2-Perempuan baja berhati mulia

50 9 9
                                    

"Amiin," ucap seorang perempuan yang tengah menodongkan kue ulang tahun kepada adik kecilnya.

"Yeah, selamat ulang tahun adik kesayangan kakak. Selamat 12 tahun semoga menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya, menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan nurut sama kakaknya." Ucap perempuan itu sambil mencolek hidung mungil adiknya.

"Makasih ya kak, bu, Lya seneng banget hari ini bisa ngayain ulang tahun Lya yang ke 12 tahun walaupun ada satu yang kurang," ucap gadis kecil tersebut.

"Apa yang kurang ya?" Tanya maira kepada adiknya.

"Bapak," sahut lya dengan mata mulai berkaca-kaca.

Seketika maira langsung menoleh ke ibunya, walaupun sudah 8 tahun ditinggalkan suaminya tapi hal tersebut masih sulit untuk dilupakan. Rasanya Ima masih belum siap untuk berpisah dengan suami yang sangat ia cintai. Dan maira lah yang paling tabah menghadapi situasi tersebut, bahkan ia harus menjadi tulang punggung keluarga di saat usia masih 17 tahun.

"Ya sudah kalau begitu besok sepulang Lya dari sekolah kita ke makam bapak bareng-bareng ya bu, dek," ucap Maira menenangkan suasana yang dibalas anggukan oleh adiknya dan senyuman tipis oleh ibunya.

"Sekarang dipotong dong kuenya, Kak Weny sendiri lho yang buat kuenya." Sambung Maira.

"Iya kak, kok Kak Weny tau ya kalau Lya suka coklat." Balas Lya dengan raut ceria.

"Iyalah kan kakak kamu yang udah siapin semua ini, dia juga yang kasih tahu Kak Weny apa kesukaan kamu dan harus dihias gimana kuenya." Sahut Bu Ima.

"Kuenya enak, makasih ya kak sampaikan juga makasih Lya untuk Kak Weny." Seru Lya.

"Iya sama-sama dik, besok kakak sampaikan," balas Maira dengan senyuman penuh kebahagiaan.

Dapur rumah Bu Ima

"Kok kamu janjiin adik kamu emang nggak kerja besok?" Tanya Bu Ima kepada putri sulungnya yang sedang sibuk mencuci piring.

"Kerja bu, tapi kan maira shift malam jadi kita bisa ke makam bapak siangnya." Sahut Maira tanpa meninggalkan kesibukan awalnya.

"Entah kenapa ya Mai, walau sudah 8 tahun ditinggal bapakmu tapi rasanya ibu masih terbayang-bayang wajah bapakmu bersama kita." Sambung Bu Ima.

"Itu karena ibu belum bisa mengikhlaskan bapak, ibu belum rela ditinggalkan bapak." Balas Maira sembari menghampiri ibunya yang sedang duduk di kursi makan tak jauh dari tempatnya.

"Ibu juga tidak tahu Mai, bagaimana caranya untuk mengikhlaskan bapak. Tapi asal kamu tahu, ibu sudah berusaha keras untuk melakukan hal tersebut tapi entahlah rasanya masih sama setiap harinya." Lanjut Bu Ima.

"Ibu, disini masih ada Maira sama Lya yang sayang sama ibu kita butuh kasih sayang ibu seperti dulu dan kita pengen lihat ibu yang dulu, seorang wanita kuat dan tangguh. Memang Maira tahu cinta ibu ke bapak itu sangat besar tapi ibu juga tidak boleh lupa kalau masih ada Maira dan Lya disini. Dan kepergian bapak itu memang sudah skenario yang diatas kan bu, kita tidak bisa menyalahkan siapapun karena memang jalannya harus seperti ini yang harusnya kita lakukan sekarang hanya ikhlas dan sabar. Kalaupun bapak melihat ibu seperti ini, bapak pasti sedih bu-" tutur Maira panjang lebar.

"Cukup Mai, ibu ngantuk mau tidur dulu. Jangan lupa kunci pintunya nanti kalau kau mau tidur." Ucap Ima menjeda penuturan putri sulungnya dan malah beranjak berdiri meninggalkan Maira.

Drett.. drett..
Dering sebuah telepon yang berada di meja samping tempat tidur Maira. Ia yang mulai terlelap dalam tidurnya pun sontak terkejut dan segera menggapai telepon miliknya tersebut.

"Bu Leni," ucap Maira lirih sambil melihat nama yang tertera dilayar teleponnya.

"Hallo, Assalamu'alaikum Bu Leni." Ucap Maira setelah mengeser tombol hijau di teleponnya.

"Wa'alaikumsalam, Mai besok bisa bantu-bantu di toko tidak? Soalnya Mbak Asa cuti anaknya sakit dan ibu juga kerepotan ini kalau nggak ada yang bantu, kamu bisa bantu ibu kan Mai?" Sahut perempuan baruh baya dari dalam telepon.

"Hmm iya bu, kebetulan Maira besok juga kerja malam kok jadi bisa bantu ibu. Tapi kemungkinan cuma sampai siang bu, karena sudah ada janji sama Lya mau ajak dia ke makam bapak sepulang sekolah." Balas Maira.

"Ohh iya Mau gak papa kok, ibu sudah senang kamu bisa bantuin ibu walau cuma sebentar. Ya sudah kalau begitu ibu tunggu di toko ya Mai besok pagi." Sambung Bu Leni.

"Baik Bu," jawab Maira.

"Ibu tutup ya telponnya, Assalamu'alaikum."

"Iya bu, Wa'alaikumsalam."

"Huff..." Hela nafas Maira sambil menatap langit-langit kamarnya.

Satu kata yang terlintas dibenaknya CAPEK. Bagaimana tidak kemarin dia sudah 1 hari penuh bekerja di pabrik, sebenernya 1 minggu ini ia mendapatkan shift kerja malam tapi karena kemarin ada temannya yang sakit dan stok produk yang menipis ia diminta Pak Wawan untuk mengantikan temannya yang sakit. Jadi, kemarin yang seharusnya ia sudah pulang jam 7 pagi masih harus melanjutkan pekerjaan temannya sampai harus pulang jam 7 malam. Tapi tak apalah, Maira sudah terbiasa hidup seperti ini sejak kecil bahkan ia sudah berjualan gorengan saat usianya masih 9 tahun. Dan ia rela putus sekolah saat memasuki sekolah menengah atas demi banting tulang mencari uang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dan membiayai bapaknya yang sedang sakit parah saat itu.

Happy reading guys...
Jangan lupa follow ig @nizusyafa
Author update setiap Sabtu dan Minggu jam 7 malam ya guys
Stay tune terus ya
See you🥰
#cintadisepertigamalam
#romanceislami
#islambaper

Cinta Disepetiga Malam (Jilid 1 : HUMAIRAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang