16: Keluarga Cemara

76 45 10
                                    

10 menit usai pertengkarannya dengan sang bapak, Sanjaya kini tengah memeluk dan menenangkan Anantha yang menangis terisak-isak di dalam kamar.

"Sstt ... Sudah, sudah, tidak usah menangis, Nan. Aku tidak papa," ujar Sanjaya seraya mengusap-usap punggung Anantha.

"Tadi Mas Jaya ditampar, pasti sakit." Anantha terus menangis didekapan Sanjaya.

"Aku yang ditampar kenapa kamu yang nangis? Udah ... Aku tidak papa .."

"Aku ikut sedih kalo ngeliat orang digituin, nyesek banget rasanya." Tangis Anantha semakin kencang.

"Sstt ... Udah, Anantha. Aku kan sudah bilang kalo aku tidak papa, cup, berhenti menangis." Perlahan-lahan, Anantha mengontrol tangisannya sampai berhenti setelah mendengar penuturan Sanjaya.

"Sudah ya. Sekarang kamu istirahat saja, gih," titah Sanjaya yang melepaskan pelukannya lalu memegang kedua lengan Anantha.

Lelaki itu sontak tersenyum ketika memandang Anantha, "Lihat saja besok, mata kamu pasti akan bengkak. Lucu," ujarnya.

"Enggak usah ngeledek." Anantha pun mengambil bantal dan memukulkannya ke Sanjaya dengan lemas.

Sanjaya tertawa kecil, "Kasihan, sudah tidak ada energi lagi untuk memukul aku."

"Awas saja ya." Senyum Anantha seketika mengembang di wajahnya.

"Aduh, gemasnya ..." Sanjaya lantas mengusak rambut Anantha lantaran merasa senang karena gadis tersebut tersenyum.

"Sekarang tidur ya, sudah malam soalnya." Anantha mengangguki perkataan Sanjaya.

Sanjaya pun menyelimuti Anantha yang berbaring di atas ranjang, dan saat ia hendak beranjak dari kamar, Anantha malah bangun lagi.

"Mas Jaya mau kemana?" tanya gadis itu.

Sanjaya membalikkan badan, " Mau tidur di ruang tamu, kenapa?"

"Kok tidur di ruang tamu? Kenap nggak di sini aja?"

Sanjaya kembali mendudukkan dirinya di kasur, "Kalau Mas tidur di sini nanti akan mengganggu kamu," ucap Sanjaya.

"Mas juga biasanya tidur di sini, enggak ganggu tuh," balas Anantha.

Sanjaya sontak menghela napas pelan, "Dengerin Mas ya, kita itu tidak boleh terus-terusan tidur bersama karena kita belum ada ikatan pernikahan."

"Ya kan Mas bisa tidur di bawah."

"Tetap saja, Nan. Mas takut sesuatu yang buruk akan terjadi. Mas ingin benar-benar menjaga kamu. Jadi, Mas tidur di ruang tamu saja ya?" Sanjaya berusaha meyakinkan Anantha.

"Yaudah deh." Entah mengapa muka Anantha berubah menjadi lesu setelah mendengar lontaran dari Sanjaya.

Sanjaya menatap sendu Anantha, "Jangan marah ya."

"Iya, tapi hug dulu," kata Anantha dengan suara parau seraya merentangkan kedua tangannya.

Sanjaya pun memeluk Anantha dan terdengar suara mereka berkata dengan kompak, "Berpelukan ..." Setelahnya mereka berdua tertawa bersama.

Tanpa Sanjaya dan Anantha sadari, Bu Ningsih mengintip dari pintu yang sedikit terbuka dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.

Sanjaya menyudahi pelukannya, "Tidur ya, selamat malam." Lelaki tersebut mengusap kepala Anantha, lalu melangkahkan kaki keluar kamar.

07.30

"Bapak minta maaf atas kejadian tadi malam."

Suara Pak Wicaksono memecah suasana hening di meja makan ketika mereka sedang sarapan. Bu Ningsih, Sanjaya dan Anantha yang awalnya fokus makan kini pandangan mereka langsung terarah ke Pak Wicaksono.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sanjaya & SurabayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang