PROLOG

178 16 0
                                    

Tatapan mata yang membulat itu kini seakan telah dipenuhi dengan rasa haus akan pengakuan. Bibirnya sekali lagi mencoba meyakinkan kalimat yang diserukannya sebagai tanda kebenaran. Lantas gadis di hadapannya pun semakin tak bisa berkutik dan tenggelam ke dalam lautan ketidakpercayaan.

"Udah aku bilang, kamu itu suka sama aku. Kenapa, sih, masih bilang 'enggak' terus?!" Ucap pemuda yang kini netra coklat terangnya bergetar menahan beningnya air di pelupuk.

"Terus aku harus apa?" Jawab sang dara yang kini mengalihkan tatapannya sembarang.

"Kamu itu cuma denial. Jelas-jelas kamu suka sama aku! Kamu nggak sadar, ya? Selama ini perlakuan kamu ke aku dan kamu ke orang lain itu beda!?"

"Cukup."

"Ishh, galak banget, sih, calon Bu Pilot."

Sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan, hampir seluruhnya diisi oleh celotehan dari anak sang Adam satu ini. Sedangkan gadis yang kini sedang fokus menyetir; sesekali menanggapi dengan sewajarnya.

"Tapi, kamu beneran, nih, nggak suka sama aku?" Tanya laki-laki itu memastikan kembali.

Karena terus didesak dengan pertanyaan yang sama, itu membuat sang dara sedikit jengkel mendengarnya. Ia berdecak tak suka karena merasa frustasi, "Sampai kapan kamu akan bersikap kekanakan begitu? Aku sudah bilang-kan, perasaan kamu itu bukanlah rasa suka atau semacamnya. Itu hanya kenyamanan sesaat."

Lampu merah terasa lebih lama dari biasanya, Parasnya yang tampan bercampur dengan keindahan yang lembut itu menghadap sang Dara dengan tatapan yang sulit diartikan. Tapi, setelah beberapa saat, pemuda itu membuang pandangannya keluar kaca mobil.

"Aku nggak ngerti sama jalan pikiran kamu kaya gimana, tapi semoga kamu nggak akan menyesal dengan keputusan kamu." Jawabnya dengan pelan.

"Apa ini ancaman?"

Helaan nafas berat dari laki-laki itu terdengar lelah, ia kembali menghidupkan matanya yang sayu dan mengalah. Seolah-olah baik-baik saja, ia menatap sang dara dengan tatapan tegar, "Mulai besok, jangan jemput aku lagi. Aku mau bawa mobil sendiri."

"Berhenti kekanakan, Nino!"

"Kekanakan..kekanakan.. kamu selalu aja nyebut it—terserahlah! Lagian aku mau PDKT sama anak kelas sebelah, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu jemput aku."

Gadis itu menyernyit tak mengerti, itu terdengar asing bagi sang dara. Namun, egonya memakan lebih banyak dari biasanya.

"Oke. Tapi jangan datang padaku saat kamu menangis nanti."

"Kali ini, nggak akan."

Sang dara tak menyadari, bahwa keputusan yang diambilnya membawa dampak besar bagi dirinya.

.
.
.
.
.
.

Hallo, ini Bing.
Ini adalah cerita pertamaku yang aku upload di akun binggobunny.
Kalau kalian ada saran, kritik, kalian bisa dm atau bisa komen yaa (tentu dengan kalimat baik). Mohon untuk tidak meninggalkan jejak komentar yang dapat menimbulkan huru-hara).

Mari kita tumbuh bersama. Melalui cerita ini, Bing berharap dapat menemani waktu luang kalian dengan santai. Semoga kalian selalu dilindungi Tuhan kapanpun dan di manapun kalian berada.

.
.
.

DAN DENGAN KERAS, BING MOHON UNTUK TIDAK PLAGIAT CERITA BING; HANYA KARENA SAYA TIDAK PUNYA BANYAK FOLLOWERS/TIDAK TERKENAL/SEDIKIT PEMBACA/UPDATE LAMA.

SEMUA CERITA binggobunny MURNI IDE DAN PEMIKIRAN BING.

Jakarta, 28 Agustus 2024

Dengan Tulus,

BING

ALFANINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang