***
Azlan tak pernah segugup ini jika hanya untuk bertemu sepupu yang selalu menjadi teman debatnya, namun suasananya terasa berbeda.
Wais tidak turun sejak tadi, ia berdiam diri di balkon kamar milik Azlan sembari sibuk bermain game dengan emosi. Bocah 10 tahun itu marah sebab Azlan tak mau mendengarnya, ia kesal karena Azlan terlalu memendam perasaannya.
Ia melirik dengan ekor matanya ketika suara kenop pintu terdengar. Mungkin saja sang pemilik kamar sudah ada dibelakangnya saat ini.
"Cil."
Benar'kan. Itu suara Azlan. Wais tak menggubris sama sekali, ia semakin brutal membunuh musuh-musuh didalam game yang ia mainkan.
Melihat itu, Azlan terkekeh kecil, membuat Wais spontan melempar handphonenya.
Azlan melongo sejenak. "Eh, Cil, slebew... Gue tau uang bapakkee banyak, tapi jan ngelempar HP kek lagi ngelempar bola!"
"Nyenyenye..." cibir Wais.
"Astagfirullah... Kebanyakan bergaul ama Afnan, ya gitu."
Sulung Atharauf mendekat dengan hati-hati, mendudukkan diri dilantai balkon kamar.
"Lo marah, Cil?"
"Kamu nanyeak?"
Tolong tambah kesabaran Azlan menghadapi bocil kematian ini.
"Iyalah gue nanya, nggak lagi kayang."
"Nyenyenye..." lagi-lagi Wais membalas dengan cibiran.
"Bunuh sepupu sendiri, dosa nggak sih?" gumam Azlan misuh-misuh sendiri.
"Abang!" panggil Wais, kali ini suaranya melembut.
"Napa?"
"Sukanya sama siapa?"
"Hah?"
"Sama yang tadi atau sama kak Silmi?"
"Cil?"
"Abang beneran suka sama yang tadi?"
"Guee..."
"Tadi Wais sempat nguping pembicaraan abang sama bunda, abang bakal tunangan pas tamat sekolah'kan?"
Memang benar, selepas kepergian Maura tadi, Azlan kembali berbicara serius dengan umminya. Membicarakan tentang rencananya yang akan bertunangan dengan Maura selepas tamat sekolah, kemudian mencari pekerjaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka saat itulah Azlan akan melamar Maura dan menjadikannya sahabat meraih keridhoan Allah hingga surga. Pertanyaannya, apakah Azlan sudah ridho dan ikhlas menikah dengan Maura?
"Gue suka kok sama dia." Balasnya dibarengi dengan senyuman tipis.
Wais menatap langsung mata pemuda itu, ia memiringkan kepalanya lucu.
"Abang bohong."
"Pa maksud?"
"Mulut bisa bohong, tapi mata sama hati nggak bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Surat Takdir Dari Tuhan
Novela Juvenil[TAHAP REVISI] Setelah merasa bebas karena berhenti mondok dan melanjutkan pendidikan di bangku MA, Azlan pikir hidupnya akan seperti cerita-cerita kebanyakan, mewah dan tak tertekan. Tetapi justru, semakin tersiksa saja! Tentang saudara yang mampu...