"Ini mulai menggangguku! Cepat cerita sebelum aku menurunkanmu di pinggir jalan!"
Suara rendah bercampur dengan ketegasan mendominasi keheningan di dalam mobil. Alfa bahkan sampai menelepon supirnya karena ia bahkan tak bisa menyetir dalam kondisi saat ini.
Kondisi yang dimaksud adalah Nino yang benar-benar enggan melepaskan pelukan koalanya, mencekik leher Alfa dengan kuat seakan benar-benar terikat dengan sempurna. Nino bahkan menenggelamkan wajahnya tanpa satu katapun yang keluar sejak mereka turun dari bianglala.
"Kamu gak kesambet kan?!"
Hanya gelenganlah yang menjadi jawaban bagi pertanyaan Alfa.
"Terus kenapa?! Jangan menguji kesabaranku!"
Setelah beberapa menit berlalu, Nino akhirnya mengeluarkan suara helaan napas panjangnya yang terdengar begitu lelah.
Kerut di dahi Alfa kini kembali terbentuk seakan menjabarkan betapa ia tak bisa mengerti apa yang terjadi pada Nino saat ini.
"Jadi? Ada apa?" Tanya Alfa kembali bertanya. Namun kali ini dengan nada yang lembut.
"Aku dipaksa!"
"Hah?" Beo Alfa tak mengerti.
"Kita akan LDR sebentar lagi. Kamu tahu kan kalau aku gak akan bisa tidur dan insomku akan semakin padah saat berada di tempat yang asing?"
"Jadi? Siapa yang berani-bedaninya memaksamu? Dan apa maksudnya?!"
"Aku terpilih untuk ikut olimpiade di Belanda." Ucap Nino yang kini merenggangkan jarak tubuh mereka.
Alfa yang mrndengar itu menaikkan alisnya bingung, "bukankah itu bagus?"
Tangan Alfa menyusuri rambut halus Nino, menyisirnya perlahan dan menatanya hingga sempurna.
"Iya, dulu sebelum aku ketemu sama kamu, itu adalah impianku. Tapi, aku gak mau lagi."
"Alasannya?"
"Karena kita akan jarang bertemu kedepannya. Kamukan orang yang susah ditemui, kamu gak akan datang kalau bukan aku yang datang kepadamu." Jelas Nino dengan mata sayunya.
Alfa yang mendengar itu terpejam sejenak, seperti ada ribuan panah yang tepat menancap ke dada dan kepalanya.
"Dasar bodoh!" Gumam Alfa yang didengar jelas oleh Nino.
"Kamu ngatain aku bodoh?!" Tanya Nino menyatukan alisnya.
"Dengar! Jangan jadi bodoh hanya karena cinta. Dia gak akan kasih kamu makan."
"Aku bisa cari makan. Nafkahin kamu juga bisa. Tapi kalau sama kamu, aku yakin gak akan jadi miskin 97 turunan. Lagian kalau—"
"Aku serius!"
"Aku juga serius!"
Alfa kembali menghela napasnya panjang. Ia tak mau berdebat tentang masa depan yang belum pasti. Alfa berpikir keras untuk membelokkan pembicaraan mereka dengan natural.
"Jadi, kapan tanggalnya?"
Nino tampak berpikir, dan itu terlihat menggemaskan karena ia menggenbungkan satu pipinya yang cubby, telunjuk kanannya memegang dagu seolah itu adalah hal yang sangat serius.
"Kayanya setelah acara Vaksin masal, kira-kira nulai lusa, Aku dan yang lainnya akan mulai mempersiapkan bahan dan materi yang dipelajari."
"Yang lainnya?!" Tanya Alfa memastikan.
"Ahh iya, aku gak sendiri. Karena ada beberapa yang diajukan sama kepala sekolah kita."
"Siapa?"
"Aku, Yura, Vivianne, sama Gerald."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFANINO
Romantizm"Kamu itu cuma denial. Kamu suka kan sama aku?!" -Nino Bagi Nino, Alfa itu sangat amat greenflag. Sikap manis Alfa selalu berhasil membuat Nino merasa spesial, tapi mereka bahkan tidak memiliki hubungan asmara yang terjalin. Nino berkali-kali menyat...