Bab 15

3.8K 299 37
                                    

Mata umi melotot sampai-sampai mau copot, melihat Mutia yang bersikeras membantah ucapan Bara. Umi ngomel-ngomel sepanjang waktu ketika Mutia menolak diajak Bara untuk pulang ke Semarang. Alasanya ia belum selesai melepas rindu dengan keluarga di Malang.

Tapi apa daya pekerjaan Bara tidak bisa membiarkannya berlama-lama di Kota buah apel itu. Bara harus segera tancap gas untuk menggarap proyek yang sedikit terbengkalai karena tiga hari dia sudah absen.

Umi memasukkan baju-baju Mutia ke dalam koper dan meletakkan koper tersebut ke dalam mobil milik Bara. Umi memang mengusir Mutia secara halus agar ia pulang bersama suaminya.

Bagi umi surga istri ada pada suami. Ketika abangnya sudah menjabat tangan Bara dan mengucapkan 'saya nikahkan kamu Bara Paramudya Setiaji dengan adik kandung saya Mutiara Ayu Rengganis' maka pindahlah tanggung jawab orang tua ke menantunya. Entah Bara mau mengajak Mutia hidup di Malang, di Semarang bahkan ke kutub utara sekalipun Mutia wajib patuh dan nurut.

"Udah ga usah cemberut, nanti cantiknya hilang loh" Mutia melirik malas ke arah Bara yang sedang mengeluarkan rayuan garingnya.

"Sebagai gantinya kamu pengin apa biar ga marah lagi?" Bara mencoba membujuk Mutia yang masih saja merajuk. Pria itu meraih tangan kanan istrinya dengan tangan kirinya lalu mencium pungggung tangan itu. Tangan kanan Bara memegang kendali stir dengan mata yang awas menatap ke jalanan.

"Abang seneng-kan dibela terus sama umi?" Bara mana tahu rasa kecewa yang perempuan itu rasakan? Hanya ingin sekedar menenangkan diri beberapa hari karena terlalu over thingking dengan kebohongan Bara, malah harus ikut pulang kembali dengan laki-laki itu.

"Abang cuma pengen kamu ikut pulang sayang. Apa kamu tega abang di Semarang sendirian?"

'Suruh aja nemeni si nana kutu kupret itu' umpat Mutia dalam hati.

****

Mutia berada di sebuah mall di Kota Semarang. Perempuan itu menunggu kedatangan Metha di salah satu restoran cepat saji untuk mengajaknya bertemu.

"Kenapa sih Muti, elo buru-buruin gue suruh ke sini?" Metha sedang bekerja di cafe waktu Mutia mengajaknya bertemu di mall. Mutia bilang jika dia dalam kondisi genting saat ini. Karena hal itulah tanpa pikir panjang Metha langsung tancap gas datang kemari.

"Kalau gue bilang abang selingkuh elo percaya ga Meth?" Mutia bertanya tanpa basa basi terlebih dahulu. Mutia hanya ingin tahu pendapat Metha.

"Kenapa lo tanya begitu? Berantem lagi sama laki lo?" Bukanya menjawab, Metha malah justru bertanya balik.

"Dia nyembunyiin sesuatu di belakang gue. Dan ini ada huhungannya dengan seorang perempuan" jelas Mutia.

"Elo salah duga kali Mut. Suami elo kelihatan sayang banget sama elo. Ga mungkin deh kayaknya kalau dia ampe selingkuh" Metha ragu dengan ucapan Mutia, karena perempuan itu menjadi saksi hidup betapa besarnya cinta Bara kepada sahabatnya itu.

"Gue bukan perempuan yang sempurna kaya dulu Meth. Gue ga bisa ngasih keturunan buat abang. Dan elo tahu kan ini semua gara-gara ulah gue sendiri"

"Mungkin abang kecewa sama gue. Jadinya abang cari perempuan yang bisa menyempurnakan rumah yang selama ini dia impikan"

"Sepertinya gue hanya tinggal tunggu waktu buat dibuang atau mungkin buat dimadu" Mutia mengusap matanya yang mengembun dengan jari-jarinya. Perempuan itu merasa sedikit lega karena sudah mengungkapkan ganjalan di dalam hatinya kepada Metha.

Melihat kesedihan Mutia, Metha memeluk gadis itu. "Elo coba tanya dulu sama suami elo. Jangan menduga-duga dulu Mutia?" Nasihat Metha kepada temannya. Karena berprasangka buruk bisa mengakibatkan hubungan rumah tangga Mutia menjadi renggang.

