Dua tahun sebelumnya, ketika aku di-PHK dari pekerjaanku yang dulu, hidupku menjadi semakin sulit. Pintu-pintu pekerjaan tertutup rapat, dan aku merasa seperti terperangkap dalam labirin tanpa akhir.
Akhirnya, keputusan yang sulit harus diambil. Aku menjadi seorang driver ojek online. Meskipun pekerjaan ini tidak selalu mudah, namun setidaknya aku bisa mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi, uang selalu menjadi masalah.
Setiap hari, angin berubah menjadi badai di rumah kami. Bagaimana tidak, istriku, yang dulunya sosok penyayang dan pengertian, kini seolah-olah menjadi kilat dan guntur yang tak pernah surut. Kesenangannya menghilang, digantikan oleh amarah yang tak ada habisnya.
Pemicunya adalah uang, atau lebih tepatnya, kekurangan uang. Kata-kata tajamnya menusuk hatiku seperti panah yang tidak pernah meleset.
"Kurang uang lagi, Yah! Bagaimana kita bisa bertahan seperti ini?!" ucapnya dengan nada tajam yang seperti pedang menghunus.
Aku tahu dia khawatir, tapi aku juga merasa beban ini berat bagiku. Kehidupan sehari-hari menjadi semakin sulit, dan tekanan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga kami membuatku sering terjebak dalam kecemasan yang mendalam.
Segala sesuatu yang kucoba, sepertinya tak pernah cukup untuk istriku. Setiap usaha yang kuupayakan, setiap peluh yang kulepas, selalu terasa remeh di matanya. Aku sadar bahwa dia khawatir dan mungkin juga frustasi, tetapi terkadang aku merasa seperti aku sendirian dalam pertempuran ini.
Aku mulai merasa seperti seorang peserta dalam lomba tanpa garis finish. Aku ingin sekali melihat senyuman di wajahnya lagi, namun sepertinya itu telah menjadi hal yang langka.
Akupun sering terjebak dalam lamunan. Aku bertanya-tanya apa yang harus kulakukan selanjutnya.
Suatu hari, di tengah kekhawatiran dan tekanan hidupku yang tak kunjung reda, aku seperti biasa mengemudikan motor ojek online-ku menuju tujuan pengantaran. Tujuan kali ini adalah sebuah kantor yang tak terlalu jauh dari tempatku berada.
Ketika aku tiba di kantor tersebut, seorang resepsionis ramah menyambutku.
"Ow... Mas Bagas ya? Mau antar orderan Bu Ellana?" tanyanya ketika kuperlihatkan aplikasi yang ada di ponselku.
Aku membenarkan, dan dia memberiku petunjuk untuk menunggu di lobi.
Pemesannya, yang bernama Ella, ternyata ingin membayar pesanannya dengan uang tunai.
Aku pun menuruti petunjuk dan menunggu di lobi yang cukup luas itu. Sementara menunggu, aku memandangi sekeliling kantor yang mewah ini. Gedung yang megah, meja-meja karyawan yang rapi, serta suasana yang tenang membuatku merasa agak canggung. Walau dulu aku juga pekerja kantoran, tapi kini adalah dunia yang jauh berbeda dari dunia pekerjaan ojek online yang sudah 2 tahun kurasakan.
Tidak lama kemudian, pintu lift terbuka dan seorang wanita muda keluar dengan langkah anggun. Tubuhnya tinggi semampai, tubuhnya langsing dan berkaki jenjang. Tatapan mataku tidak bisa lepas dari kecantikannya yang memukau. Aku hampir lupa bahwa aku seharusnya seorang driver ojek online yang sedang menunggunya.
Wanita itu mendekat dan tersenyum lembut ke arahku.
"Halo, Bagas. Aku Ella," ucapnya dengan suara lembut.
Aku mengangguk tersenyum, sedikit terpesona oleh kecantikannya.
Tapi kemudian... Lho? Suaranya, yang seharusnya lembut dan feminin, ternyata lebih mirip suara laki-laki? Ternyata, Ella adalah seorang waria! Dari suaranya saja sudah bisa kusimpulkan bahwa ia adalah seorang pria yang sedang mencoba meniru suara wanita!
Setelah mengambil pesanan nya, Ella dengan hati-hati memeriksa pesanan yang ku antar. Setelah memastikan semuanya lengkap, dia tersenyum dan memberikan uang cash sebagai pembayaran. Namun, yang membuatku terkejut adalah jumlah yang dia berikan padaku, itu jauh lebih besar dari yang seharusnya.
"Ambil aja ya, Mas," ucapnya dengan senyum ramah.
