Hari ini kebetulan adalah hari minggu, hari yang begitu dinanti-nanti oleh sebagian banyak orang. Termasuk penghuni rumah bergaya klasik itu.
Langkah kaki bera-alaskan sandal berwarna kuning dengan trep pink itu menggema di setiap anak tangga yang ia turuni. Masih dengan piyama bermotif kartun spons kuning kesukaannya, ia menggosok matanya yang masih banyak didominasi oleh rheum.
Tangan kirinya yang terbebas, terlihat menyeret sebuah boneka kotak yang berukuran sedang. Ia bahkan tak peduli apakah boneka kesayangannya itu membawa banyak debu yang menempel. Terlihat dari moodnya, sepertinya anak itu sedang dalam kondisi yang tidak cukup baik.
Bibir penuhnya terlihat lebih tebal dari sebelumnya, bukan karena apa, tapi ia mengerucut menahan perih yang timbul akibat peradangan dinding bagian dalam mulutnya. Tepatnya ia sariawan dibagian pipi dalamnya.
"Udah bagun?"
Suara yang dikenalnya baik membuat matanya yang setengah terbuka menemukan fokusnya. Seketika alis wajahnya membentuk goresan kemarahan yang sangat jelas.
"Pipi kamu kenapa ditempel-tempel kertas putih gitu?" Tanya Alfa yang kini terlihat sedang menyiapkan makanan bersama Adele*
[*Nanny/maid pribadi Nino, kalau kalian lupa]
Nino tidak menjawab, ia hanya melewati Alfa begitu saja dan menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang keluarga. Memencet tombol nyala tv dan mencari channel kesukaannya.
Saat Alfa masih sibuk menyiapkan sarapan, tak ada ocehan atau rengekan yang terdengar dari Nino pagi ini. Dan itu sudah berlangsung hampir tiga puluh menit tidak ada suara kecuali dari TV yang ditonton Nino.
Alfa dengan perasaan janggalnya mencoba memanggil Nino beberapa kali, namun tak kunjung mendapat jawabannya.
"Nino, kemari. Ayo makan."
"Nino?"
"Jangan tidur lagi, matahari sudah tinggi!"
Alfa mengerutkan keningnya, ia berusaha berjinjit untuk sekedar melihat kepala Nino, namun nihil hasilnya karena Nino sepertinya dalam mode berbaring. Dengan kesal, Alfa kini menghampiri Nino untuk melihat apakah Nino tidur atau tidak.
Alangkah terkejutnya saat melihat Nino yang sudah banjir air mata dengan isakkan yang sangat lemah itu. Tak ada suara menangis yang terdengar, tapi bantal yang digunakan untuk berbaring dalam posisi miring itu sudah membuat gambar pulau.
"KENAPA KAMU?!" Tanya Alfa panik.
Ia langsung menekuk kakinya di depan Nino dan membantunya –sedikit dengan paksaan– untuk merubah posisi menjadi duduk. Terlihat Nino masih dengan banjir air mata, ia memeluk boneka spons itu dengan erat. Wajahnya kini bahkan sudah seperti kebun bunga yang disirami air anggur merah.
Kedua ibu jari Alfa mengulur untuk menghapus air mata di wajah Nino, sesekali ia menyibak rambut halus Nino kebelakang untuk mengelap keringat yang datang bercampur dengan air mata.
Dengan wajah kebingungan, Alfa menarik beberapa lembar tisu di atas meja dan menempatkannya tepat di depan lubang hidung Nino, guna untuk menampung ingus yang bahkan kini sudah mulai turun tanpa diminta.
"Kamu kenapa sih? Cerita gitu."
Srruuuppp
Suara ingus yang keluar melengkapi kalimat Alfa. Tak ada rasa jijik atau raut kemarahan dari Alfa, ia bahkan melakukannya beberapa kali sampai Nino merasa lega.
Bukannya menjawab, Nino menatap Alfa sinis dan masih enggan berbicara. Nino bukan tidak mau berbicara, tapi ia tak bisa.
"Kamu mimpi buruk lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFANINO
Romance"Kamu itu cuma denial. Kamu suka kan sama aku?!" -Nino Bagi Nino, Alfa itu sangat amat greenflag. Sikap manis Alfa selalu berhasil membuat Nino merasa spesial, tapi mereka bahkan tidak memiliki hubungan asmara yang terjalin. Nino berkali-kali menyat...