"Kalau gue tanya, apa dia bakalan jawab jujur?" Mutia meraup udara di sekitarnya untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya. "Dia berani bohongin gue Meth untuk pertama kalinya dalam rumah tangga gue dan gue punya bukti kalau dia lagi berbohong" jelas Mutia.

"Terus sekarang elo penginnya gimana? Gue bisa bantu apa buat bantu nyelesein masalah elo?"

"Abang ada di sini lagi jalan sama perempuan itu"

"Serius lo? Darimana elo tahu?" Tanya Metha tidak sabaran menunggu jawaban Mutia.

"Gue lacak keberadaan abang lewat aplikasi. Abang ga pernah pergi ke mall tanpa gue Meth. Bahkan barang-barang keperluan dia, gue yang beliin"

"Mungkin suami elo ketemu klien or temennya?" Metha mencoba membesarkan hati Mutia.

"Semoga aja elo yang bener dan gue yang salah" Harapan Mutia sama halnya dengan Metha.

"Bantuin gue cariin dia. Gue butuh elo buat temenin gue. Itu aja"

"Buat ngejambak dan ngecakar perempuan itu?" Metha siap-siap saja jika Bara beneran selingkuh dan Mutia mengajaknya menyerang perempuan itu. Metha siap bertarung untuk Mutia karena dahulu dia adalah bagian dari preman sekolah.

Mutia menggeleng mendengar ucapan Metha "Jangan sentuh perempuan itu Meth. Gue ga ingin nyakitin dia. Gue ga ingin ada keributan atau campur tangan orang lain. Gue bakal selesein sendiri sama abang" pintanya pada Metha.

Mutia beranjak dari tempat duduknya diikuti oleh Metha. Mereka mengelilingi mall dari lantai ke lantai untuk mencari keberadaan Bara.

Mata Mutia meneliti setiap sudut toko di setiap lantai. Namun sudah sampai di lantai dua keberadaan Bara juga belum ia temukan.

Mutia naik eskalator menuju ke lantai tiga. Namun tepat saat ia melangkahkan kakinya ke tangga eskalator bertepatan dengan Bara yang turun menuju lantai dua menggunakan eskalator.

Eskalator itu berjarak, eskalator yang bergerak turun berada di sisi barat sedangkan eskalator yang bergerak naik berada di sisi timur.

Mutia kembali menuruni eskalator yang bergerak naik dengan menabrak beberapa pengunjung.

Mutia berjalan ke arah Bara. Menyongsong langkah pria itu.

Mutia berhenti dua puluh meter dari hadapan Bara. Bara rupanya sedang asyik bercengkrama dengan anak kecil berusia sekitar lima tahun di gendongannya.

Gadis kecil berkulit putih dengan rambut yang dikuncir dua. Memakai baju baby pink dan membawa boneka kuda poni dipelukannya. Gadis cilik itu tertawa renyah karena  perempuan di samping Bara yang Mutia yakini sebagai selingkuhan pria itu, tengah asyik menggelitiki gadis cilik itu. Bara ikut tertawa melihat gadis kecil itu kegelian.

Tatapan Bara beralih ke depan tepat saat Mutia tersenyum kecewa ke arah Bara.

Bara terkejut bukan kepalang melihat Mutia tengah berdiri di hadapannya menyaksikan laki-laki itu tengah bercengkrama dengan seorang perempuan dan gadis kecil layaknya keluarga cemara.

"Mutia" ucap Bara di tengah keterkejutannya.

Mutia hanya diam, melihat Bara tanpa menunjukkan ekspresi apapun.

Perempuan itu melangkahkan kakinya mantap, menuju ke arah Bara tanpa ada keraguan sedikitpun.

Bara menurunkan anak kecil itu dari gendongannya. Mendekat ke arah Mutia.

"Mutia tolong denger penjelasan abang terlebih dulu" pinta Bara menahan tangan Mutia.

"Aku hanya ingin berbicara dengan perempuan itu. Aku janji tidak akan buat keributan dan menyakiti wanitamu" Mutia berucap tenang dengan ekspresi yang datar.

"Kamu salah sangka Muti. Dengerin abang dulu. Abang mohon. Kita bicarakan ini di rumah" pinta Bara mengiba menarik tangan Mutia untuk mengajaknya pulang ke apartemen.

TRAPPED (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang