Our Tears

538 23 6
                                        

Karena namjoon dalam keadaan panik akhirnya ia menghubungi staff lain untuk membantu seokjin ke mobil. Tidak lama kemudian ambulance sudah tiba di rumah sakit terdekat yang tidak jauh dari kantor.

Tidak lama kemudian dokter datang bersama perawat yang masuk ke ruangan Seokjin.

"Maaf Tuan, sebaik nya anda menunggu di luar." Ucap perawat itu pada namjoon. Namjoon pun mengangguk dan berjalan gontai keluar dari UGD. Sungguh namjoon sangat khawatir namun dia juga tidak punya pilihan lain selain keluar dan menunggu.

Banyak sekali panggilan di ponsel namjoon yang tidak lain adalah karyawan kantor. Staff yang berada di kantor juga ikutan khawatir saat melihat namjoon menggendong seokjin ke mobil ambulance.

Namjoon berjalan mondar mandir di depan pintu. Jari jari nya tidak berhenti bergerak karena begitu mengkhawatirkan seokjin. Dalam hatinya, namjoon terus berdoa agar seokjin baik baik saja.

Satu jam kemudian, dokter dan perawat keluar dari ruangan dan sontak membuat namjoon mendekat ke arah mereka.

"Bagaimana keadaan dongsaeng saya uisa?" Tanya namjoon dengan wajah pucat.

"Apakah anda keluarga pasien?"

"Nee uisa. Saya Hyung nya,"

"Apa orang tua nya ada?"

Namjoon langsung terdiam. Namjoon bingung harus menjawab apa. Sedangkan kedua orang tua seokjin berada di luar negeri.

"Orang tua nya sedang ada di luar negeri uisa nim. Mereka ada urusan bisnis. Memang nya kenapa uisa?"

"Baiklah, mari ikuti saya ke ruangan saya."

Namjoon pun mengangguk. Di perjalanan menuju ruangan dokter banyak sekali pikiran yang melintas di kepala namjoon. Setelah mereka sampai di ruangan tersebut, sang dokter pun menyuruh namjoon duduk.

"Jadi bagaimana keadaan dongsaeng saya uisa nim?"

"Begini Tuan, pasien seperti nya mengidap penyakit kanker otak dan seperti nya sudah sangat parah karena sudah memasuki stadium akhir. Seperti nya penyakit ini sudah tumbuh sejak pasien masih kecil. Apa sebelum nya keluarga pasien sudah mengetahui hal ini Tuan?"

"Sudah uisa nim. Namun memang dongsaeng saya sendiri yang tidak ingin di kemoterapi, dia hanya meminum obat obat yang diberi oleh eomma saya."

"Saran saya lebih baik pasien di tangani secepatnya. Supaya perkembangan kanker nya bisa di kontrol."

"Kebetulan eomma saya dokter spesialis kanker juga, dan memang selama ini yang menangani dongsaeng saya itu eomma saya. Tapi tadi kami ada di kantor dan eomma saya juga tidak berada di Korea jadi seperti tadi kondisi dongsaeng saya."

"Kalau begitu lebih baik. Tolong jaga dongsaeng anda dan pasien jangan sampai kelelahan ya."

"Baik uisa nim. Kamsahamnida,"

Namjoon langsung berjalan meninggalkan ruangan dokter dan menuju ruang rawat seokjin. Namjoon membuka pintu ruangan Seokjin dengan pelan lalu menghampiri ranjang seokjin. Ternyata seokjin sudah sadar dan membuat namjoon bernafas lega.

"Ternyata sudah sadar ya,"

"Yang hyung lihat bagaimana? Pertanyaan Hyung tidak berbobot sama sekali." Ujar seokjin kesal dan malah membuat namjoon tersenyum.

"Apa yang uisa nim katakan Hyung? Apa penyakit ku tambah parah?"

"Bisa tidak jangan pesimis begitu. Kata uisa nim masih sama. Makanya jangan banyak pikiran, itu kan lihat akibat nya."

"Nee nee nee..."

•••

Seminggu setelah kejadian itu berlalu dimana seokjin masuk rumah sakit lagi, kini kondisi nya sudah berangsur membaik. Semua teman teman kelas seokjin berencana menjenguk seokjin ke rumah nya.

Daijōbu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang