05: Bermain Layang-Layang

120 70 12
                                    

"Ekhemm ..."

Sanjaya dan Anantha lantas terbangun akibat suara deheman dari seseorang. Ketika melihat ke arah pintu, mereka berdua sontak terkejut saat mendapati Pak Wicaksono berada di ambang pintu. Sanjaya dan Anantha pun langsung bangkit dari ranjang.

"Sudah seperti suami-istri saja kalian berdua ini," ledek Pak Wicaksono lalu tertawa kecil.

Sanjaya yang canggung reflek mengusap tengkuknya, "Jangan begitu, Pak," ujarnya malu-malu.

"Kalian berdua sarapan, gih. Karena Ibuk sudah masak," kata Pak Wicaksono.

"Nggih, Pak," (Iya, Pak) balas Sanjaya dan Anantha bersama.

Mereka berdua pun sarapan. Sesudahnya, Sanjaya mengajak Anantha serta Sea yang sudah bangun berjalan-jalan di pagi hari (joging). Dua pemuda tersebut menggandeng tangan anak kecil yang berada di tengah mereka.

"Udaranya enak sekali ya, Uncle. Andai, Ibu dan Ayah mengajak Sea berjalan-jalan pagi setiap hari, pasti akan sangat menyenangkan sekali. Mereka berdua selalu sibuk bekerja dan jarang menemani Sea," ungkap Sea dengan wajahnya yang murung.

Sanjaya mengusak rambut Sea, "Ayah dan Ibu bekerja untuk Sea, jadi Sea tidak boleh seperti itu. Saat Sea sudah dewasa nanti, Sea pasti akan mengerti mengapa Ayah dan Ibu Sea sibuk bekerja."

Anantha menyahut, "Tapi aku setuju dengan perkataan Sea. Mungkin selain bekerja untuk memenuhi kebutuhan anaknya, bisa jadi orang tua kita mempunyai tujuan lain. Terobsesi punya harta yang banyak misalnya."

"Kenapa kamu berpikir begitu?" tanya Sanjaya sembari mengerutkan keningnya.

Anantha mengangkat kedua bahunya, "Aku cuma menyampaikan pendapatku aja," jawab gadis itu.

Sanjaya menghela napas, "Sudahlah. Aku merasa, kita bertiga sudah berjalan cukup jauh. Lebih baik kita pulang sekarang. Kasihan Sea belum sarapan, nanti dia kelaparan."

Anantha dan Sea mengangguk. Mereka bertiga pun melangkahkan kaki kembali ke rumah.

Di sore hari, Sanjaya yang sedang duduk bersantai di teras rumah bersama Anantha, mendadak terlintas suatu ide di otaknya. Ia pun berdiri dari tempat duduknya lalu masuk ke rumah.

Anantha sontak mengerutkan dahinya ketika memandang perilaku aneh dari Sanjaya. Tak lama setelah itu, lelaki muda tersebut keluar sambil membawa sebuah layangan.

"Mau bermain layangan tidak?" tawar Sanjaya. Laki-laki itu tampak mengotak-atik benang layangan supaya lurus.

"Tapi aku gak bisa, gimana dong?" Anantha bangkit lalu berjalan menuju Sanjaya.

"Nanti Mas ajarin, Dek." Sanjaya menaik turunkan kedua alisnya.

Anantha meletakkan ujung jari telunjuknya di dagu. Ia berpikir sejenak, mempertimbangkan penawaran Sanjaya.

"Boleh deh."

"Yuk." Sanjaya sontak menggandeng tangan Anantha dan mulai melangkahkan kakinya untuk pergi ke tempat yang hendak ia tuju.

Namun, lelaki tersebut seketika berhenti saat sesuatu yang ditariknya terasa begitu berat. Sanjaya berbalik, melihat Anantha yang tak bergerak sama sekali.

"Kenapa, Nan?" tanya Sanjaya.

Anantha pun menunjuk tangannya yang digenggam oleh pria itu dengan dagunya.

Sadar akan perbuatannya yang tanpa sengaja menggandeng tangan si gadis, Sanjaya langsung melepaskan tangan Anantha.

Laki-laki itu lantas tersenyum kikuk dan berkata, "Maaf, tidak sengaja." Anantha hanya tersenyum kecil sebagai reaksinya. Tak lama kemudian terdengar suara seorang anak kecil bertanya.

Sanjaya & SurabayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang