Bab 1

7.2K 279 9
                                    

Bara menjambak rambutnya kasar. Dia bingung dengan apa yang terjadi pagi ini.

Pria itu mencoba mengingat apa yang ia perbuat tadi malam, namun nihil.

Noda darah di sprei, gadis muda yang terisak menangis sendu di ranjangnya. Baju yang terkoyak dan berserak. Akh.... sebrengsek itukah Bara sampai ia tega merenggut kesucian gadis malang itu. Gadis muda yang notabene adik dari temannya.

"Muti, tolong jangan menangis lagi. Kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin" Bujuk Bara pada gadis muda yang memakai tanktop berwarna pink yang sedang duduk di pinggir ranjang.

"Tolong jelaskan ke saya, apa yang terjadi tadi malam dengan kita? Kenapa kita bisa berakhir seperti ini?" Pinta Bara frustasi.

Muti sesenggukan mencoba menghentikan tangisnya. "Om mabuk di roff top hotel. Aku mencoba menolong om buat balik ke kamar om. Tapi om malah melakukan pelecehan sama aku" Tangis Muti pecah semakin menjadi kala harus menceritakan kronologi itu kembali kepada Bara.

Bara mencoba mengingat, menyusun kepingan puzzle ingatannya mulai dari saat dia masuk ke dalam restoran.

Seingatnya, Bara datang ke hotel untuk menemui klien membahas proyek perumahan cluster. Setelah itu Bara memesan makanan. Ia hanya memesan segelas moctail dan seporsi tom yum. Tidak mungkin makanan dan minuman itu membuatnya mabuk.

Apakah waiters salah memberikan pesanannya? Jika iya, pasti ia bisa tahu sebelum meneguk minuman berakohol itu. Bara bisa membedakan minuman yang mengandung alkohol dan tidak. Ia akan berhenti minum jika minuman itu mengandung alkohol.

Akan tetapi ia merasa pusing dan pandangannya kabur setelah menandaskah moctail dan tom yum. Setelah itu Bara tidak bisa mengingat apapun.

"Umi dan abang pasti marah besar. Muti bakal diusir dari rumah. Dan ga bakal ada laki-laki yang mau menikah dengan Muti" Tangis  Muti pecah kembali. Gadis itu berlinang air mata menangisi nasibnya.

Bara bukan pria yang pengecut dan akan lepas tanggung jawab. Bara tahu Muti adalah pihak yang sangat dirugikan dalam hal ini.

"Mutia tolong dengar saya" Bara bersimpuh di depan Mutia yang sedang duduk di bibir ranjang. "Saya minta maaf dengan apa yang saya lakukan sama kamu. Saya benar-benar tidak bisa mengingatnya"

Bara menggenggam kedua tangan Mutia, matanya menatap kedua netra Mutia.

"Saya ga akan lepas dari tanggung jawab. Ayo kita menikah" pinta Bara.

Pikiran Muti sudah buntu, ia mengangguk mengiyakan ajakan Bara tanpa pikir panjang.

"Tapi saya mau pernikahan ini bukan untuk sekedar menutupi kejadian buruk yang menimpa kita saat ini" Ucap Bara.

Bara tidak ingin pernikahan yang diawali dengan kesalahan ini harus berakhir dengan perceraian.

"Saya harap pernikahan ini bisa menjadi pernikahan sekali seumur hidup" jeda sesaat "Tolong belajar menerima keadaan ini dan belajar untuk mencintai saya, sebaliknya saya juga akan melakukan itu untuk kamu" pintanya.

Muti mengangguk di sela tangisnya, itu artinya ia menyetujui permintaan Bara.

"Tapi Muti minta satu hal sama om" ucap Muti lirih seakan tidak yakin dengan permintaanya.

"Iya Muti, katakan. Kalau saya bisa saya akan kabulkan" Janji Bara kepada Mutia.

"Tolong rahasiakan ini kepada siapapun, termasuk kepada abang dan Umi Muti. Umi sudah tua dan sering sakit. Muti ga mau kalau Umi kepikiran dan jatuh sakit"

Bara mengangguk mengiyakan syarat dari Muti. Tidak ada seorang ibu yang bisa menerima jika anak gadisnya ditiduri seorang pria di luar pernikahan.

"Yang ke dua. Setelah menikah, Muti ga mau ada kontak fisik sebelum kita berdua sama-sama jatuh cinta" untuk syarat yang kedua Bara juga menyetujuinya. Tidak mungkin melakukan suatu hubungan fisik jika salah satu terpaksa melakukannya.

****

Dua minggu setelah kejadian di hotel itu, akhirnya Bara meminang Mutia. Bara meminta Muti kepada Hamzah-abang Muti dan Uminya.

Awalnya Hamzah cukup ragu karena Mutia masih belia dan jarak umur mereka yang terlalu jauh. Selain itu pernikahan Bara dan Mutia serasa sangat mendadak karena mereka baru saja bertemu satu bulan yang lalu di pernikahan Hamzah dan istrinya namun mereka langsung memutuskan untuk menikah.

Umi yang melihat keraguan di mata Hamzah ikut meyakinkan putranya untuk menjadi wali di pernikahan Mutia. Umi melihat Bara orang yang baik, itu sudah cukup bagi Umi. Umi hanya ingin melihat Muti segera menikah mumpung Umi masih diberi umur.

Setelah akad pernikahan selesai, Bara memboyong Muti ke Semarang. Tempat dimana Bara tinggal dan mencari nafkah.

Bara membangun sebuah rumah di kaki gunung. Pria matang itu menyukai rumah yang asri, rumah yang dekat dengan sungai dan sawah.

Rumah yang ditinggali Bara tidak terlalu besar hanya rumah open space dengan banyak jendela kaca besar di salah satu sisi. Rumah itu baru memiliki satu kamar. Bara belum melanjutkan pembangunan rumah karena awalnya ia akan meninggali rumah itu sendiri.

Rumah itu juga memiliki halaman yang luas. Bara menanami beberapa jenis pohon dan bunga di halaman tersebut.

Muti cukup senang ketika Bara mengajaknya tinggal di rumahnya yang ada di Kabupaten Semarang. Meskipun cukup jauh dari kota namun rumah itu bisa mewadahi hobi Muti yang memang suka bercocok tanam. Gadis lulusan sarjana pertanian itu bisa menyalurkan hobinya sambil menunggu waktu yang tepat untuk menceraikan Bara.

Iya, dirinya tidak boleh terlena. Cukup jalani sandiwara ini seperlunya, segera ceraikan Bara, dan melanjutkan semua mimpi yang ingin ia wujudkan.

Semudah itu. Semoga saja rencanya tidak gagal sampai waktu yang tepat untuk meninggalkan pria itu.

Semoga Tuhan mempermudah jalannya untuk meraih cita-cita yang selama ini diimpikan Mutia.

TRAPPED (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang