Kerajaan Istvan #1

172 23 9
                                    

Pesta istana berlangsung sangat meriah, dihadiri oleh para tamu bangsawan, bahkan ada sesi dansa juga di aula utama istana. Kerajaan Istvan terlihat sangat indah malam ini, kerajaan yang makmur dengan rakyat yang bahagia. Di bawah kepemimpinan Raja Maximus dan Ratu Celestia, Kerajaan Istvan mengalami perkembangan yang sungguh signifikan hanya dalam beberapa tahun terakhir. Jarang sekali terlihat adanya rakyat miskin atau tidak berkecukupan, semuanya dikelola dengan sangat baik.

Pada malam ini diadakan sebuah pesta bangsawan di aula utama. Pesta tersebut diselenggarakan dengan maksud untuk memperingati Tuan Putri yang tepat pada hari ini menginjak usia 18 tahun. Namun sayangnya putri tersebut belum hadir ketika pesta mewah dan meriah itu sudah benar-benar dimulai. Ratu Celestia pun segera menyuruh salah satu dayang kepercayaannya untuk mendatangi putri satu-satunya di kamar.

"Lucia di mana? Apakah dia belum bersiap-siap?" tanya Raja Maximus, pria berambut cokelat dan bermahkota emas itu kepada Ratu Celestia yang duduk tepat di sebelahnya.

"Lia, tolong kamu jemput Lucia di kamarnya ...!" pinta Ratu Celestia kepada seorang dayang istana kepercayaannya, gadis berambut panjang berwarna hitam bernama Lia.

"Baik, Yang Mulia." Lia menundukkan kepalanya, patuh, dan kemudian bernajak pergi dari aula utama istana yang sudah dipenuhi oleh para tamu bangsawan yang tampak menikmati pesta, bahkan beberapa dari mereka terlihat asyik berdansa di lantai tengah aula.

Putri Lucia tampak sedang duduk di depan meja riasnya, dan bercermin, memandangi paras cantiknya yang terpantul pada cermin tersebut. Putri yang sangat cantik dengan rambut panjang bergelombang berwarna perak, kedua iris mata berwarna biru muda indah, berkulit putih bersih natural, bibir tipis berwarna merah muda tanpa gincu, dan sebuah mahkota kecil berwarna emas yang berada di atas kepalanya. Tanpa riasan sama sekali, parasnya sudah terlihat cantik dan memesona, hanya saja dirinya masih mengenakan gaun tidur santai dan belum berganti gaun pesta.

"Permisi, Yang Mulia."

Terdengar suara Lia dari balik pintu kamarnya. Lucia menoleh ke arah pintu dan berseru, "masuk!" dengan intonasi suara yang terdengar lembut dan sopan.

"Saya mendapatkan titah dari Yang Mulia Ratu untuk menjemput anda," ucap Lia, menundukkan kepalanya setelah pintu kamar tersebut terbuka.

"Baik, sebentar ...! Aku belum berganti gaun," ucap Lucia, kemudian beranjak dari tempat duduknya, dan membuka sebuah lemari yang ada di sebelah ranjangnya.

"Apakah perlu saya bantu?" tanya Lia, masih berdiri di posisi yang sama, diambang pintu kamar.

Lucia sempat menoleh ke arah Lia di belakang ketika sedang memilih gaun dan menjawab, "kurasa tidak perlu, terima kasih, Lia. Tunggu saja aku di depan kamar ...!"

Lia menundukkan kepalanya dan berkata, "baik, Yang Mulia. Permisi," kemudian segera beranjak keluar, menutup rapat pintu kamar, dan menunggu tepat di depan pintu tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Putri Lucia.

Tak berselang lama, Putri Lucia selesai berdandan dengan sebuah gaun berwarna kuning keemasan. Perempuan itu membuka pintu kamarnya, dan menghampiri sosok dayang istana kepercayaan Ratu yang terlihat sangat sabar menanti dirinya. Kedua iris mata berwarna cokelat milik Lia tampak terbuka lebar, dibuat kagum dengan penampilan Putri Lucia yang terlihat sangat memesona, cantik sekali.

"Anda cantik sekali," gumam Lia terkagum-kagum melihat penampilan cantik tersebut.

Lucia tersenyum kecil berkata, "terima kasih."

