03: Sungai

133 75 22
                                    

"Aku ikut."

Anantha menghampiri Sanjaya yang sedang bersiap untuk menemani Pak Wicaksono ke sawah. Tetapi pemuda tersebut tampak tidak menghiraukan keberadaan Anantha. Sanjaya hanya diam lalu pergi begitu saja sambil membawa cangkul dan ember kecil berisikan pupuk.

Melihat itu, Anantha sontak mengernyitkan dahinya. Ia merasa heran dengan sikap Sanjaya kepadanya barusan. Anantha pun berlari kecil menyusul Sanjaya.

"Kita mau bertani, ya?"

"Gimana sih rasanya?"

"Bertani itu seru nggak?"

Sanjaya tetap bungkam meskipun dilempari beberapa pertanyaan oleh Anantha.

Bruk

Mendengar suara seperti benda terjatuh, Sanjaya lantas membalikkan badan untuk mengeceknya.

"Awwhh ..."

Sontak, Sanjaya tertawa saat mendapati Anantha jatuh ke sawah yang membuat tubuhnya terlumuri lumpur.

"Kapok, rasakno!" (Mampus, rasakan!) ledek lelaki itu dengan penuh perasaan senang.

Anantha berdecak kesal, "Bisa diem, nggak?!" pekiknya.

Suara tawa Sanjaya bertambah keras ketika menyaksikan Anantha yang berusaha membersihkan mukanya yang terkena cipratan lumpur. Namun, tiba-tiba Pak Wicaksono datang

"Astagfirullah, Nduk Anantha mengapa kamu bisa sampai terjatuh seperti ini?" Pak Wicaksono bergegas membantu Anantha guna keluar dari sawah.

Sesudah menolong Anantha, Pak Wicaksono sontak memarahi Sanjaya, "Kamu ini bagaimana, Le? Ada orang terkena musibah, bukannya dibantu malah ditertawakan. Apa Bapak pernah mengajarimu seperti itu, hah?!"

Sanjaya hanya menunduk sembari menggelengkan kepalanya ketika sang bapak memarahi dirinya.

"Maafkan Sanjaya ya, Nduk." Wajah Pak Wicaksono terlihat memelas. Anantha jadi merasa tak enak. Kenapa malah Pak Wicaksono yang meminta maaf?

"E-ehh iya, Pak. Nggak papa kok, aku kadang juga gitu. Ya, namanya anak muda, pasti ada jahilnya dikit—" Anantha menjeda kalimatnya.

Kemudian ia menatap tajam Sanjaya, "—sekalipun itu perbuatan yang nggak bener," sambung gadis tersebut dengan menunjuk Sanjaya menggunakan dagunya.

Dengan ekspresi datar, Sanjaya pun akhirnya meminta maaf kepada Anantha, "Maafin perbuatan salahku ya, Mbak cantik," ucapnya dengan perasaan tidak ikhlas.

"Tidak cukup hanya dengan meminta maaf saja, Jaya. Letakkan semua barang yang kamu bawa." Sanjaya pun menuruti perintah Pak Wicaksono.

"Sekarang, kamu antarkan dia pulang untuk berganti baju dan juga cuci bajunya yang kotor di sungai."

"Tapi, Pak—"

"Jangan membantah, Le."

Sanjaya yang geram langsung meninggalkan Anantha dan Pak Wicaksono. Melihat perilaku sang putra, Pak Wicaksono pun mengelus dadanya.

"Aku pergi dulu ya, Pak. Permisi," pamit Anantha kepada Pak Wicaksono.

"Hati-hati, Nduk." Pak Wicaksono memandangi Anantha yang berjalan menyusul Sanjaya.

Sanjaya & SurabayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang