Hari ini Cheryl datang ke sekolahnya membawa kue lebih untuk dibagikan pada ketiga teman sekelasnya yang kini berada di depan gerbang, seolah memang sudah menunggu Cheryl datang menghampiri.
“Tuh dia anaknya.” Tunjuk Caca pada gadis dengan rambut yang diikat saru dan tangannya yang membawa paper bag berisi beberapa kue.
Cheryl sebenarnya begitu takut untuk melangkah mendekati mereka, selalu saja seperti itu. Tapi dia memaksakan dirinya walaupun dengan kaki yang bergemetar, bahkan dia yang biasanya bisa untuk memaksakan untuk tersenyum, dia tidak bisa melakukan itu di hadapan ketiga perempuan yang membullynya itu.
Bayangan akan dirinya dibully oleh mereka terus terulang di dalam pikirannya. Tatapan dan ekspresi mereka yang menertawakan dirinya itu begitu mengerikan, dia bahkan tidak pernah mau untuk menatap mereka.
“Mana sini kue buat kita?” tanya Rena dengan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya itu.
Regina yang tidak sabar karena Cheryl hanya menundukkan kepalanya saja langsung merebut paper bag yang dibawanya itu. “Lama banget sih lo.” Dia membuka untuk melihat apa saja isi di sana.
“Satu-satu, duanya lagi buat Rynata sama Haidar,” kata Cheryl dengan pelan.
Rena yang mendengar nama pria yang disukainya itu melangkah mendekat dan menarik rambut Cheryl yang terikat menjadi satu itu dengan keras.
“Apa-apa lo ngasih Haidar segala?” Dia tidak menyukai fakta kalau Haidar mengenal Cheryl, pria tampan itu hanya untuk dirinya seorang dan tidak boleh ada yang mendekatinya.
Mendengar suara yang meninggi membuatnya terkejut dan meremas seragam yang dikenakannya itu dengan tangan yang bergemetar.
“Gak usah caper.” Regina menginjak sepatu gadis yang terus menunduk di hadapannya itu. Dia tidak suka melihat sepatu yang terlihat begitu bersih itu, sangat tidak cocok di pakai oleh gadis bodoh seperti ini menurutnya.
“Udah lah ambil aja semua biar dia gak bisa ngasih Haidar,” kata Regina sambil menoleh pada temannya itu dan memberikan paper bag berisi kue pada Caca yang dengan senang hati mengambilnya.
Caca melirik Cheryl yang terus menunduk seperti itu dan mengambil kue yang terlihat cantik dan menggiurkan itu dari paper bag. Dia terdiam sejenak merasakan lembutnya kue serta manis dan juga terdapat rasa gurih yang menjadi satu meleleh di dalam mulutnya. Itu mengingatkannya pada awal pertama kali dia merasakan rasa kue ini, semua kejadian itu terekam jelas di benaknya.
“Selamat ulang tahun, Caca.” Seorang gadis membawa kue dengan lilin yang menyala di kedua tangannya itu, matanya menyipit dengan deretan giginya yang tampak.
“Loh kamu inget ?” tanyanya dengan gembira menerima kue itu dengan kedua tangannya, ini ulang tahun pertamannya di kota ini. Dan dia teman pertama di kota ini juga yang memberikannya kejutan seperti ini.
“Iya, gak mungkin aku lupa hari ulang tahun kamu,” balas temannya yang juga gembira. “Tiup lilinnya dulu.”
Caca memejamkan matanya sejenak untuk meminta permohonan, dan tentu dia meminta untuk selalu tetap berteman dengannya hingga akhir hayat dirinya. Dia tidak akan pernah melupakan temannya ini sampai kapan pun, dan juga tentunya hari spesial ini.
“Gimana, enak gak?” Dia menatapnya dengan mata yang berbinar menunggu jawaban. “Ini aku buat sendiri, jadi kalo gak enak bilang ya. Biar besok aku buatin lagi, atau aku beli yang baru deh.” Dia terlihat khawatir.
“Enak.”
Rena dan Regina langsung menoleh pada temannya itu yang tengah mengunyah kue.
“Apa lo bilang?” tanya Rena menghampirinya dan merebut kue yang berada di tangan Caca, namun dengan cepat dia menarik kembali tangannya.
“Ini ambil aja yang lain, ini kan bekas gue.” Caca memberikan paper bag itu pada temannya.
Rena segera mengambil dan memakannya. Sebenarnya ini memang enak, tapi Rena tidak mau mengakui akan hal itu, kalau dia mengatakan begitu pasti akan membuat anak bodoh itu besar kepala, pikir Rena sambil membuang kue itu pada tempat sampah.
“Gak enak!”
