Pak Wicaksono melangkahkan kakinya menuju ke arah dua pemuda yang tampak tengah bersantai di teras rumah.
"Le, tolong antarkan ini ke Jalan Mawar nomer 10 ya," ucap Pak Wicaksono sembari memberikan sebuah tas anyaman ke sang putra.
"Owalah, rumahnya Pak Kartawan? Begitu saja pakai menyebutkan alamat rumahnya, Pak," sahut Sanjaya sambil menerima tas anyaman yang dipegang oleh bapaknya.
Pak Wicaksono cekikikan, "Ya, siapa tau kamu lupa alamatnya. Jadi Bapak kasih tau." Anantha turut menertawakan tingkah Sanjaya.
"Mengapa kalian berdua menertawakan aku? Memangnya, aku salah apa?" Lelaki yang menjadi penyebab tawa dua orang tersebut mengernyit keheranan.
"Sudah sana berangkat, ajak Anantha sekalian. Supaya dia tidak merasa kesepian di rumah sendirian," titah Pak Wicaksono.
Sanjaya mengacungkan jempolnya, "Beres, Pak."
"Ayo, Nan. Kita pergi, sekalian jalan-jalan keliling daerah ini," ajak Sanjaya.
Anantha hanya mengangguk, kemudian dua pemuda itu pun berangkat mengantarkan barang ke alamat yang telah di sampaikan oleh pak Wicaksono.
Di tengah perjalanan, Anantha membuka topik pembicaraan guna menepis keheningan diantara ia dan Sanjaya. Gadis tersebut memang tidak suka suasana canggung bila sedang bersama seseorang.
"Orang-orang di daerah ini emang aneh ya, Jay? Mereka pada pakek baju kebaya. Ada juga yang cuman pakek sarung sama kaos. Kayak kamu contohnya," ujar gadis tersebut seraya memandangi warga yang berlalu lalang.
Anantha juga melihat seorang bapak-bapak yang tengah bersantai di teras rumahnya sambil membaca koran dan menikmati secangkir kopi.
Sanjaya tersenyum kecil, "Ya terserah mereka lah, Nan."
Anantha menyanggah, "Tapi menurutku aneh!"
"Sekarang ini udah modern. Udah nggak jaman lagi pakek baju baju yang kayak begituan, Jaya," lanjut sang gadis.
"Tapi kita belum modern, Nan. Dan aku mempunyai firasat kalau bangsa kejam itu akan kembali ke negri kita," ujar Sanjaya dengan nada naik satu oktaf.
"M-maksud kamu? B-belanda? Atau J-jepang?"
"Belanda."
"Kalo bener Belanda bakal balik lagi, lah terus si Kaylee? Bukannya dia orang Belanda ya?" Anantha tampak masih belum mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Sanjaya.
"Jadi begini, Kaylee dan keluarganya itu adalah orang Belanda yang masih menetap di sini di tengah orang-orang Belanda lain dibantai oleh Jepang yang kemudian bangsa mereka kembali ke tempat asal mereka. Papa Kaylee bekerjasama dengan tentara Jepang supaya keluarganya diijinkan untuk tetap di tinggal di sini. Sebagai syarat, Papa Kaylee harus memberikan uang yang jumlahnya telah mereka sepakati setiap bulannya."
Anantha menganggukkan kepala mendengar penjelasan Sanjaya. Namun dahi gadis itu kemudian berkerut dan mimik wajahnya terlihat sedikit gelisah, "Apa jangan-jangan aku—"
Sanjaya menyela perkataan Anantha dengan nada dingin, "Sudahlah, tidak usah dibahas."
"Emm, oke."
Senyap seketika. Tak ada lagi balasan dari Sanjaya maupun Anantha. Namun, ada perasaan mengganjal dalam hati Anantha. Ia jadi merasa tidak enak. Apa ia membuat Sanjaya menjadi tersinggung?
Keadaan terasa canggung sekarang. Bagaimana ini? Anantha benci sekali dengan keadaan seperti itu.
Anantha melirik Sanjaya sekejap. Ia tidak berani mengeluarkan sepatah katapun. Takut menimbulkan kesalahan lagi yang akan menyebabkan Sanjaya semakin tersinggung atau marah.
![](https://img.wattpad.com/cover/346481947-288-k192811.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanjaya & Surabaya
Historical FictionBercerita tentang Anantha, gadis itu koma usai mengalami kecelakaan lantaran ia menyetir dalam keadaan mabuk. Kemudian, Anantha pun terbangun di suatu tempat yang menurutnya sangat asing. Anantha merasa bingung. Dimana ia berada sekarang? Akankah ia...