Tibalah saatnya yang ditunggu. Aku resmi bercerai. Walau sempat aku berpikir untuk mengurungkan niatku karena kasihan pada anakku, namun ini keputusan yang tepat bagi kami berdua. Aku butuh kebahagiaan bersama orang yang mencintai aku. Sedangkan mantan istriku butuh uang bulanan yang lebih besar lagi. Win win solution.
Ella mengajakku ke Padang untuk bertemu orang tuanya. Aku merinding setengah mati. Ketika aku memikirkan ayah Ella, aku ingat bahwa dia dulu terkenal sebagai sosok yang galak. Namun, aku tahu bahwa aku harus menemuinya dan meminta izin untuk menikahi Ella. Ini adalah langkah yang penting dalam hubungan kami.
Kami pergi ke Padang untuk merayakan ulang tahun pernikahan orang tuanya. Keluarga Ella telah pindah ke Padang dari Jakarta sejak selepas kami SMA. Aku merasa tercengang ketika tiba di rumah mereka di Padang. Rumah mereka begitu besar dan mewah, membuatku merasa takjub.
Ketika kami tiba di rumah mereka, kami disambut dengan hangat oleh ayah dan ibu Ella. Ternyata, mereka sangat ramah sekarang. Bahkan lebih ramah lagi ketika mereka tahu bahwa aku adalah Bagas yang dulu sering datang berkunjung ke rumah mereka.
"Lho? Jadi ini Bagas? Yang dulu sering ke rumah?" Mama Ella terheran-heran.
"Iya. Tante. Apa kabar om dan tante?"
"Baik, Bagas. Wah gak sangka ya, dulu kalian ke mana-mana bareng, bandel juga bareng... sekarang malah pacaran" kata mama Ella senang.
Papa Ella tampaknya tak ingat siapa aku.
Keluarga Ella bahkan menempatkan kami satu kamar bersama. Wow! Sudah terbuka sekali pemikiran mereka, batinku.
Tibalah saatnya makan malam. Ini adalah saatnya kami mengutarakan niat kami untuk menikah. Keringat dingin aku jadinya.
"Gini, Pa... emmm... kami ada yang mau kami bicarakan" Ella membuka perbincangan saat kami selesai makan malam dan bersantai di ruang tamu.
"Oh ya? Mau bicara apa?" tanya papanya.
Ella menyenggol lututku, sebagai kode agar aku yang bicara.
"Gini om... kami ke sini, selain mau merayakan ulang tahun pernikahan om dan tante, kami juga ingin menyampaikan sesuatu"
"Ngomong aja langsung, Gas..." kata mamanya.
"Emmm begini. Kami berniat untuk menikah. Kami sudah mantap" jawabku agak terbata-bata.
"Wah! Kabar baik ini! Gitu dong! Kenapa gak dari dulu?" jawab papa Ella sumringah.
Tak kuduga keluarga Ella meresponsnya dengan sangat senang dan mendukung keputusan kami.
"Ya, kan kita juga pacaran belum ada setahun, Pa..." timpal Ella.
"Tapi kamu tadi bilang, bahwa kamu masih nganggur? Emang udah siap menikah?"
"Iya om. Seperti yang saya bilang tadi, saya tadinya driver ojek online,om. Tapi Ella suruh Saya berhenti."
"Iya pa. Soalnya aku gak mau dia boncengan sama cewek-cewek lain." timpal Ella.
"Oooh. Hahaha. Cemburuan juga rupanya kamu ya" canda mamanya.
"Tapi saya janji, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk cari kerja lagi, om" kataku.
"Ya... itu bagus..." kata papanya.
"Pa... emang ga ada lowongan di salah satu perusahaan papa?" tanya Ella.
"Oh ada. Buat calon mantu papa, pasti ada. Nanti biar Erman yang atur" katanya.
Wah senangnya hatiku. Erman adalah kakak Ella. Ia satu tahun di atas kami. Bahkan dulu adalah kakak kelas kami juga. Sudah dapat dipastikan bahwa Erman pasti masih ingat padaku.
"Hahaha. Sebenarnya papa sama mama sudah bisa menduga ada maksud yang lebih kamu datang jauh-jauh dari Jakarta. Soalnya Ella gak pernah sekalipun bawa pacar ke sini. Baru kali ini. Hahaha" canda papanya.
"Yang bener om?"
"Iya. Mungkin baru sekarang ada yang mau serius sama Ella." jawab mamanya.
Kami jadi tersipu malu.
Kata orang, bila setelah dibicarakan tiba-tiba orangnya datang, itu artinya orang itu panjang umur. Begitulah yang terjadi pada Erman. Baru saja dibicarakan, tiba-tiba ia datang bersama 2 anak dan istrinya, juga untuk merayakan ulang tahun pernikahan papa mamanya.
Tentu saja, keluarga Ella menyambut dengan gembira. Dan tibalah saatnya Erman bersalaman denganku.
"Uda... masih inget dia gak?" tanya Ella sambil melirik ke arahku.
"Lho? Bagas? Ini pacar kamu, El?" Erman yang sekarang heran.
Ella mengangguk malu-malu.
"Halo, apa kabar kak" sapaku sambil bersalaman.
"Wah jauh-jauh melanglang buana keliling dunia, gak taunya pacaran sama sahabat SMA, El?"
Ella mengangguk malu-malu lagi.
"Keliling dunia?" tanyaku.
"Iya. Dia kan pernah tinggal di Swiss, terus di Jerman, terus Jakarta. Eh malah dapetnya orang lama" canda Erman sambil tersenyum.
Aneh. Ella belum pernah bilang dia pernah tinggal di luar negeri. Tapi kupikir mungkin itu adalah bagian hidupnya yang ingin ia lupakan. Jadi aku tak mau memaksanya bercerita saat itu juga.
