Singgah di Cirebon

6 0 0
                                    

Kapal Komando Demak.....

Arkian berdiri di dek kapal itu bersama prajurit-prajurit muda lainnya.Fatahillah berada di atas tiang kapal.Memantau pergerakan kapal-kapal lainnya.Arkian asyik melihat-lihat pemandangan laut.Namun...

Ombak begitu kencang, Arkian mabuk laut, mukanya memerah.Ia memegangi perutnya.Kedua alisnya bertemu.Ini baru pertama kalinya ia naik kapal laut.Fatahillah pun turun dari tiang kapal lewat tangga dan menghampiri Arkian.

"Kau mengapa Gagak Lumayung, kau mabuk laut? tanya Fatahillah.

"Iya, paman.Perutku serasa diaduk-aduk.Aku belum pernah naik kapal sebelumnya.Kepalaku pusing sekali" jawab Arkian.

"Silakan, kau boleh istirahat terlebih dahulu ke ruang pengobatan.Cirebon masih jauh kok, masih beberapa kilometer lagi"ujar Fatahillah seraya memegang bahu Arkian.

Sunda Kelapa....

Prabu Surawisesa dan pasukannya berkemah disana.Kemah-kemah berwarna kuning dengan panji-panji harimau didirikan.Lengkap dengan kandang kuda maupun gajah.Para prajurit bergantian menjaga perkemahan.

Sang Prabu sedang berkeliling memeriksa perkemahan dengan menunggang kuda.Tiba-tiba...

Seorang pembawa pesan datang menghadap Prabu Surawisesa..

"Kabar apa yang kau bawa? tanya Prabu Surawisesa.

"Ampun Gusti Prabu, sebaiknya Gusti Prabu menarik mundur pasukan kembali ke Pakuan.Karena saya mendengar kabar bahwa  Pangeran  Wangsungsang yang bergelar Cakrabuana, Kuwu* Cirebon dan sekutunya, Tan Eng Hoat yang merupakan Penguasa Majalengka sedang mempersiapkan kavaleri untuk menyerbu Pakuan.Kabarnya pula Prabu Kian Santang dan para pengikutnya akan bergabung dengan Pasukan Cirebon dan mengepung Pakuan dari dalam" Ujar si pembawa kabar.

"Baiklah, kita akan mundur saja dari sini.Lindungi Pakuan,Cepat umumkan pada seluruh prajurit untuk mundur"! perintah Prabu Surawisesa.

Ruang pengobatan kapal....

Seorang Tabib berjubah hitam, berserban putih dan berjenggot putih memijat bahu Arkian.Arkian duduk di atas ranjang itu, baju dan serbannya digantung di sebelah kasur.Jadi ia hanya memakai celana panjang saja dengan kain yang diikatkan di kepala untuk meringankan sakit kepala.Tabib mengoleskan minyak dan mengurut punggung Arkian.

"Masih mual kisanak? tanya si Tabib.

"Sudah agak lebih baik sedikit, pak"ujar Arkian.

"Kamu butuh istirahat satu atau dua jam.Silakan tidur dulu, kalau memang belum pulih, ya nanti di Cirebon istirahat dulu, supaya cepat pulih" jawab Tabib.

Benteng Sunda Kelapa....

Wak Item dan anak buahnya yaitu tentara bayaran Betawi melihat dari atas benteng iring-iringan rombongan Pasukan Prabu Surawisesa yang mundur meninggalkan Sunda Kelapa.Wak Item mengepalkan tangan dan menggertakkan giginya.

POV Wak Item:
"Dasar licik Prabu Surawisesa.Meninggalkan aku dan anak buahku saat musuh mendekat.Tapi akan kutunjukkan bahwa aku mampu menghadapi Pasukan Demak dan Cirebon dengan kekuatanku sendiri"

Ruang pengobatan kapal....

Arkian tertidur dengan pulasnya.Walaupun  kasurnya hanya dari kayu dengan kapuk yang tidak terlalu empuk.Selimut putih menyelimuti badannya.Bibirnya terkatup dan kedua matanya terpejam.Dadanya naik turun mengeluarkan uap kelelahan dan menghirup udara segar.Walau kasurnya tidak begitu nyaman, tapi minyak itu begitu hangat hingga membuat dirinya terlelap.

Fatahillah menyempatkan diri membesuk Arkian di ruang perawatan, perlahan Arkian membuka matanya dan menegakkan tubuhnya,bersandar pada dipan kasur.

"Bagaimana keadaanmu, nak? kau sudah baikan kah? tanya Fatahillah.