"Oh... Terima kasih banyak, mbak..." jawabku.
Dia hanya tersenyum lagi, dengan sorot mata yang penuh kebaikan.
Ketika aku sudah melangkah keluar dari gedung kantor, tiba-tiba aku mendengar suara panggilan dari belakangku. Aku berbalik dan terkejut melihat Ella keluar dari pintu masuk. Dalam sorot mata yang hangat, dia tersenyum dan bertanya,
"Bagas, apa kabar?"
Aku tersenyum balik, meskipun sangat heran.
"Hmmm... Baik, Mbak..."
Pikirku, kenapa waria ini malah mencoba beramah tamah padaku?
"Gas, apa kamu benar-benar lupa siapa aku?" tanyanya lagi.
Aku makin heran.
"Hmmm... Siapa ya? Kayaknya kita belum pernah ketemu sebelumnya deh"
"Bagas, sebenarnya aku adalah Elvan, teman SMA-mu dulu."
Aku tak bisa mempercayainya. Matanya memandangku dengan kejujuran dan kerentanannya. Ini begitu mengejutkan.
"Elvan?? Ah yang bener?"
Ella mengangguk, sedikit menundukkan kepala.
"Iya, Gas! Ini beneran aku!"
Seketika itu juga, ingatanku mulai datang kembali. Saya mengenali ciri-ciri wajah Elvan di balik penampilan barunya yang menawan.
"Ya, aku udah banyak berubah sekarang setelah lulus" sambungnya.
Dalam keadaan yang masih penuh dengan kebingungan dan takjub, aku akhirnya mengangguk setuju ketika Ella mengajakku ke coffee shop di dalam gedung kantor. Wajahnya yang penuh kehangatan dan senyuman yang lembut membantu meyakinkanku bahwa dia masih sama seperti Elvan yang dulu aku kenal, meskipun penampilannya berbeda.
Kami masuk ke coffee shop yang hangat dan nyaman. Aromanya yang menggoda menemani kami saat kami memilih tempat duduk. Ketika kami duduk berhadapan, aku merasa ada begitu banyak pertanyaan yang ingin kuminta dijawab.
Ella menatapku dengan lembut dan mulai bercerita. Dia menjelaskan tentang perjalanan hidupnya setelah lulus SMA, tentang keputusan-keputusan yang dia ambil, dan perubahan yang dia lakukan dalam dirinya. Dia juga menceritakan tentang bagaimana dia akhirnya menjadi seorang waria dan tentang perjuangannya untuk menjadi dirinya yang sebenarnya. Tak banyak yang diceritakannya dalam hal itu, namun bisa memberikan gambaran padaku.
Mendengarkan ceritanya, aku merasa dia telah menghadapi banyak rintangan dan prasangka dalam hidupnya. Sepertinya dia bahagia seperti itu.
Kami melanjutkan percakapan yang dalam di dalam coffee shop itu, saling bertukar cerita. Kami pernah berbagi banyak kenangan dan cerita selama masa SMA kami. Tentu saja banyak yang bisa jadi bahan obrolan.
Setelah saling berpamitan, aku melanjutkan pekerjaanku sebagai driver ojek online. Aku merenung tentang pertemuan tadi dengan Ella, atau yang dulu aku kenal sebagai Elvan. Masa-masa SMA kami, yang begitu penuh kenangan, kembali muncul dalam ingatanku. Kami memang tidak pernah duduk sebangku, tapi kami sering bersama-sama dalam banyak petualangan dan kisah lucu.
Kami sering bolos bersama, berbagi contekan, dan bahkan sering ngerokok bersama saat kami merasa seperti dewasa yang nakal. Itu adalah masa-masa yang penuh keceriaan dan kebebasan. Aku selalu merasa bahwa Elvan adalah sosok teman yang menghibur dan penuh keunikan. Itu membuatnya sulit bagiku untuk memahami mengapa dia menghilang begitu saja setelah lulus SMA.
Tapi sekarang, aku tahu alasannya. Ella telah melakukan perubahan besar dalam hidupnya.
Dalam perjalanan mengendarai motor ojek online-ku, aku merenung tentang bagaimana hidup bisa memberikan kejutan yang tak terduga seperti tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
🔞 Ellana, Sang Penyelamat 🔞
RomanceWARNING 21+ LGBT STORY 🔞 🌈 PERINGATAN: MENGANDUNG CERITA SEX SESAMA JENIS. Kenyataan Pahit harus kuhadapi saat istriku berhenti mencintaiku. Namun kehadiran Ella yang tak lain adalah sobat masa SMA ku yang kini sudah bertransisi, mengubah cara pa...