Lia pun mengantarkan Putri Lucia menuju ke aula utama di mana pesta dansa tersebut sedang berlangsung. Pintu besar aula utama terbuka lebar, dan Putri Lucia tampak berdiri di sana bersama dengan Lia. Semua perhatian mata para tamu bangsawan yang hadir langsung dicuri oleh sosok Lucia yang berjalan seorang diri di atas karpet merah, melalui lantai tengah aula, dan menghampiri ibundanya sebelum kemudian duduk tepat di sebelah Ratu Celestia.

"Kamu dari mana saja?" tanya Raja Maximus serius kepada putrinya.

"Maaf, ayah." Lucia menjawab dengan senyuman ceria.

Pandangan Lucia kemudian tertuju kepada beberapa pasangan bangsawan yang berdansa di hadapan Raja dan Ratu, memberikan hiburan. Di sudut aula juga terdapat sebuah panggung orkestra dengan beberapa musisi yang memainkan banyak sekali melodi indah.

"Selamat malam, Yang Mulia. Apakah anda berkenan berdansa dengan saya?" seorang bangsawan berparas tampan berambut pirang tiba-tiba saja menghadap tepat di depan meja milik Lucia, dan menundukkan kepalanya dengan satu tangan terulur, mengajak putri itu untuk berdansa dengannya.

Ratu Celestia menoleh, menatap putrinya dengan senyuman yang tersungging. Lucia tidak menolak ajakan tersebut, beranjak dari kursinya, dan meraih tangan milik pangeran dari kerajaan lain. Ia kemudian mengikuti langkah pangeran tersebut menuju lantai dansa.

Lucia terlihat asyik berdansa, mengikuti irama lagu yang terdengar lembut nan indah. Langkahnya terlihat serasi dengan pasangan dansanya, bahkan ketika berdansa pangeran tersebut tampak enggan untuk melepaskan genggaman tangannya.

"Selamat ulang tahun, Tuan Putri," ucap pangeran tersebut, menatap lekat kedua iris mata indah milik Lucia dengan jarak yang cukup dekat.

Lucia tersenyum senang, "terima kasih," ucapnya.

Pesta yang berlangsung di Istana Kerajaan Istvan sangat meriah dan indah. Tidak hanya para tamu yang tampak begitu menikmati jalannya pesta. Lucia juga merasakan hal yang sama, perasaan bahagia tentunya menyelimuti hatinya saat ini.

***

"Regu pengintai kita telah berada di perbatasan Istvan, dan telah mengumpulkan banyak informasi di lapangan." Seorang pria berjubah hitam tampak tunduk dan berbicara dengan seorang laki-laki berpakaian serba hitam dengan mahkota yang juga berwarna hitam di atas kepalanya yang berdiri membelakangi pria tersebut.

"Bagaimana dengan orang-orang kita yang berada di dalam benteng Istvan?" tanya laki-laki berpakaian serba hitam dan bemahkota tanpa menoleh sedikitpun kepada pria yang tunduk padanya.

Di negeri yang sangat jauh, dan di dalam sebuah istana yang didominasi dengan sebuah kekuatan kegelapan yang sungguh pekat. Laki-laki bermahkota hitam itu tampak sedang berbicara dengan seorang pria berjubah hitam ketika berada di ruang singgasananya.

Dengan posisi menundukkan kepala, pria tersebut langsung menjawab, "semuanya sudah diatur dengan sempurna, Yang Mulia."

Laki-laki bermahkota itu tampak menyeringai mendengar apa yang dikatakan oleh salah satu orangnya, "lakukan tahap keduanya besok ...! Kita akan ambil alih tanah itu," ucapnya tanpa berbalik badan atau menoleh sedikitpun kepada pria yang masih dalam keadaan tunduk di belakangnya.

"Baik, Yang Mulia," ucap pria tersebut dengan intonasi rendah, kemudian beranjak keluar dari ruang singgasana yang tampak gelap dan kelam itu.

Tatapan tajam penuh dengan rencana jahat pada iris mata berwarna merah milik laki-laki bermahkota hitam itu tertuju ke arah luar jendela, memandangi langit malam yang tampak sedang berkecamuk. Suara petir berkali-kali menggelegar disusul kemudian dengan kilatannya yang terlihat mengerikan.

Sang LokawignaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang