Lu cocok main di iklan shampoo."
Mata Sandy berbinar, "gue jadi bintangnya?"
"Lo jadi ketombe."
"HAHAHAHA...." tawa lainnya mengudara, menertawakan wajah Sandy yang mengenaskan.
Sandy mengepalkan tangan diudara, sangat, benar-benar, sungguh, ingin meninju wajah Afnan yang tanpa dosa.
"Gue mau pindah kelas."
***
Seperti katanya tadi, Azlan dan Maura kini sedang berada di Mall. Tentu tadi ditemani Huwaida, namun ibu dari Azlan lebih dulu pulang dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Surat Takdir Dari Tuhan
Roman pour Adolescents[TAHAP REVISI] Setelah merasa bebas karena berhenti mondok dan melanjutkan pendidikan di bangku MA, Azlan pikir hidupnya akan seperti cerita-cerita kebanyakan, mewah dan tak tertekan. Tetapi justru, semakin tersiksa saja! Tentang saudara yang mampu...