Regina yang melihat itu tertawa. “Pantesan toko lo sepi, kuenya aja gak enak!”
“Suruh bokap lo tutup aja lah itu toko.”
Cheryl semakin meremas seragam sekolahnya itu dengan erat. Dia tidak terima dihina seperti itu, cukup dirinya saja yang mereka hina. Jangan kedua orang tuanya! Kukunya sampai memutih karena kepalan tangannya yang begitu kencang.
“Tau nih, gak bisa bikin kue sok banget buka toko,” kata Rena menatap Cheryl dengan penuh kedengkian.
Caca melihat kue yang sudah setengah ditangannya itu. Menurut dirinya ini enak, kenapa kedua temannya itu mengatakan tidak enak. Bahkan Regina belum mencicipinya, tapi sudah mengatakan seperti itu. Dia tidak tau apa ada yang salah dengan indra perasa miliknya atau selera kedua temannya itu buruk.
Rena menghela nafas kesal melihat teman yang bodohnya itu masih memakan kue yang diberikan Cheryl itu. Tangannya merebut kue itu dan membuangnya ke tempat sampah.
“Gak enak!” katanya dengan nada yang tinggi memperingati Caca untuk tidak bodoh saat ini.
“Kaya babi aja sih lo makan sembarangan gitu,” ucap Regina sambil menggelengkan kepalanya pada temannya itu.
Caca yang tidak terima akan perkataan itu segera berkata, “enak aja! Kue itu emang gak enak, rasa sampah busuk. Gue aja mau muntah ini makannya.”
Hati Cheryl sakit sekali mendengar perkataan mereka. Sekali pun memang tidak enak dan tidak sesuai dengan selera mereka bisa mengatakannya saja tanpa harus menghina seperti itu. Rasanya ingin berteriak marah pada mereka, tidak mungkin dia memberi kue yang sudah lama dan tidak enak pada mereka, sekalipun Cheryl tidak menyukai ketiga perempuan pembully itu.
Matanya memerah menahan amarah yang tidak bisa dia luapkan. Tangannya masih mengepal kencang, tenggorokannya seperti tercekik. Dan ini untuk pertama kalinya dia kembali berani menatap matanya, menatap dengan penuh amarah, kecewa dan tidak percaya menjadi satu. Ini begitu menyakitkan untuk nya. Kenapa dia bisa mengatakan hal seperti itu, kenapa Cheryl begitu sakit mendengarnya.
Tanpa sepatah kata pun gadis yang sudah menahan amarah sejak tadi itu berlari menjauh. Tidak tahan untuk terus berdiri di sini mendengar ucapan buruk akan kue yang mereka minta sendiri untuk dibawakan. Bukankah itu sangat tidak sopan, mereka yang meminta, dan mereka juga yang menghina.
“Dasar aneh!” pekik Rena pada Cheryl yang terus berlari menjauh.
Berbeda dengan salah satu dari mereka yang masih terdiam menatap Cheryl menjauh. Dia menoleh pada temannya dan bertanya, “kita keterlaluan gak sih?”
“Enggak lah, emang kita kan ngomongin fakta,” ucap Regina yang baru mengambil kue milik Cheryl dan mencicipinya.
Rena mengangkat kedua bahunya. “Gue sih Cuma bilang gak enak, gak seberlebihan kaya lo,” sahut Rena yang kini mengambil kue lainnya yang berada di paper bag itu. Di dalamnya masih ada beberapa lagi, karena sebelumnya Cheryl memang ingin memberikan Rynata dan juga Haidar kue ini.
Caca menghela nafasnya dan duduk di sana sambil membuka botol minum yang sudah ditenggak beberapa kali sebelumnya. Dia membersihkan tenggorokannya dengan air mineral ini.
“Ih emang gak enak kok,” kata Regina yang sudah menghabiskan kue itu.
“Yaudah ayo masuk ke kelas, udah bel tuh.” Rena berjalan dengan paper bag ditangannya itu.
Regina melempar sembarang bungkus tempat kue yang sudah kosong itu dan melangkah mengejar Rena yang melangkah menuju kelasnya. Caca menengok pada tempat sampah di mana kue yang sudah di makan olehnya setengah itu berada.
Tbc
Pembully selalu punya cara buat nyakitin orang lain ya
![](https://img.wattpad.com/cover/350434417-288-k739270.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tinted Fates
FanficDalam perjalanan hidup yang tak pernah lurus dan mulus, persahabatan menjadi sumber dukungan, candaan, kenyamanan dan keberanian. Kelima gadis yang dipertemukan oleh takdir dengan memiliki latar belakang serta kehidupan yang jauh berbeda, sebuah ik...