Kami semua akhirnya berbincang-bincang dengan sangat akrab, termasuk dengan istri Erman.
Jam 11 malam, aku diajak menemani Erman merokok di taman rumah itu. Tamannya pun sangat estetik yang membuatku berdecak kagum.
"Seingat gue, lu udah nikah deh. Kayaknya si Pongky yang bilang. Lu inget Pongky kan? Anak kelas lu dulu" kata Erman memulai interogasi.
"Inget, Uda. Iya bener. Tadinya aku udah nikah. Punya satu anak masih 2 tahun. Tapi sekarang aku udah cerai" jawabku.
"Oooh baguslah. Gue gak mau adik gue dipermainkan ya."
"Nggak kok, Uda. Ella tau aku udah cerai"
"Trus, katanya, kalian mau nikah. Bener tuh?"
"Bener, Uda"
"Pastinya gak bisa nikah di sini kan?!"
"Ya rencananya mungkin di Belanda, Uda"
"Oh oke oke. Trus kata papa tadi, lu mau kerjaan?"
"Iya. Mau banget, Uda"
"Lu lulusan apa?"
"Cuma D3 Akuntansi, Uda"
"Wah cocok lah. Lu pegang restoran **** yang di Jakarta aja ya"
"Lho? Itu punya Uda?"
"Iya"
"Padahal dulu waktu masih jadi ojek online sering ambil makanan di situ"
"Oh iya? Ya... lu pegang deh itu restoran. Lu bikin gimana supaya makin maju"
"Maksudnya 'pegang' apa ya? Aku handle keuangannya gitu?"
"Ya semua lah. Lu jadi bos di situ"
"Hah? Apa gak salah, Uda? Aku belum berpengalaman jadi bos kayak gitu"
"Aaah gampang. Itu restoran udah rapi kok. Lu tinggal jalanin aja. Ntar awal-awal gue dampingi. Nanti kalo lu udah lancar, baru gue bakal fokus ke usaha papa yang lain"
Perbincangan kami malam itu sangat positif dan melegakan hatiku. Tak salah memang aku memilih Ella. Orangnya cantik, baik hati, pelernya enak, keluarganya juga baik lagi.
Saat sudah pukul 12 malam, kamipun memisahkan diri untuk beristirahat.
"Hey, Gas. Selama di sini, jangan brutal-brutal ya..." katanya sambil tersenyum.
"Brutal gimana maksudnya, Uda?"
"Iya... elu sama Ella kalo lagi main di sini, jangan brutal-brutal. Jangan berisik. Takut anak-anak gue denger"
"Oh eh... iya, Uda..." mukaku pasti merah padam saat itu.
Sesampainya di kamar, terus terang aku berharap Ella sudah bugil dan siap bercinta. Tapi ternyata aku salah. Ella sudah tidur. Akupun rebah di sampingnya.
10 menit. 15 menit. 20 menit. Aku belum juga bisa tidur. Kuintip celana Ella. Ternyata dia tidak pakai celana dalam. Kutarik celana pendeknya sampai lepas. Dia tak juga bangun. Kelelahan dia rupanya.
Kuambil gel pelicin dan kuoleskan pada batang kemaluanku. Lalu kusodomi Ella.
Tentu saja Ella langsung terbangun saat sodokan pertamaku di anusnya.
"Aaah sayaaang... kamu lagi sange?" tanyanya sambil mengantuk.
"Ssst... jangan berisik. Takut kedengaran ponakan-ponakan kamu" pintaku mendiamkan Ella.
"Uuuhh..." Ella menutup mulutnya sendiri agar tak terdengar.
Kubobol terus lubang pantatnya sampai Ella merem melek. Ia menggigit bantal supaya tak mengeluarkan suara. Malam itu aku sangat bergairah. Terutama karena mama Ella yang menempatkan kami berdua sekamar. Itu artinya ia sudah merestui persetubuhanku dengan anaknya. Ditambah lagi dengan perkataan Uda Erman soal jangan berisik bila sedang main dengan Ella tadi. Semakin bernafsu aku untuk menyenggamainya.
Kupandangi wajah cantik Ella yang sedang menikmati. Tak terasa aku sudah hampir klimaks. Kucabut kemaluanku dan kumasukkan ke dalam mulutnya. Kutumpahkan air maniku ke dalam kerongkongannya. Ditelan habis semuanya.
Aku lemas rebah di sampingnya.
"Kamu juga pingin keluarin di mulutku, sayang?" Tanyaku.
"Aku ngantuk, sayang. Besok aja ya" jawabnya.
Kamipun tidur berpelukan seperti biasa.
❤❤❤
Besok paginya, kami lewat di hadapan Erman dan istrinya yang sedang minum teh di taman. Mereka berbisik-bisik saat kami lewat. Kemudian mereka tertawa.
Merasa jadi bahan gosip, Ella langsung galak terhadap abangnya.
"Apa sih bisik-bisik? Ngomongin gue ya?" Ella melotot.
"Hahaha. Gue bilang ke bini gue, siapa nih yang pagi-pagi jalannya ngangkang? Eh ternyata adek gue sendiri yang jalan ngangkang gara-gara semalem" canda Erman.
"Iiiih... jahat banget sih..." Ella memukul abangnya bercanda.
Aku merah padam dibuatnya karena komentar Uda Erman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
🔞 Ellana, Sang Penyelamat 🔞
RomanceWARNING 21+ LGBT STORY 🔞 🌈 PERINGATAN: MENGANDUNG CERITA SEX SESAMA JENIS. Kenyataan Pahit harus kuhadapi saat istriku berhenti mencintaiku. Namun kehadiran Ella yang tak lain adalah sobat masa SMA ku yang kini sudah bertransisi, mengubah cara pa...