"Aku sudah baikan paman.Alhamdulilah, mualku sudah hilang dan aku sudah cukup pulih" jawab Arkian.

"Gagak Lumayung, kau terlihat berbeda dari anak-anak muda lainnya.Kau bisa tahu siapa aku padahal baru pertama kali bertemu dan kau bisa memprediksi yang akan terjadi.Siapa dirimu sebenarnya? tanya Fatahillah.

"Nama asliku Arkian dan aku datang dari tahun 2023.Aku tersesat di zaman ini karena berupaya menyelamatkan kakak perempuanku yang juga tersesat disini sepertinya tapi belum kutemukan"jawab Arkian.

"Nama lengkapmu? Fatahillah penasaran.

"Arkian Santang Yoshida" jawab Arkian.

"Wah, namamu mirip Prabu Kian Santang, sahabatku dari Padjajaran yang menjadi penyebar Islam di Tatar Sunda bagian selatan.Cukup banyak Orang Sunda yang masuk Islam karena dakwahnya"ujar Fatahillah.

"Aku penasaran bagaimana asal-usulmu, karena nama belakangmu Jepang sekali .Sementara nama depanmu aku yakin orangtuamu pasti pengagum berat Prabu Kian Santang" Fatahillah semakin penasaran.

"Ibuku memang dari Jepang, paman.Sementara ayahku dari Betawi dan sedikit berdarah Arab.Tapi ayah, ibuku serta dua saudariku sudah tiada.Mereka syahid dibunuh orang bertudung hitam pada malam hari dan aku diadopsi keluarga Pak Suep di Tangerang.Nah, kakak perempuanku yang tadi aku bilang itu kakak angkatku, anaknya Pak Suep.Aku sedih sekali, paman.Aku harus mengalami perjalanan hidup setragis ini, sementara...a..ku t...inggal di rumah orangtua angkat dimana mereka sibuk bekerja dan...ti..dak terlalu..menyayangiku"Arkian terisak-isak, air matanya menetes.

Fatahillah memeluk Arkian untuk menenangkannya.Kemudian Fatahillah menceritakan kisah hidupnya,

"Perjalanan hidupku juga berat, Arkian.Negeriku, Pasai di Aceh jatuh ke tangan Orang Portugis dan aku harus merantau ke Jawa dalam keadaan pas-pasan.Tapi berkat pertolongan Allah, mampulah aku meraih apa yang kamu lihat ini"

"Apakah paman tidak merasa sedih kehilangan Pasai? tanya Arkian.

"Tentu saja awalnya paman bersedih.Tapi paman menguatkan diri dan tekad untuk merantau ke Demak.Alhamdulilah, di Kraton** Demak, paman bertemu Sultan Trenggono yang menikahkan paman dengan anaknya dan mengangkat paman menjadi panglima"jawab Fatahillah.

Arkian mulai berhenti terisak.Hatinya mulai dipenuhi cahaya.

"Ingatlah, nak.Manusia harus mengalami penderitaan untuk menjadi kuat.Kehidupan harus mengujinya agar ia menjadi pribadi yang lebih baik lagi.Penderitaan harus menempanya seperti pandai besi yang menempa sebuah keris.Kau harus kuat, nak.Ingatlah nama mu, orangtuamu sangat berharap kau menjadi sosok yang teguh seperti Prabu Kian Santang.Yang teguh menyebarkan Agama Islam di Tatar Sunda walau harus berhadapan dengan ayahnya, Prabu Siliwangi yang tidak sepaham"Fatahillah menutup percakapan itu dengan sebuah nasihat.

Senja mulai tampak, matahari terbenam di sebelah barat, langit menjadi ungu.Kapal-kapal Demak mulai mendekati Pelabuhan Muara Jati, Cirebon.Lautan tampak tenang dan berkilau karena pantulan cahaya mentari senja.Di pinggir pantai, sudah berbaris para prajurit Cirebon, yang semuanya mengenakan kemeja putih panjang, kain batik cokelat di pinggang dan celana hitam serta penutip kepala kuning.Tombak-tombak mereka mengacung ke langit.Sebagian menunggang kuda.Sore itu, Pasukan Demak akan singgah di Cirebon.Tepatnya di Istana Pakungwati, kediaman Pangeran Cakrabuana.

Catatan kaki:

*Penguasa bawahan Kerajaan Padjajaran untuk sebuah daerah.

**Sebutan untuk Istana Raja Jawa.

Mahapasundan-Kemelut di Sunda KelapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang