Bab 8

3.7K 320 40
                                    

Mutia berjalan mendekati Bara yang sedang berbicara dengan Tama. "Jika kamu membatalkan gugatan, aku yang akan mengajukan gugatan perceraian kita" ucap Mutia yakin tanpa keraguan.

Bara berdiri dari duduknya, pria itu tersenyum mengejek "Silahkan lakukan sebisamu, saya pastikan kamu ga akan mampu melakukannya" Ucap Bara setengah mengancam.

"Kita lihat saja nanti" Mutia menggertak tidak takut kemudian berbalik pergi meninggalkan Bara.

Mutia dan Metha sudah berada di parkiran motor. "Kita cari makan yuk Meth, lapar nih gue" pinta Mutia.

"Bayi lo pengen makan apa Mut? Yang penting jangan urap sayur lagi deh, udah eneg gue satu bulan ini makan begituan" Protes Metha. Lama-lama ia bisa masuk dalam spesies herbivora jika terus-terusan makan urap sayur.

"Kalau steak gimana? Yang murah aja deh. Gue tahu dompet kita lagi paceklik tapi gue pengen banget makan steak Meth"

"Yaelah Mut, bisa ga gaya hidup mulut elo diturunin ke level terendah dulu kalau akhir bulan. Belum gajian Mutia. Entar deh awal bulan gue beliin elo steak mahal. Suwer deh" Janji Metha sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya.

"Janji ya Meth" ucapan Mutia diangguki oleh Metha. Mutia naik ke motor setelah mengguanakan dan mengancingkan helm. Perempuan itu duduk membonceng samping lalu melingkarkan tangannya ke perut Metha.

Metha menjalankan motornya dengan kecepatan pelan mengingat dia membawa beban kehidupan dua orang yang duduk di boncengannya. Tiba-tiba saja mobil suv berwarna hitam memotong jalannya dengan posisi aman. Metha melakukakan pengereman meskipun agak terkejut.

Metha hampir saja menyemburkan sumpah serapahnya namun langsung kicep setelah melihat siapa gerangan yang turun dari mobil.

"Mut suami elo di depan. Gimana dong?" Metha meminta pendapat Mutia untuk tancap gas atau tetap berhenti.

"Udah tinggalin aja, jalan terus Meth" titah Mutia.

Metha buru-buru memutar handle gas namun kalah cepat dengan bara yang mencabut kunci kontak motor maticnya.

"Kita perlu bicara" Ucap Bara kepada Mutia.

"Bicara apa lagi sih om" Jawab Mutia malas meladeni Bara.

Bara menautkan alisnya "Om?" Ucap Bara menirukan kata-kata Mutia.

"Turun dari motor sekarang" titah Bara yang tak ingin dibantah.

"Turun dari motor atau saya bopong kamu masuk ke mobil" perintahnya mengulang.

Mutia menghembuskan nafas kasar, mecoba membuang kekesalan yang bercokol di dada karena perintah Bara. Ingin membantah tapi pasti Bara akan benar-benar membopongnya. Perempuan itu lalu turun dari motor dan meminta Metha untuk pulang ke kostnya terlebih dahulu.

Mobil Bara membelah jalanan kota, sesekali terhenti karena terjebak macet. Mutia hanya memandang keluar jendela karena benci melihat wajah pria itu. Mutia masih terbayang-bayang perselingkuhan yang Bara lakukan saat di cafe dan di apartemen.

"Apa maumu?" Mutia membuka percakapan lebih dulu, berharap semuanya cepat berakhir dan ia bisa segera pulang. Namun Bara hanya diam dan tidak menjawab.

Mutia baru tahu jika Bara membawanya ke apartemen saat pria itu memarkirkan mobilnya ke basement gedung.

"Ayo turun" titahnya.

"Ga mau, kita bicara disini. Di dalam mobil" Mutia tidak sudi masuk ke dalam apartemen yang mengingatkannya bagaimana Bara mencampakkannya dan berselingkuh dengan perempuan lain.

"Ayo turun" pinta Bara sekali lagi.

"Ga mau. Gue ga sudi masuk ke apartemen lo yang lo gunain buat tidur dan menyentuh  perempuan lain. Gue jijik Bara! Mati aja lo sama selingkuhan lo" Mutia menyemburkan sumpah serapahnya kepada Bara. Namun laki-laki itu tidak peduli, ia memilih turun dari mobil lalu membuka pintu mobil Mutia dan membopong perempuan itu secara paksa.

