Ingin rasanya di peluk dan di sayang oleh kedua orangtuanya. Namun itu hanya sekedar harapan belaka yang mustahil untuk menjadi kenyataan.
Dirinya sendiri bertanya tanya mengapa dirinya di perlakukan berbeda dari jungkook? Keduanya sama sama terlahir dari rahim yang sama, bahkan kedua nya mirip bagai pinang di belah.
Apa sebegitu sulitkah mereka untuk sekedar menanyakan kabar ataupun menyayanginya? Ia juga butuh kasih sayang selayaknya remaja lain nya bukan hanya harta, percuma banyak harta jika tidak ada kasih sayang dari kedua orang tuanya hanya kehampaan yang akan di rasakan.Tidak bisakah mereka mewujudkan keinginannya.
Uang seolah tidak ada gunanya di mata seokjin, uang tidak bisa membeli kasih sayang serta kebahagiaan untuk nya. Jika apa yang orang lain lihat ia bisa membeli segalanya itu cukup membuatnya bahagia? Mereka salah!!! Ia hanya sekedar mencukupi apa yang dirinya butuhkan.
Senyum yang selalu ia perlihatkan adalah palsu!!! Semua itu hanya topeng yang menutupi luka dan kesedihannya.
Tidak ada ketegaran yang ada hanyalah rapuh dan seolah akan hancur seketika apabila di terjang masalah baru.
Seokjin, pria yang tertutup akan masalahnya, ia tidak semudah itu untuk menceritakan semua masalah yang ia hadapi dan mungkin hanya bisa ia pendam sendiri hingga saat ini.
Ia rindu neneknya namun tidak banyak yang dapat ia lakukan kecuali mendoakan.
Sungguh ia letih saat ini, rasanya semua ini seperti misteri yang harus ia cari titik terang penyelesaian nya sendiri bak mengumpulkan potongan puzzle hingga terbentuk gambar yang jelas.
Ponselnya berbunyi tanpa panggilan masuk, seokjin meraih ponselnya di atas nakas lalu melihat siapa yang menelepon tengah malam seperti ini.
Appa is calling...
Sudut bibirnya terangkat menciptakan senyum kecil, ia berharap appanya menanyakan kabar dirinya saat ini.
"Yeoboseyo appa?" Ucap seokjin mencoba menahan isakan akibat tangisannya tadi.
"Kemana saja kau anak tidak tahu diri?!! Bisanya hanya merepotkan!! Tidak ingat jalan pulang hah?!! Atau sedang melayani yeoja yeoja di luaran sana?!! Cih!!"
Seokjin tersenyum miris, air matanya mengalir semakin deras dan tangan yang terkepal kuat hingga kuku kuku panjangnya melukai telapak tangannya.
"Apa di mata appa aku serendah itu? Apa dimata appa aku semurah itu...?" Lirih seokjin dengan nada yang bergetar.
"Seperti itu lah kau, murahan!!"
Seokjin memejamkan matanya menahan rasa sakit hati saat appanya mengatakan kata kata yang bisa membuat hatinya lebih hancur dan akan sakit lebih jauh lagi.
"Aku tidak sekotor dan semurahan seperti apa yang appa pikirkan!!!" Ucap seokjin dengan penekanan di setiap akhir kata dengan telapak tangan nya yang teramat sangat bergetar dan seokjin mematikan panggilan tersebut secara sepihak.
Brukkkk!
Dilemparkan benda pipih itu ke arah tembok hingga hancur berceceran di lantai, tubuhnya merosot ke bawah dengan punggung menyender ke tembok.
Seokjin memeluk lututnya erat berusaha menghapus ingatan saat appanya mengatakan kata kata yang tidak seharusnya pantas di ucapkan oleh orang tua kepada anaknya.
Untung saja kamar yang ia tempati kedap suara sehingga ia tidak takut jika suaranya akan menganggu penghuni rumah lain.
"AKU BENCI HIDUP!!! HIKSS HIKSS HIKSS, AKU INGIN BAHAGIA!! AKU LELAH HIKSS, aku lelah hikss..."
Berat semakin berat kini ia merasakan kepalanya semakin berat.
Saking kacau pikiran nya saat ini hingga ia tersenyum masam melihat pecahan kaca dari ponselnya, ia berniat untuk mengakhiri hidupnya saat ini juga. Mungkin dengan cara ini semua beban akan menghilang bersama dengan rasa sakit nya.
Pecahan kaca itupun sudah di pegang nya dan sudah mendarat di lengan seokjin dan.....!
MIANNNNN PENDEKKKKKH🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Daijōbu
Fiksi PenggemarJika aku tidak pandai mengambil hatinya, Setidaknya aku pandai dalam menutup luka.