"Turunin gue bangs**!" Mutia memukul-mukul dada Bara sekuat tenaga agar gadis itu diturunkan dari gendongan pria itu, namun semuanya percuma karena Bara tidak bergeming sampai akhirnya mereka masuk ke ruangan yang sangat dibenci Mutia. Apartemen milik Bara.

Bara mendudukan Mutia di sofa kemudian mengunci apartemennya.

"Mau lo apa sih?" Tanya Mutia yang sudah geram dengan kelakuan Bara yang mengulur waktu, tidak langsung berbicara ke inti pembicaraan.

"Jangan lagi menyumpahi suamimu seperti itu. Saya ga mau anak kita dengar ucapan buruk dari ibunya" Bara memperingati ucapan kurang ajar Mutia kepada pria itu.

"Hahaha" Mutia tertawa garing "Suami? Selama ini kemana aja lo?" Mutia tidak terima Bara menyebut dirinya suami karena laki-laki itu tidak mencari keberadaan istrinya saat istrinya keluar dari rumah. Apa pantas laki-laki seperti itu disebut suami?

"Gue bakal mengajukan gugatan cerai dan terima ga terima kita bakal pisah. Bagi gue, orang yang selingkuh ga punya kesempatan ke dua" Ucap Mutia telak.

"Saya ga selingkuh, saya bisa buktikan itu" Bara berkata enteng seolah perselingkuhan yang disaksikan oleh mata dan kepala Mutia sendiri tidak berarti apa-apa.

"Terserah, kalau maling ngaku penjara bakal penuh" sindir Mutia pedas.

Bara meletakkan gawai yang memutar rekaman cctv di apartemennya. Rekaman cctv itu berisikan perempuan bule yang disebut Mutia sebagai selingkuhan Bara selama ada di dalam apartemen ini.

"Namanya Andrea. Teman kuliah saya waktu di Swiss. Dan laki-laki yang berada di samping Andrea adalah Altherr-tunangannya dan juga sahabat saya" Meskipun Mutia acuh tapi perempuan itu melirik rekaman cctv melalui ekor matanya.

Tampak Altherr memeluk Andrea erat dan melakukan french kiss. Mereka tidak malu meskipun mereka tidak cuma berdua. Ada Bara dan teman-temannya yang lain.

"Waktu kamu datang bertepatan saat teman-teman saya akan datang ke apartemen. Saya dan Andrea tidak berdua saat itu karena Altherr sedang ada di dalam kamar mandi" Bara menceritakan dengan sangat rinci sesuai dengan rekaman cctv yang Bara tunjukkan.

"Dan kejadian waktu di cafe itu, maaf memang saya sengaja membuat kamu cemburu karena saya masih marah sama kamu. Kamu yang salah tapi kamu tidak berusaha membujuk saya" ucap laki-laki itu.

Mutia mencebik "Preett, Gue ga percaya. Bohong kan lo? Mana mau Altherr minjemin ceweknya buat lo grepe-grepe"

Bara mendekat ke tempat duduk Mutia. Bara menghembuskan nafas kasar "Kamu tidak percaya pada saya padahal kamu tidak memiliki bukti apapun tentang perselingkuhan saya. Lalu bagaimana dengan perasaan saya yang jelas-jelas terbukti kamu manfaatkan dan kamu bohongi habis-habisan?"

"Dari sisi mana saya harus percaya dengan omongan kamu kalau kamu cinta sama saya? 6 bulan bukan waktu yang singkat untuk memerankan sandiwaramu yang sangat apik"

Bara menatap mata Mutia, tapi kemudian Mutia yang ditatap memilih menunduk bermain-main menautkan ke dua jarinya karena merasa bersalah.

"Saat kamu meminta bercerai, saya turuti kamu karena saya ga ingin mengekang masa depan kamu. Tapi kalau kamu minta bertahan sama saya maka akan saya pertahankan"

Tangan Bara memegang dagu Mutia sehingga wajah gadis itu menengadah ke wajah Bara.

"Tapi tidak saat kita akan memiliki anak. Saya tidak akan melepaskan kamu meskipun kamu bersikeras pergi dari sisi saya. Saya ga ingin anak kita tidak memiliki rumah yang utuh. Saya dan kamu harus mengecilkan ego masing-masing"

"Sudah ya jangan marah lagi. Kita baikan" ucap Bara

Mutia mengangguk mengiyakan ucapan Bara. Air matanya menetes karena merasa terharu dengan ucapan pria itu.

"Saya cinta kamu Mutiara Ayu Rengganis dari awal kamu menjebak saya sampai seterusnya" Bara lalu mencium bibir Mutia sangat dalam, menyalurkan rasa cinta dan kasihnya yang selama enam bulan ini pria itu tahan.

TRAPPED (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang